Haji adalah pendidikan dan latihan yg penuh keberkahan untuk membimbing jiwa, mensucikan hati, dan menguatkan iman. Di dalam proses manasik haji, hamba beriman memperoleh pelajaran yg baik, hikmah yang mengesankan, dan manfaat yg mulia dalam masalah aqidah, ibadah, dan akhlaq. Haji hakekatnya merupakan diklat pembinaan keimanan yg akan meluluskan orang beriman yang bertakwa serta hamba Allah yang diberi taufiq. Allah berfirman yang artinya ,” dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka..” (Qs. Al–Hajj : 27-28)
Manfaat haji sungguh tak terhitung. Begitu juga dengan hikmah dan pelajaran yg bisa dipetik.Sesungguhnya firman Allah dalam ayat (manaafi’) ia adalah jamak dari manfaat. Kata ini tampil dalam bentuk nakirah menunjukkan banyaknya manfaat yang terkandung di dalamnya.
Ditunjukkannya menfaat-manfaat ini adalah perkara yang dimaksudkan dalam ibadah haji karena huruf lam pada firman Allah ( supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka ) adalah lamta’lil yang berkaitan dengan firman-Nya ( dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus ) .
Maksudnya, jika kamu seru mereka untuk berhaji niscaya mereka akan mendatangimu dengan berjalan kaki atau berkendaraan supaya mereka menyaksikan manfaat-manfaat haji. Artinya, ia menghadirkan manfaat tersebut dan yang dimaksud dengan menghadirkan manfaat adalah ia menghasilkan dan mengambil manfaat dari hajinya.
Oleh karena itu, diantara bentuk kehormatan bagi hamba yang Allah beri taufiq dan kemudahan dalam melaksanakan ketaatan dan ibadah ini yaitu Allah berikan semangat yang tinggi dalam memperoleh manfaat, faidah, dan pelajaran dari hajinya. Di saat yang sama, ia juga mengharapkan pahala yang besar, pengampunan dosa, dan penghapusan keburukan.
Rasulullah bersabda, yang artinya “Barangsiapa yang berhaji ke Baitullah dan ia tidak melakukan keburukan ataupun kefasikan, ia akan kembali seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya”. (HR Bukhari, 1820 dan Muslim ,1350).
Sebagaimana Rasulullah juga bersabda, yang artinya : “ Iringilah haji dengan umroh, maka sesungguhnya keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pandai besi menghilangkan karat besi.” (HR Nasa’I, Sunan An Nasa’I (V/115). Dishahihkan oleh Al Albany dalam Shahih Al Jami’ (2901).
Pantaslah bagi orang yang memperoleh keuntungan dan memenangkan harta yang berharga ini untuk kembali ke negerinya dalam keadaan yang suci, jiwa yang baik, dan kehidupan baru yang dipenuhi oleh iman dan takwa serta kebaikan, perbaikan diri, keistiqamahan, dan senantiasa mentaati Allah ‘Azza wa Jalla.
Para ulama menyebutkan bahwa perbaikan serta penyucian diri ini jika terdapat pada seorang hamba maka itu adalah tanda keridhaan dan tanda hajinya diterima. Jika seseorang keadaannya makin baik setelah haji dimana ia berubah dari yang tadinya buruk menjadi baik, dan yang tadinya baik menjadi lebih baik lagi, maka sungguh itu adalah tanda kebaikan dalam memaknai hajinya. Karena diantara bentuk balasan kebaikan adalah diberikan kebaikan yang lain.
Allah berfirman:, yang artinya “tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).”(Qs. Ar Rahman : 60).
Orang yang berhasil dalam ibadah hajinya dan berusaha menyempurnakannya serta menjauhi pengurang dan perusaknya maka ia keluar dengan kondisi yang lebih baik dan memiliki kecenderungan pada kebaikan.
Dalam sebuah hadits sahih , Nabi bersabda, yang artinya “Haji yang mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga”( Shahih Muslim ,1349).
Tidak diragukan lagi bahwa semua yang melaksanakan ibadah haji sangat mengharapkan hajinya mabrur dan usaha serta amal shalihnya diterima. Ciri yang jelas untuk haji yang mabrur dan diterima adalah bila seseorang menunaikannya dengan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan sunnah Rasulullah yang mana kedua hal ini adalah syarat diterimanya semua jenis ibadah.
Kemudian keadaannya setelah haji jauh lebih baik daripada sebelumnya. Maka ada dua ciri haji yang diterima: yang pertama ada pada saat haji berlangsung dimana seseorang itu ikhlas karena Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah dan ciri yang kedua ada setelah haji yaitu adanya perbaikan keadaan seseorang setelah haji yang ditandai dengan bertambahnya ketaatan kepada Allah, menjauhi dosa dan maksiat, dan ia memulai hidupnya dengan lebih baik yang dihiasi dengan kebaikan, perbaikan diri, dan istiqamah.
Hal yang perlu diperhatikan disini bahwa seorang muslim tidak memiliki kemampuan untuk memastikan amalannya diterima sebaik apapun dia berusaha.
Allah berfirman menjelaskan keadaan orang mukmin yang sempurna dan keadaan mereka yang mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai ketaatan.
Sebagaimana firman-Nya yang artinya, “ dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka” ( Qs. Al Mu’minun : 60).
Maksudnya, mereka melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka dari ibadah, diantaranya shalat, zakat, haji, puasa, dan selainnya. Mereka takut tidak diterimanya amalan dan ketaatan mereka saat mempersembahkannya kepada Allah dan ketika berdirinya mereka dihadapan Allah.
Imam Ahmad meriwayatkan dalam musnadnya dari Aisyah berkata: “ Aku bertanya wahai Rasulullah maksud ayat (dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut) Apakah dia seseorang yang berzina dan minum khamr? Rasulullah menjawab: tidak wahai putri Abu Bakr, atau putri Ash-Shiddiq, akan tetapi dia adalah orang yang berpuasa, shalat, dan shadaqah, ia takut Allah tidak menerima amalannya”. (Al Musnad ,25705)
Hasan Al-Bashri berkata bahwa ‘ Sesungguhnya seorang mukmin menggabungkan antara iman dan takut, sedangkan munafik ia menggabungkan antara keburukan dan perasaan tenang ‘.( Diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dalam Az Zuhd , 985).
Sungguh telah terjadi sejak zaman dahulu dan kini dimana sebagian orang setelah selesai melaksanakan ibadah ini mengucapkan kepada yang lain: “Semoga Allah menerima ibadah kami dan kalian dan semua orang pun mengharapkan hajinya diterima”( Ibnu Bathah dalam Al Ibanah (II/873) : “Begitu juga orang yang telah selesai melaksanakan haji dan umrah apabila ditanya tentang hajinya, ia berkata:”Sungguh kami telah berhaji dan tidak tersisa kecuali harapan diterima”. Sebagaimana doa sebagian manusia untuk diri mereka dan orang lain:” Ya Allah terimalah puasa dan zakat kami” maka dikatakan bagi orang yang berhaji:”Semoga Allah menerima hajimu dan mensucikan amal mu”. Begitupun dengan orang yang selesai melaksanakan puasa ramadhan, mereka berkata:”Semoga Allah menerima puasa kami dan kalian”. Hal ini telah berlangsung sejak dulu dan orang yang
belakangan mencontoh hal tersebut dari pendahulu mereka.).
Allah telah menceritakan di dalam Al Qur’an bahwasanya Nabi-Nya Ibrahim as dan puteranya, Ismail as setelah selesai membangun ka’bah mereka berdua mengucapkan sebuah doa.
Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya ,” dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan Kami terimalah dari kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui".”(Qs. Al Baqarah : 127).
Keduanya beramal shalih kemudian meminta kepada Allah agar amalnya diterima. Diriwayatkan Abu Hatim dari Wuhaib bin Al Ward bahwasanya beliau membaca ayat ini kemudian beliau menangis dan berkata:”Wahai Kekasih Ar Rahman.. Engkau meninggikan rumah Ar Rahman sedangkan engkau takut amal mu tidak diterima”.( Diriwayatkan oleh Abu Hatim dalam tafsirnya sebagaimana yang ada di tafsir Ibnu Katsir (I/254)).
Jika keadaan seorang Imam hmba yang hanif dan panutan orang-orang yg bertauhid seperti ini, maka bagaimana dengan kita. Kita memohon kepada Allah penerimaan dan taufiq untuk semuanya dan agar orang-orang yang berhaji ke baitullah senantiasa dalam keselamatan dan ampunan. Semoga Allah menerima amal shalih kami dan kalian dan semoga Allah menunjuki kita semua jalan yang lurus. Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Mulia.
Allahu ‘alam.
Sumber : Al-hajji wal ishlaah, Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr
Tidak ada komentar:
Posting Komentar