Saudaraku, rizki itu benar-benar telah ditentukan Allah SWT. Oleh karena itu tidaklah perlu kita terlalu mencemaskan masa depan yang belum terjadi.
Banyak kejadian , dimana seorang hamba yang mendapatkan rizki tanpa mencari , atau tanpa pernah mengharapkannya, semua ini karena karunia Allah sangat luas.
Bila seorang hamba terlalu memikirkan persoalan rizki , harta dan kekayaan, atau bahkan kedudukan maka hal ini hanya akan menambah kegelisahan, cemas , patah sema-ngat. Janganlah kita menakuti kesusahan dan kesempitan yang belum terjadi. Prasangka negatif ini akan menimbulkan kecemasan
Firman Allah, yang artinya ,” Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajad, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan ,” (Qs. Az-Zukhruf : 32).
Allah yang membagikan rizki kepada semua makhluk-Nya di langit dan di bumi. Dan tidak ada satu makhlukpun yang memiliki kekuasaan untuk memberi, menahan, memperbanya atau mengurangi rizki sesamanya.
Sebagaimana Allah telah bersumpah tentang hal itu, melalui firman-Nya , yang artinya ,” Maka demi Tuhan langit dan bumi, sungguh, apa yang dijanjikan itu adalah benar-benar terjadi seperti perkataan yang kamu ucapkan,” (Qs. Adz-Dzariyat : 23).
Saudaraku, jika kecemasan atau ketakutan seseorang akan masa depannya , maka kita perlu meningkatkan kadar keimanan dan keyakinan kita. Seorang hamba yang diliputi rasa pesimis handaknya senantiasa memupuk ketakwaan kepada-Nya , memperbaiki keimanan, dan ber-tawakal kepada-Nya serta berupaya untuk bersandar sepenuhnya hanya kepada-Nya.
Dia-lah Allah yang membagikan rizki dan mencegahnya dari seseorang lain, Dialah yang me-ninggikan dan merendahkan rizki seorang hamba, Dia-lah yang memuliakan dan menghinakan hamba-Nya
Saudaraku, sudah menjadi tabiat dasar manusia , yang selalu ambisius dan tamak, tak pernah puas. Sebagaiman Rasulullah bersabda , dalam suatu hadits qudsi, yang artinya ,” Seandainya keturunan Adam memiliki satu buah lembah emas, niscaya ia akan menginginkan lembah yang kedua, dan mulutnya tak akan pernah penuh kecuali dengan debu ,” (Hr Ibn Majah 19006)
Seorang hamba manusia justru akan membahayakan dirinya sendiri bila mengikuti gejolak ambisi dan ketamakan. Seorang hamba perlu menerapkan keseimbangan dalam diri dan ke-hidupannya, merasakan kedamaian yang tak lain merupakan inti dari kebahagiaan. Seorang hamba harus menjauhkan diri dari tindakan berlebihan yang merusak jiwa dan badan.
Islam menganjurkan hamba beriman agar bersikap realistis dan rasional, yakni bisa menerima kehidupan apa adanya. Hal ini menjadikan dasar untuk tidak melihat kenikmatan yang diberi-kan Allah kepada manusia lain dengan pemandangan permusuhan.
Saudaraku, bila kita memandang apa yang diterima orang lain dan yang tidak kita terima, hal ini akan menumbuhkan permusuhan dan kesengsaraan diri. Lihatlah bahawa kenikmatan-kenik-matan Allah yang diberikan kepada kita, tidak sepenuhnya juga diterima orang lain. Dengan cara ini , hati akan menjadi damai , tentram dan tenang.
Sebagaimana , Allah berfirman , yang artinya ,” Dan janganlah kamu tujukan pandangan matamu kepada kenikmatan yang telah Kami berikan kepada beberapa dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia , agar Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu. Dan karunia Tuhanmu lebih baik dan lebih kekal, “ (Qs. Thaha ; 131).
Jadi kita membutuhkan sikap qonaah, yaitu sikap kerelaan seorang hamba terhadap segala pemberian Allah. Saudaraku , yakinlah bahwa kondisi kehidupan tidak berpengaruh signifikan pada kepuasan dan kebahagiaan hidup. Dan semakin kuas ketamakan dan ambisi manusia justru akan menyengsarakan dirinya. (Michael Argael, 214).
Sebagaimana firman Allah, yang artinya , “ Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,maka seseungguhnya akan Kami beri balasan kepda mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan ,” (Qs. An-Nahl : 97).
Saudaraku, setiap manusia menginginkan kehidupan yang baik dan bahagia serta berkecuku-pan. Namun hendaknya semua itu didapatkan dengan dengan cara yang halal dan baik, serta tanpa memaksakan diri dan mengorbankan kebutuhan penting lainnya.
Allahu a’lam
Sumber : Abdulaziz al Husaini, Li Madza al-Khauf min al-Mustaqbal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar