Riwayat Al-Bukhari-Muslim dari Nu’man bin Basyir ra berkata: Aku telah mendengar Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya perkara yg halal itu telah jelas dan perkara yg haram itu telah jelas dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara yg masih samar yg tidak diketahui oleh sebagian besar orang, maka barangsiapa yg menjaga dirinya dari perkara-perkara yg syubhat maka dia telah menjaga agama dan kehormatan dirinya dan barangsiapa yg terjatuh dalam perkara yg syubhat maka sungguh dia telah terjatuh dalam perkara yg haram, sama seperti penggembala yg menggembala di sekitar perbatasan yg hampir saja memasuki ladang orang lain dan ketahuilah bahwa setiap raja memiliki batas-batas dan batasan-batasan Allah adalah segala perkara yg diharamkannya” (Shahih Muslim:1599 dan shahih Muslim: 52 ).
Diriwayatkan Al-Bazzar dari Hudzaifah bin Al-Yaman bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Keutamaan ilmu itu lebih baik dari keutamaan ibadah dan cara terbaik untuk menjaga agamamu adalah bersikap wara’”. (Kasyful Astar: 1/85 no: 139 dan dishahihkan oleh Albani pada kitab shahihul Jami’ : 4214 )
Diriwayatkan Al-Nasa’I dari hadits Hasan bin Ali, dia berkata, “Aku telah mendengar dari Nabi Muhammad SAW, “Tinggalkanlah apa-apa yang meragukanmu kepada apa yang tidak meragukannmu”.( An-Nasa’i: 5711)
Di dalam shahih Muslim dari Nawwas bin Sam’an berkata: Aku telah bertanya kepada Nabi Muhammad SAW tentang kebaikan dan dosa, maka beliau bersabda, “Kebaikan itu adalah akhlak yang baik dan dosa adalah apa yang telah merasuk ke dalam hati namun engkau tidak suka jika orang lain melihat hal tersebut”. (Shahih Muslim: 2553).
Syekh Ibnu Utsaimin berkata, “Wara adalah meninggalkan apa-apa yang membahayakan, hal itu terwujud dengan meninggalkan segala sesuatu yang hukumnya belum jelas dan belum jelas pula hakekatnya. Pertama: sesuatu yang belum jelas hukumnya apakah dia halal atau haram. Dan yang kedua adalah samar dalam keadaannya”. (Syarah riyadhus Shalihin: 6/168).
Sikap wara’ ini memiliki jangkauan yang cukup luas, yaitu meliputi pandangan, pendengaran, lisan, perut, kemaluan, jual beli dan yang lain-lain. Banyak orang yang terjebak ke dalam perkara-perkara yang diharamkan dan syubhat karena meremehkan tiga perkara ini, yaitu bersikap wara’ dalam menjaga lisan, perut dan pandangan. Allah SWT berfirman, yang artinya ," Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. (Qs . Al-Isro’: 36).
Nabi Muhammad SAW adalah tauladan dalam bersikap wara’, diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Anas bahwa Nabi Muhammad saw bersabda, “Aku pergi kepada keluargaku, lalu mendapatkan sebiji buah yang terbuang di atas ranjangku, maka aku mengambilnya untuk memakannya, kemudian aku khawatir kalau dia berasal dari buah yang disedekahkan maka akupun membuangnya”. (Al-Bukhari: 2432 dan Muslim: 1070). Sebab sedekah tersebut diharamkan bagi diri beliau dan keluarga beliau Muhammad SAW. Para shahabat mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW ini, mengikuti sunnah beliau.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Aisyah RA berkata, “Abu Bakar memiliki seorang pembantu yang yang selalu memberikannya makanan dari pajak, dan pada suatu hari pembantunya datang memberinya makanan dan Abu Bakr pun memakannya, lalu pembantunya berkata kepadanya: Tahukan anda apakah ini?.
Maka Abu Bakar bertanya: Dari manakah asal makanan ini?.
Pembantunya berkata: Aku, di masa jahiliyah telah meramal seseorang, padahal diriku bukan peramal yang baik, hanya saja aku telah menipunya, lalu dia memberikan upah bagiku dengan makanan ini, dan makanan yang kamu makan ini adalah bagian darinya, maka Abu Bakr pun memasukkan tangannya ke dalam mulutnya sehingga dia memuntahkan apa-apa yang ada di dalam perutnya”. (Al-Bukhari: 3842).
Umar ra berkata, “Kami meninggalkan sembilan persepuluh yang halal karena khawatir terhadap riba”. (Mushannaf Abdur Razzaq: 8/152 :14683).
Yunus bin ubaid, berkata bahwa wara’ artinya keluardari setiap yang subhat dan menghisap diri sendiri setiap saat. Dalam Manazilus Sa’irin, dikatakan wara’ adalah menjaga diri dari hal-hal yangharam dan syubhatserta hal-hal yang membahayakan semaksimal mungkin untuk dijaga. Menjaga diri dan waspada merupakan dua makna yang berkaitan , dimana menjagha diri merupakan perbuatan anggota tubuh, sedangkan waspada merupakan amalan hati.
(bersambung …..)
Sumber: Ahmad bin Ali Soleh, Amin bin Abdullah asy‐Syaqawi dalam Al-Wara'
fatawaa syaikhul islam, al-Qaamuus, asaasul-balagaah , minhajul qaasidin, qitabul zuhud ,Qawaa'id wa Fawaa`id minal Arba'iin An-Nawawiyyah , At-Ta'liiqaat 'alal Arba'iin An-Nawawiyyah , Ibn Qayyim al-Jauzi dalam Madarijus Salikin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar