Allah berfirman, yang artinya ," Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) . Dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan yang lain. Karena boleh jadi perempuan (yang diperolok-olok) itu lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok) itu. Janganlah kamu saling mencela satu sama lain. Dan janganlah kamu saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa yang tak bertobat maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (Qs. al-Hujurat : 11).
Saudaraku, pada zaman ini banyak orang menggunakan nama-nama aneh yang hanya asal ucap saja. Lebih aneh lagi banyak orang merasa bangga jika menyandang nama-nama itu, sehinggga jika ada orang yang memanggilnya dengan menggunakan nama aslinya maka ia kadangkala justru akan marah.
Saudaraku, sebagai hamba beriman umat Muhammad saw, kita mempunyai kewajiban agar memanggil orang lain dengan panggilan yang ia sukai, karena hal itu dapat mempererat hubungan kita dengan orang tersebut
Ada sebagian kita , terbiasa memanggil orang yang lebih tua dan lebih tinggi (pangkatnya) darinya dengan menggunakan nama saja tanpa ada embel-embel (penghormatan)nya. Bahkan ia beranggapan bahwa sikap itu adalah bentuk penerapan dari makna ukhuwah islamiah. Maka kita jumpai ada seorang mahasiswa yang memanggil dosennya dengan "akh", ada juga di antara ikhwab yang tatkala memper-silakan penceramah hanya dengan menggunakan nama-nya saja dengan anggapan bahwa sikap itu lebih menjauhkan dari sikap riya'.
Padahal embel-embel (pengormatan) itu adalah wajar dan merupakan haknya, bukan buatannya sendiri. Lalu bagaimana orang-orang dapat mengenal penceramah tersebut dengan betul, jika nama yang dimiliki oleh penceramah juga dimiliki oleh banyak orang?
Di mana-kah pula kita meletakkan sabda Rasul , yang artinya "Tempatkanlah orang lain pada posisi mereka?"
Di beberapa tempat ada yang memanggil dengan menggunakan kunyah, seperti: wahai, Abu Muhammad! atau wahai, Abu Hasan! Barangkali ini lebih halus didengar dan lebih dapat diterima oleh hati.
Benar bahwa panggil-memanggil adalah aktivitas yang tidak pernah ditinggalkan oleh manusia sebagai makhluk sosial. Dan Islam telah mengajarkan adab-adab dalam menjalankan aktivitas ini. Panggilan, baik yang diperbolehkan maupun yang tidak telah dijelaskan dalam Islam.
Seperti apa detailnya? Mari kita simak adab memanggil di bawah ini.
Saudaraku , janganlah Memanggil dengan Julukan yang Dibenci .
Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) telah berfirman, yang maknanya,”…Dan janganlah kalian panggil-memanggil dengan gelar-gelar buruk.” (Al Hujurat [49]: 11).
Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa para ulama telah sepakat bahwa dilarang memberi julukan buruk kepada pihak lain. Julukan “si buta”, “si pincang” atau julukan lainnya yang tidak disukai, tidak boleh disematkan kapada pihak lain.
Diriwayatkan oleh Ibnu Sunni bahwa Rasulullah SAW pernah bertanya kepada seorang anak laki-laki, yang artinya ”Siapa ini?”
Laki-laki tersebut menjawab, ”Ayah saya.”
Beliau bersabda,yang artinya ”Janganlah engkau berjalan di depannya. Jangan pula melakukan perbuatan yang bisa membuat ia mencelamu. Dan jangan pula duduk sebelum ia duduk terlebih dahulu. Serta jangan pula memanggilnya dengan namanya (saja).”
Dari Hadits di atas, Imam An-Nawawi menyimpulkan bahwa anak atau murid, tidak boleh memanggil orangtuanya atau gurunya hanya dengan nama mereka.
Saudaraku, walaupun terhadap orang lain yang belum dikenal hendaknya memanggil Orang Tak Dikenal itu dengan panggilan yang Baik . Walau tidak mengenal nama asli pihak lain, seseorang masih dibolehkan memanggil dengan panggilan selain namanya. Tentu, ini boleh dilakukan dengan syarat bahwa panggilan yang digunakan adalah panggilan yang baik.
Ibnu Sunni meriwayatkan, tatkala Rasulullah SAW tidak kenal dengan seseorang maka beliau memanggilnya dengan sebutan “Wahai Ibnu Abdillah.” Maknanya, ”Wahai anak hamba Allah.”
Namun, tidak semua panggilan buruk dilarang. Boleh memanggil dengan panggilan buruk dengan tujuan mendidik. Disebutkan oleh Imam Al-Bukhari dalam Shahih beliau bahwa suatu saat Abu Bakar As Shiddiq memanggil putra beliau Abdurrahman dengan sebutan “anak jahat”. Hal ini dilakukan oleh Abu Bakar, dikarenakan Abdurrahman tidak menyediakan makan malam untuk para tamu. Padahal mereka sudah lama berada di rumah, menunggu kedatangan Abu Bakar.
Imam An-Nawawi menyimpulkan dari Hadits di atas bahwa dibolehkan memanggil dengan panggilan buruk, dengan tujuan mendidik.
Semoga dalam keseharian , kita diberi kemudahan dari Allah agar dapat menampilkan akhlak mulia sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para sahabat beliau yang diridloi oleh Allah swt.
Sebagaimana firman-Nya, yang artinya, " Sungguh telah ada suri teladan yang baik pada (diri) Rasulullah bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah,"( Qs. Al-Ahzab : 21)
Allahu a'lam
Sumber : At-Thariq ilal Quluab, Abbas as Siisi , dan beberapa sumber bacaan lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar