Dalam tulisan ke tiga ini , dicoba untuk membahas struktur hadits. Dengan segala kekurangan dan keterbatasan pemahaman saya, semoga dapat memberikan tambahan pegetahuan yang semoga bermanfaat.
Secara umum sebuah hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur (perawi, pemberi berita) yang bervariasi dalam lapisan sanadnya. Adapun lapisan dalam sanad disebut dengan thaqabah.
Signifikasi jumlah sanad dan penutur dalam setiap thaqabah sanad akan menetukan derajad hadits tersebut.
Kita mencoba untuk melangkah lebih jauh pada bahasan ini pada klasifikasi hadits.
Jadi perlu dicermati dalam memahami Al Hadits terkait dengan sanadnya ialah : a.Keutuhan sanadnya ,b.Jumlahnya , dan c. Perawi akhir-nya Saudaraku, secara struktur, hadits terdiri atas dua komponen utama yakni sanad (rantai penutur,yang meriwayatkan) dan matan (redaksi).
Contoh: Musaddad mengabari bahwa Yahyaa sebagaimana diberitakan oleh Syu'bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri" (Hadits riwayat Bukhari) .
Sanad ialah rantai penutur(perawi,periwayat,yang menceritakan) hadits. Sanad terdiri dari seluruh penutur yang mulai dari orang yang mencatat hadits tersebut dalam bukunya (kitab hadits) hingga mencapai Rasulullah. Sanad, memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadits ber-sangkutan adalah
Al-Bukhari <- Musaddad <- Yahya <- Syu’bah <- Qatadah <- Anas <- Rasulullah SAW Sanad atau isnad secara bahasa artinya sandaran, maksudnya adalah jalan yang bersambung sampai kepada matan, rawi-rawi yang meriwayatkan matan hadits dan menyampaikannya. Sanad dimulai dari rawi yang awal (sebelum pencatat hadits) dan berakhir pada orang sebelum Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yakni Shahabat. Misalnya al-Bukhari meriwayatkan satu hadits, maka al-Bukhari dikatakan mukharrij atau mudawwin (yang mengeluarkan hadits atau yang mencatat hadits), rawi yang sebelum al Bukhari dikatakan awal sanad sedangkan Shahabat yang meriwayatkan hadits itu dikatakan akhir sanad. Matan Matan ialah redaksi (atau isi, lafazh) dari hadits. Secara bahasa ,Matan diartikan sebagai kuat, kokoh, keras, maksudnya adalah isi, ucapan atau lafazh-lafazh hadits yang terletak sesudah rawi dari sanad yang akhir. Dari contoh sebelumnya maka matan hadits bersangkutan ialah: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri" Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadist ialah: 1. Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan Matan hadist itu sendiri dalam hubungannya dengan hadist lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan 2. selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang). Para ulama hadits tidak mau menerima hadits yang datang kepada mereka melainkan jika mempunyai sanad. 3. Para ulama sangat hati-hati dan cermat dalam meneliti dan meyakini suatu hadits. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi berita-berita dusta dari pihak-pihak yang mengklaim mengatasnakan nama Rasulullah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seorang Tabi’in yang bernama Muhammad bin Sirin (wafat tahun 110 H) rahimahullah berkata, “Mereka (yakni para ulama hadits) tadinya tidak menanyakan tentang sanad, tetapi tatkala terjadi fitnah, mereka berkata, ‘Sebutkan kepada kami nama rawi-rawimu, bila dilihat yang menyampaikannya Ahlus Sunnah, maka haditsnya diterima, tetapi bila yang menyampaikannya ahlul bid’ah, maka haditsnya ditolak.’” [1] Kemudian, semenjak itu para ulama meneliti dengan sangat hati-hati setiap sanad yang sampai kepada mereka dan bila syarat-syarat hadits shahih dan hasan terpenuhi, maka mereka menerima hadits tersebut sebagai hujjah, dan bila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka mereka menolaknya. Abdullah bin al-Mubarak (wafat th. 181 H) rahimahullah berkata: "“Sanad itu termasuk dari agama, kalau seandainya tidak ada sanad, maka orang akan berkata sekehendaknya apa yang ia inginkan" [2] Para ulama hadits telah menetapkan kaidah-kaidah dan pokok-pokok pembahasan bagi tiap-tiap sanad dan matan, apakah hadits tersebut dapat diterima atau tidak. Ilmu yang membahas tentang masalah ini ialah ilmu Mushthalah Hadits. Para ulama sepakat bahwa untuk penentuan tinggi rendahnya tingkatan suatu hadis bergantung kepada tiga hal, yaitu 1. jumlah rawi, 2. keadaan (kualitas) rawi, dan 3. keadaan matan. Ketiga hal tersebut menetukan tinggi-rendahnya suatu hadis. Apabila dua buah hadis menentukan keadaan rawi dan keadaan matan yang sama, maka hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi lebih kuat (tinggi) tingkatannya dari hadis yang diriwayatkan oleh hanya satu orang rawi. Begitu seterusnya hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi lebih kuat (tinggi) tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi. Jika dua buah hadis memiliki keadaan matan jumlah rawi (sanad) yang sama, maka hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang kuat ingatannya, lebih tinggi tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah tingkatannya, dan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang jujur lebih tinggi tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh rawi pendusta. Bebarapa ulama ada yang berpendapat , membatasi jumlah mereka empat puluh orang, bahkan ada yang membatasi cukup dengan empat orang pertimbangan bahwa saksi zina itu ada empat orang. Kata-kata (dan sandaran mereka adalah pancaindera) seperti sikap dan perkataan beliau yang dapat dilihat atau didengar sabdanya. Misalnya para sahabat menyatakan; "kami melihat Nabi SAW berbuat begini". Dengan demikian mengecualikan masalah-masalah keyakinan yang disandarkan pada akal, seperti pernyataan tentang keesaan firman Allah dan mengecualikan pernyataan-pernyataan rasional murni, seperti pernyataan bahwa satu itu separuhnya dua. Hal ini dikarenakan bahwa yang menjadi pertimbangan adalah akal bukan berita. Bila dua hadis memiliki rawi yang sama keadaan dan jumlahnya, maka hadis yang matannya seiring atau tidak bertentangan dengan ayat-ayat Al-Quran, lebih tinggi tingkatannya dari hadis yang matannya buruk atau bertentangan dengan ayat-ayat Al quran. Tingkatan (martabat) hadis ialah taraf kepastian atau taraf dugaan tentang benar atau palsunya hadis berasal dari Rasulullah. • Hadis yang tinggi (kuat) tingkatannya berarti hadis yang tinggi taraf kepastiannya atau tinggi taraf dugaan tentang benarnya hadis itu berasal Rasulullah SAW. • Hadis yang rendah tingkatannya berarti hadis yang rendah taraf kepastiannya atau taraf dugaan tentang benarnya ia berasal dari Rasulullah SAW. Tinggi rendahnya tingkatan suatu hadis menentukan tinggi rendahnya kedudukan hadis sebagai sumber hukum atau sumber Islam. Ada beberapa istilah hadits yang perlu kita ketahui ,antara lain ; Matan ; materi hadits yang berakhir dengan sanad. Sanad : para perawi yang menyampaikan kepada matan. Isnad ; yang mengisahkan sanad atau rentetan sanad hingga sampai ke matan, Contoh ; Dari Muhammad Ibnu Ibrahim, dari Alqamah ibnu Waqqash, dari Umar Ibnu Khaththab bahwa Rasullullah saw pernah bersabda, yang artinya : “ Sesungguhnya semua amal perbuatan itu berdasarkan niat masing masing.” Jadi yang disebut Matan : Sabda Nabi saw yang mengatakan, yang artinya : “Sesungguhnya semua amal perbuatan itu berdasarkan niat masing-masing” disebut matan, Sanad : diri pribadi para perawi (yang menceritakan) Isnad : yang mengisahkan sanad . Istilah lainnya Musnad ; hadits yang isnadnya mulai dari permulaan hingga akhir berhubungan, dan kitab yang menghimpun hadits hadits setiap perawi secara tersendiri, seperti kitab Musnad Imam Ahmad. Musnid ; orang yang meriwayatkan hadits berikut isnadnya. Al Muhaddits ; orang yang ahli dalam bidang hadits dan menekuninya secara riwayat dan dirayah (pengetahuan). Al-Haafizh ; orang yang hafal seratus ribu buah hadits baik secara matan maupun isnad. Al-Hujjah ; orang yang hafal tiga ratus ribu hadits. Al-Haakim ; orang yang menguasai sunnah tetapi tidak memfatwakannya Demikian sedikit pengetahuan buat kita semua, segala kebenaran datangnya hanya dari Allah . Segala Puji hanya untuk Allah. Adapun segala kesalahan datangnya dari penulis. Allahu a’lam sumber : Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas ,Penjelasan Al-Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani dalam muqaddimah Kitabnya Bulughul Maram , Kedudukan As-Sunnah Dalam Syariat Islam, Bab I : As-Sunnah Dan Definisinya, Penulis Yazid Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO.Box 264 Bogor 16001, Jawa Barat Indonesia, Cetakan Kedua Jumadil Akhir 1426H/Juli 2005] Catatan [1]. Muqaddimah Shahih Muslim. [2]. Syarah Shahih Muslim, an-Nawawi (1/87). [3]. Taisir Musthalaahil Hadiits, Dr. Mahmud Thah-han (hal. 19-20). [4]. Taisir Musthalaahil Hadiits, Dr. Mahmud Thah-han (hal. 22-31).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar