Competition, begitulah istilah populernya.
Sahabatku, istilah kompetisi sudah digunakan semenjak abad pertengahan sekitar tahun 1600 an. Sungguh pengertian dan maknanya sudah berkembang liar dan menjauh dari makna yang sesungguhnya.
Compete adalah kata dasar dari competition. Kata ini berasal dari bahasa latin “Competere” yang berarti mencari kebersamaan, bersama-sama, persetujuan atau bisa juga bermakna kecocokan.
Compete adalah kata dasar dari competition. Kata ini berasal dari bahasa latin “Competere” yang berarti mencari kebersamaan, bersama-sama, persetujuan atau bisa juga bermakna kecocokan.
Bila anda menyimak pada kamus bahasa yang beredar sekarang, maka anda akan menemukan arti tersebut telah bergeser jauh.
Menurut Deaux, Dane, & Wrightsman , kompetisi adalah aktivitas mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok
Dalam kamus oxford, disebutkan bahwa compete is a try to win something by defeating others who are trying to do same.
Kompetisi adalah mencoba untuk memenangkan sesuatu dengan cara mengalahkan yang lainnya yang mencoba melakukan hal yang sama). Kompetisi bisa juga ditafsirkan sebagai berperang. Tentu ada menang ada kalah. Dan yang menjadi pemenang hanya ada satu (orang) sedang yang lain adalah pecundang.
Menurut Deaux, Dane, & Wrightsman , kompetisi adalah aktivitas mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok
Dalam kamus oxford, disebutkan bahwa compete is a try to win something by defeating others who are trying to do same.
Kompetisi adalah mencoba untuk memenangkan sesuatu dengan cara mengalahkan yang lainnya yang mencoba melakukan hal yang sama). Kompetisi bisa juga ditafsirkan sebagai berperang. Tentu ada menang ada kalah. Dan yang menjadi pemenang hanya ada satu (orang) sedang yang lain adalah pecundang.
Lalu bagaimana kebersamaan bisa terwujud dengan cara mengalahkan yang lain ?
Istilah kompetisi yang dewasa ini kita temui, masuk dalam area perbandingan.
Kompetisi menghasilkan sebuah perbandingan, yang dalam hubungan antar manusia sering menimbulkan masalah.
Yang positif disandingkan dengan negatif, yang berprestasi di bidang tertentu dibandingkan yang tidak berprestasi. Yang sukses dibandingkan dengan yang gagal.
Perbandingan sering menimbulkan jurang pemisah. Pemisahan ini menimbulakn kekaburan dan pergeseran makna.
Dalam buku the Artist’s Way : A Spiritual Path to Higher Creativity karya Julia Cameron, sangat menarik untuk dibahas.
Istilah kompetisi yang dewasa ini kita temui, masuk dalam area perbandingan.
Kompetisi menghasilkan sebuah perbandingan, yang dalam hubungan antar manusia sering menimbulkan masalah.
Yang positif disandingkan dengan negatif, yang berprestasi di bidang tertentu dibandingkan yang tidak berprestasi. Yang sukses dibandingkan dengan yang gagal.
Perbandingan sering menimbulkan jurang pemisah. Pemisahan ini menimbulakn kekaburan dan pergeseran makna.
Dalam buku the Artist’s Way : A Spiritual Path to Higher Creativity karya Julia Cameron, sangat menarik untuk dibahas.
“Kompetisi adalah candu spiritual lain. Ketika diri memfokuskan pada kompetisi, kita meracuni sumur kita sendiri, mengganggu kemajuan kita”.
Bila saya juara no.1 dan / maka anda juara no.2 ,
Bila saya juara no.1 dan / maka anda juara no.2 ,
dengan formula tersebut menjadi I better than you, atau sebaliknya You better than me. Keyakinan dan pemahaman ini adalah awal dari tumbuhnya perangkap iblis. Disinilah kita mulai masuk perangkap iblis
Firman Allah ,yang artinya “ Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (hormat, kepada Adam) ketika Aku (Allah) menyuruhmu?” (iblis) menjawab ,’aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah’.
Iblis merasa dirinya lebih unggul dari Adam. Iblis menggunakan bahasa perbandingan dalam hal ini. Kesombongan iblis menyebabkan Allah menjadi murka. Kesombongan menjadikan makhluk menjadi hina dihadapan Allah.
Kita harus berhati-hati dalam memaknai istilah kompetisi dalam hidup kita. Jangan sampai istilah ini mengaburkan perpektif terhadap sesuatu hal. Perlu pemahaman yang jernih dan bijaksana, agar tidak terseret dalam perangkap iblis, yaitu kesombongan. Suatu sikap perbuatan yang tidak pernah diampuni Tuhan.
Selanjutnya kita lihat artikel yang bisa dihubungkan dengan konteks diatas.
Dr. Aris Arif Mundayat, Kepala PSAAT, di Kabar UGM Online edisi 76/IV/03 JULI 2008. Menyatakan sistem pendidikan di SD - SMU masih mengajarkan bagaimana berkompetisi secara negatif. Dia mengkritik sistem ranking. “Di tingkat SD hingga SMA menunjukkan adanya kompetisi negatif. Termasuk ujian nasional segala macamnya itu. Implikasinya bisa ke arah kekerasan. Kalau pendidikan kita bisa membangun solidaritas proses, maka demokratisasi akan segera tercapai.
Firman Allah ,yang artinya “ Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud (hormat, kepada Adam) ketika Aku (Allah) menyuruhmu?” (iblis) menjawab ,’aku lebih baik daripada dia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah’.
Iblis merasa dirinya lebih unggul dari Adam. Iblis menggunakan bahasa perbandingan dalam hal ini. Kesombongan iblis menyebabkan Allah menjadi murka. Kesombongan menjadikan makhluk menjadi hina dihadapan Allah.
Kita harus berhati-hati dalam memaknai istilah kompetisi dalam hidup kita. Jangan sampai istilah ini mengaburkan perpektif terhadap sesuatu hal. Perlu pemahaman yang jernih dan bijaksana, agar tidak terseret dalam perangkap iblis, yaitu kesombongan. Suatu sikap perbuatan yang tidak pernah diampuni Tuhan.
Selanjutnya kita lihat artikel yang bisa dihubungkan dengan konteks diatas.
Dr. Aris Arif Mundayat, Kepala PSAAT, di Kabar UGM Online edisi 76/IV/03 JULI 2008. Menyatakan sistem pendidikan di SD - SMU masih mengajarkan bagaimana berkompetisi secara negatif. Dia mengkritik sistem ranking. “Di tingkat SD hingga SMA menunjukkan adanya kompetisi negatif. Termasuk ujian nasional segala macamnya itu. Implikasinya bisa ke arah kekerasan. Kalau pendidikan kita bisa membangun solidaritas proses, maka demokratisasi akan segera tercapai.
Di negara maju yang demokratis, sistem pengaturan kelas tidak dibuat berjajar tapi berkelom-pok. Di dalam kelas murid membahas dan menyelesaikan persoalan bersama-sama, sehingga terbangun rasa kebersamaan. Jika sudah selesai, mereka akan membantu kelompok lain yang mengalami kesulitan.
Pemberian nilai 1 sampai 10 merupakan angka hukuman. Secara psikologis akan merugikan anak. Selama ini yang terjadi dalam sistem ranking adalah jika ada anak yang tertinggal pelajaran di kelas maka dia akan dianggap bodoh. Ini kompetisi negatif. Orang yang kita anggap bodoh belum tentu bodoh, tetapi mungkin dia sangat jago di bidang lain.
Pemberian nilai 1 sampai 10 merupakan angka hukuman. Secara psikologis akan merugikan anak. Selama ini yang terjadi dalam sistem ranking adalah jika ada anak yang tertinggal pelajaran di kelas maka dia akan dianggap bodoh. Ini kompetisi negatif. Orang yang kita anggap bodoh belum tentu bodoh, tetapi mungkin dia sangat jago di bidang lain.
Allahu a'lam
Sumber : Yusuf Pora, gagal itu indah
Sumber : Yusuf Pora, gagal itu indah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar