Dalam suatu riwayat diceritakan, suatu ketika Ibn Mas’ud memanjat pohon ara sehingga tampak betisnya yang kecil (kerempeng). Maka tertawalah para sahabat yang melihatnya. Ibn Mas’ud adalah laki-laki yang ukuran tubuhnya sebesar burung pipit, kurus dan pendek, hingga tinggi badannya tidak berbeda dengan orang lain yang sedang duduk. Kedua betisnya kecil dan tidak berisi. Melihat tawa itu, Rasulullah segera bersabda, yang artinya ,” Apakah kamu menertawakan kecilnya betis Ibnu Mas’ud. Demi Allah yang diriku dalam kekuasaan-Nya, bahwa kedua betisnya itu timbangannya lebih berat daripada gunung Uhud “ . (Hr Thayalisi dan Ahmad).
Saudaraku, sungguh Allah melarang memperolokkan orang lain. Sehingga tidak boleh seorang hamba mukmin yang mengenal Allah dan mengharapkan kebahagiaan kehidupan , memperolokkan orang lain. Sebab dalam hal ini ada unsur kesombongan yang tersembunyi dan penghinaan terhadap orang lain.
Hal itu menunjukkan kebodohan tentang neraca kebajikan di sisi Allah. Allah mengatakan,” Jangan ada sutu kaum memperolokkan kaum lainnya, sebab barangkali mereka yang diperolokkan itu lebih baik daripada yang memperolokkan, dan jangan pula perempuan memperolokkan perempuan lain, sebab barangkali mereka yang diperolokkan itu lebih baik daripada mereka yang memperolokkan.”.
Yang dinamakan baik dalam pandangan allah, ialah iman, ikhlas dan mengadakan kontak yang baik dengan Allah. Bukan dinilai dari rupa, badan, pangkat dan kekayaan.
Sebagaimana Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan kekayaan kalian, tetapi Allah melihat hati dan amal kalian, “ (Hr Muslim).
Jangan memberi gelar yang buruk
Dan umumnya yang bergandengan dengan tindakan memperolokkan itu adalah memberi gelar / panggilan yang tidak baik kepada orang lain. Termasuk dalam kegiatan mencela, adalah memberi beberapa gelar yang tidak baik , yaitu suatu panggilan yang tidak layak dan tidak menyenangkan. Dan mengandung unsur penghinaan dan celaan.
Tidak layak bagi kita untuk berbuat jahat kepada orang lain. Dengan memanggil kawan kita dengan gelar yang tidak menyenangkan bahkan menjengkelkan. Tindakan ini bisa menyebabkan timbulnya kebencian dan permusuhan sesame kawan serta hilangnya jiwa kesopanan dan perasaaan lebih tinggi dari orang lain.
Sungguh indah apa yang telah dicontohkan Rasulullah. Dimana ketika Rasulullah jika berbincang dengan para sahabatnya selalu berusaha menghormati dengan cara duduk yang penuh perhatian, ikut tersenyum jika sahabatnya melucu, dan ikut merasa takjub ketika sahabatnya mengisahkan hal yang mempesona, sehingga setiap orang merasa dirinya sangat diutamakan oleh Rasulullah.
Saudaraku , pujilah dengan tulus dan tepat terhadap sesuatu yang layak dipuji sambil kita kaitkan dengan kebesaran Allah sehingga yang dipuji pun teringat akan asal muasal nikmat yang diraihnya, nyatakan terima kasih dan do’akan.
Bukankah ini sangat indah dan membahagiakan. Dan ingat jangan pernah kikir untuk berterima kasih.
Sumber : Halal wal haram fil Islam, Yusuf Qaradhawi.
Rabu, 28 September 2011
Selasa, 27 September 2011
Memikirkan berarti mengundang
Anda perlu waspada terhadap apa yang anda pikir dan rasakan. Karena pikiran dan perasaan anda esensinya adalah doa. Dan hukum daya tarik menarik menyatakan bahwa anda menarik segala sesuatu yang anda pikir dan rasakan tanpa mempedulikan apakah anda menginginkan atau tidak. ‘ Semua yang terjadi diluar adalah serupa dengan yang terjadi didalam diri manusia yaitu pikiran dan perasaanya’ (Charles Brodie)
Tanpa kecuali, apapun yang anda beri fokus perhatian dengan memikirkannya, terlepas apakah itu adalah pikiran negatif atau positif, berarti anda langsung mulai menarik hal itu untuk hadir dalam hidup anda. Tanpa peduli apakah itu merupakan hal yang positif (anda inginkan) atau negatif (tidak anda inginkan).
Alam vibrasi kuantum langsung merespons pikiran sesuai sifatnya. Iatidak meminta konfirmasi anda tentang yang baik atau buruk. Yaitu fokus ‘per-hati-an’ anda .
Kalau anda fokus memikirkan sesuatu yang anda sukai, berarti anda sedang mengatakan ; ‘ya datanglah (kirimkanlah)..... karena inilah yang saya suka’.
Dan ketika anda fokus memikirkan hal yang tidak anda sukai , itu berarti,andapun sedang mengatakan ;’ya datanglah (kirimkanlah) ...karena inilah yang tidak saya sukai’.
Sekali lagi, alam semesta tidak bertanya apakah hal itu anda sukai atau tidak suka. Alam semesta melalui hukum daya tarik menariknya selalu memberikan (mengirimkan) apapun yang anda beri perhatian dalam bentuk pikiran dan perasaan anda.
Oleh karena doa itu terbuat dari pikiran, sementara kita berpikir (baik atau buruk) setiap saat, sesungguhnya kita berdoa setiap saat.
Sementara Allah menjanjikan bahwa setiap doa kita selalu dikabulkan. Semua yang kita inginkan sebetulnya sudah tersedia secara melimpah di alam semesta ini. Kita tinggal mengambilnya dengan piranti bernama doa (yang tepat). Persis seperti hubungan antara stasiun rado dengan pendengarnya.
Setiap stasiun radio sudah memancarkan frekuensinya diposisi tertentu. Untuk mendapatkan siaran RRI, misalnya kita sebagai pendengar tidak perlu menelepon ke stasiun RRI lebih dahulu dan meminta mereka mengarahkan frekuensinya ke pesawat radio penerima kita. Selama 24 jam siarannya selalu hadir ditempat kita masing-masing, kitalah yang harus mencarinya di radio masing-masing.
Demikianlah, para ilmuwan bahkan sekarang sudah menemukan pusat spiritualitas dibagian temporal lobe otak manusia yang mereka sebut dengan ‘God’s Spot’ . sirkuit saraf ini (jika diaktifkan) bisa berfungsi sebagai antene yang membuat kita ‘tersambung’ Dengan kekuatan Illahi.
Berdoalah kepada-Ku niscaya akan Kuperkenankan bagimu ... (Qs. Al-Mukmin ; 60)
Kalau Allah sudah menjanjikan bahwa doa (yang kita lakukan) pasti dikabulkan, sementara kita berdoa setiap saat, itu artinya ini doa kita sebenarnya sudah dikabulkan. Wujudnya adalah hidup kita. Hidup kitalah hasil doa kita selama ini. Hasil dari pikiran kita selama ini, baik pikiran yang positif maupun negatif. Kalau doa kita baik, kita akan mendapatkannya yang baik. Sebaliknya, kalau doa kita tidak baik, itu pula yang akan kita peroleh.
Hadits diriwayatkan oleh Ibn Husain : ‘ Aku berkata kepada semua penduduk langit dan bumi ; ’Mintalah kepada-Ku. Aku-pun lalu memberikan kepada masing-masing orang, Pikiran apa yang terpikir pada semuanya’
Sumber kutipan : Erbe Sentanu, Quantum Ikhlas
Tanpa kecuali, apapun yang anda beri fokus perhatian dengan memikirkannya, terlepas apakah itu adalah pikiran negatif atau positif, berarti anda langsung mulai menarik hal itu untuk hadir dalam hidup anda. Tanpa peduli apakah itu merupakan hal yang positif (anda inginkan) atau negatif (tidak anda inginkan).
Alam vibrasi kuantum langsung merespons pikiran sesuai sifatnya. Iatidak meminta konfirmasi anda tentang yang baik atau buruk. Yaitu fokus ‘per-hati-an’ anda .
Kalau anda fokus memikirkan sesuatu yang anda sukai, berarti anda sedang mengatakan ; ‘ya datanglah (kirimkanlah)..... karena inilah yang saya suka’.
Dan ketika anda fokus memikirkan hal yang tidak anda sukai , itu berarti,andapun sedang mengatakan ;’ya datanglah (kirimkanlah) ...karena inilah yang tidak saya sukai’.
Sekali lagi, alam semesta tidak bertanya apakah hal itu anda sukai atau tidak suka. Alam semesta melalui hukum daya tarik menariknya selalu memberikan (mengirimkan) apapun yang anda beri perhatian dalam bentuk pikiran dan perasaan anda.
Oleh karena doa itu terbuat dari pikiran, sementara kita berpikir (baik atau buruk) setiap saat, sesungguhnya kita berdoa setiap saat.
Sementara Allah menjanjikan bahwa setiap doa kita selalu dikabulkan. Semua yang kita inginkan sebetulnya sudah tersedia secara melimpah di alam semesta ini. Kita tinggal mengambilnya dengan piranti bernama doa (yang tepat). Persis seperti hubungan antara stasiun rado dengan pendengarnya.
Setiap stasiun radio sudah memancarkan frekuensinya diposisi tertentu. Untuk mendapatkan siaran RRI, misalnya kita sebagai pendengar tidak perlu menelepon ke stasiun RRI lebih dahulu dan meminta mereka mengarahkan frekuensinya ke pesawat radio penerima kita. Selama 24 jam siarannya selalu hadir ditempat kita masing-masing, kitalah yang harus mencarinya di radio masing-masing.
Demikianlah, para ilmuwan bahkan sekarang sudah menemukan pusat spiritualitas dibagian temporal lobe otak manusia yang mereka sebut dengan ‘God’s Spot’ . sirkuit saraf ini (jika diaktifkan) bisa berfungsi sebagai antene yang membuat kita ‘tersambung’ Dengan kekuatan Illahi.
Berdoalah kepada-Ku niscaya akan Kuperkenankan bagimu ... (Qs. Al-Mukmin ; 60)
Kalau Allah sudah menjanjikan bahwa doa (yang kita lakukan) pasti dikabulkan, sementara kita berdoa setiap saat, itu artinya ini doa kita sebenarnya sudah dikabulkan. Wujudnya adalah hidup kita. Hidup kitalah hasil doa kita selama ini. Hasil dari pikiran kita selama ini, baik pikiran yang positif maupun negatif. Kalau doa kita baik, kita akan mendapatkannya yang baik. Sebaliknya, kalau doa kita tidak baik, itu pula yang akan kita peroleh.
Hadits diriwayatkan oleh Ibn Husain : ‘ Aku berkata kepada semua penduduk langit dan bumi ; ’Mintalah kepada-Ku. Aku-pun lalu memberikan kepada masing-masing orang, Pikiran apa yang terpikir pada semuanya’
Sumber kutipan : Erbe Sentanu, Quantum Ikhlas
Senin, 19 September 2011
Perjuangan meredam riya'
Riya' mrp satu bagian dari syirik, seringkali sangat samar dan membuat kita terlena didalamnya. Sungguh riya itu samar sehingga sering menimpa seseorang padahal ia menyangka bahwa ia telah melakukan yg sebaik-baiknya. Alkisah ada seorang yg selalu sholat berjama’ah di shaf pertama, namun pada suatu hari ia terlambat sehingga sholat di saf kedua, ia pun merasa malu kepada jama’ah lain yang melihatnya sholat di shaf yang kedua. Maka tatkala itu ia sadar bahwasanya selama ini nyaman hatinya, tenangnya hatinya tatkala sholat di shaf pertama adalah karena pandangan manusia. Bukan semata-mata karena Allah. (Tazkiyatun Nufus). Riya' meskipun sekecil apapun , merupakan penggugur amal, dan bentuknya sangatlah banyak. Demikian juga amalan yg tidak dibangun diatas ittibaa' sunnah juga merupakan penggugur amalan. Sikap al-mann dalam hati terhadap Allah (yaitu merasa telah berbuat baik kepada Allah dengan mengungkit-ngungkit dan menyebut-nyebut kebaikan tersebut ) juga menghancurkan amalan.
Rasulullah pernah bersabda, yg artinya :“Kesyirikan itu lebih samar dari langkah kaki semut.” Abu Bakar bertanya, ”Wahai Rasulullah, bukankah kesyirikan itu ialah menyembah selain Allah atau berdoa kepada selain Allah disamping berdoa kepada selain Allah?”
Beliau bersabda, yg artinya .”Bagaimana engkau ini. Kesyirikan pada kalian lebih samar dari langkah kaki semut.” (Hr Abu Ya’la Al Maushili dlm Musnad-nya, tahqiq Irsya Al Haq Al Atsari 1/61-62. dishahihkan Al Albani dlm Shahih Al Targhib 1/91)
Rasulullah mengkhawatirkan bahaya riya’ atas umatnya melebihi kekhawatiran beliau terhadap bahaya Dajjal.
Sebagaimana dalam sabda beliau: “Maukah kalian aku beritahu sesuatu yang lebih aku takutkan menimpa kalian daripada Dajjal.” Kami menyatakan, “Tentu!” beliau bersabda “Syirik khafi (syirik yang tersembunyi). Yaitu seseorang mengerjakan shalat, lalu ia baguskan shalatnya karena ia melihat ada seseorang yang memandangnya.”
Secara bahasa, riya’ dari kata ru’yah (الرّؤية), maknanya penglihatan. Sehingga menurut bahasa hakikat riya’ adalah orang lain melihatnya tidak sesuai dengan hakikat sebenarnya. Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan, 'Riya’ ialah menampakkan ibadah dengan tujuan agar dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amal tersebut.' Riya' berbeda dengan sum’ah.
Jika riya’ adalah menginginkan agar amal kita dilihat orang lain, maka sum’ah berarti kita ingin ibadah kita didengar orang lain.
Ibnu Hajar menyatakan: “Adapun sum’ah sama dengan riya’. Akan tetapi ia berhubungan dengan indera pendengaran (telinga) sedangkan riya’ berkaitan dengan indera penglihatan (mata).”
Jadi, jika seorang beramal dengan tujuan ingin dilihat orang lain, maka inilah yg dinamakan riya’. Adapun jika beramal karena ingin didengar orang lain, seperti seseorang memperindah bacaan Al Qur’annya karena ingin disebut qari’, maka ini disebut sebagai sum’ah
Nabi Isa as, bersabda ."Jika orang berpuasa, maka hendaknya meminyaki rambutnya dan membasahi biirnya, supaya jika dilihat orang disangka tidak berpuasa, begitujuga ketika bersedekah hendaknya memberi dengan tangan kanan dan disembunyikan dari tangan kiri, dan jika sembahyang harus menutup tabir rumahnya, sebab Allah membagi pujian itu sebagaimana membagi rezeki,"
Rasulullah bersabda, yang artinya "Yang paling aku takutkan dari apa yang aku takutkan atas kamu ialah syirik ashghor, ditanya oleh para sahabat, apa maksudnya ya Rasulullah ? Beliau bersabda: riya' " ( al Hadits)
Secara fitrah manusia, pastilah senang jika dipuji apalagi saat pujian datang dari seseorang yang istimewa dalam pandangannya. Disamping itu , manusia juga memiliki kecenderungan takut dicela. Hal ini menyebabkan riya’ menjadi sangat samar dan tersembunyi. Terkadang, seorang merasa telah beramal ikhlas karena Allah, namun ternyata secara tak sadar ia telah terjerumus kedalam penyakit riya’.
Niat yang ikhlas amatlah diperlukan dalam setiap amal ibadah karena ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya suatu amal di sisi Allah. Sebuah niat dapat mengubah amalan kecil menjadi bernilai besar di sisi Allah dan sebaliknya, niatpun mampu mengubah amalan besar menjadi tidak bernilai sama sekali.
Ikhlas merupakan perkara yang sangat mulia, yang menjadikan pelakunya menjadi mulia di sisi Allah. Orang yang ikhlas hatinya hanya sibuk mengaharapkan keridhoan Allah dan tidak peduli dengan komentar dan penilaian manusia yang tidak memberi manfaat dan tidak memudharatkan. Yang paling penting adalah penilaian Allah terhadap amalannya.
Hudzaifah Ibnu Yaman pernah berkata, bahwa “Orang-orang bertanya pada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal-hal yang baik sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang hal-hal jelek agar aku terhindar dari kejelekan tersebut.” (HR Bukhari dan Muslim)
Para ulama menganalogikan riya' seperti semut hitam yang merayap di atas batu hitam di malam gelap gulita. Tak terlihat. Ia menyelusup , merayap, perlahan, lalu akhirnya mencairkan ikhlash dan memusnahkan pahala. Dia datang seperti waswaasil khannas, syaithan yang datang secara rahasia, tersembunyi di dasar hati, menyusup, dan menunggu kesempatan baik lalu akhirnya mendorong kejurang kesesatan.
Riya', sangat licin dan berbahaya. Dia akan terus mengelabui hati , sehingga ibadah yang semestinya hanya diniatkan untuk Allah semata menjadi membias, kabur, bahkan niat yang semula ikhlash tercemar sedikti demi sekikit tumbuhlah harapan agar manusia melihat ibadahnya.
Saudaraku, ada kisah salaf yang menunjukkan betapa mereka berjuang keras menjaga diri dari riya’ dan sum’ah. Mereka menghindari ketenaran dan popularitas. Mereka memelihara keikhlasan, mereka takut jika hati mereka terkontaminasi ujub (bangga diri).
Abu Zar’ah yahya bin Abu ‘Amr bercerita: Pernah Adh-Dhahhak bin Qais keluar untuk memohon hujan bersama-sama dengan orang-orang, tapi ternyata hujan tidak turun dan beliau juga tidak melihat awan.
Beliau berkata: “Dimana gerangan Yazid bin Al Aswad?” (dalam satu riwayat: tidak seorang pun yang menjawab pertanyaan beliau. Beliau pun bertanya lagi: “Dimana Yazid bin Al Aswad Al Jurasyi? Jika beliau mendengar, saya sangat berharap beliau berdiri.”)
“Ini saya”, seru Yazid.
“Berdirilah dan tolonglah kami ini di hadapan Allah. Jadilah kamu perantara(*) kami agar Allah menurunkan hujan kepada kami.”, kata Adh-Dhahhak bin Qais.
Kemudian Yazid pun berdiri seraya menundukkan kepala sebatas bahu serta menyingsing-kan lengan baju beliau kemudian berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya hamba-hamba-Mu ini memohon syafaatku kepada-Mu.” Beliau berdoa tiga kali dan seketika itu pula turunlah hujan yang sangat deras sehingga hampir terjadi banjir.
Kemudian beliau pun berkata: “Sesungguhnya kejadian ini membuat saya dikenal banyak orang. Bebaskanlah saya dari keadaan seperti ini.” Kemudian hanya berselang satu hari, yaitu Jum’at setelah peristiwa itu beliau pun wafat. (Riwayat Ibnu Sa’ad (7/248) dan Al Fasawi (2/239-pada penggal yang terakhir). Atsar ini shahih.
Imam al Ghazali membagi riya' dalam enam macam;
riya' dari badan; dalam tingkah-laku, dalam berpakaian, dalam ucapan, amal dan dalam menunjukkan banyaknya murid. Riya' dapat muncul dalam bentuk ingin menunjukkan kepada khalayak bahwa dirinya pintar dan banyak tahu tentang urusan agama. Bentuk ini adalah riya' yang jelas dan dekat kesombongan.
Yang lebih tersamar lagi, dia tidak ingin menunjukkan kepintarannya, serta ibadahnya namun manakala orang lain tidak mengakui eksistensinya, kurang dihormati, dia merasa kurang nyaman (heran) mengapa orang lain bersikap seperti itu kepadanya. Dia heran kenapa orang lain tidak tahu kemampuannya.
Dia berupaya bersembunyi untuk beramal, namun manakala orang lain mengetahuinya hatinya gembira, bahkan berharap agar ada orang yang memergokinya.
Jadi dari segi bentuk ada riya' yang jelas, riya' yang samar dan riya' yang tersamar. Riya' yang jelas nampak manakala dalam ibadah yang diketahui orang lain seseorang memperbagus tata-cara, memperlama sujud dan ruku, seperti nampaknya khusyu'. Tanpa adanya riya' ini dia tidak dapat beramal seperti itu, dan merasakan senang dalam beramal karenanya.
Riya' yang samar tidak mampu mewujudkan amal, namun dengannya menambah semangat untuk beramal. Bila dia bertahajut dan kebetulan ada tamu, bertambahlah semangatnya. Yang lebih samar dari ini, adanya orang lain tak memberi semangat amalannya, namun manakala ketika beramal terlihat oleh orang lain timbul rasa senang dan puas.
Tingkat yang terakhir adalah riya' tersamar. Dalam tingkatan ini tak ada rasa senang bila dipergoki sedang melakukan amaliah. Namun dia merasa heran kalau orang lain bersikap berbeda dengan apa yang dia harapkan. Heran kalau orang lain merendahkannya, dan kurang menghormatinya.
Saudaraku, riya' yang sangat halus kerjanya, yang tak pernah diketahui orang lain, namun sungguh berbahaya, ia mampu menghancurkan ikhlash, menghancurkan pahala dan hanya menyisakan kesia-siaan .
Lalu bagiman usaha kita, ya tentu jalan satu-satunya adalah berlindung kepada Rabb manusia yaitu Allah sebagai satu-satunya tempat berlindung dan sebaik-baiknya tempat berlindung.
Abu Abdullah Al-Quraisyi pernah berkata, 'Siapa yang tidak puas dengan pendengaran dan penglihatan Allah dalam amal perbuatan dan perkataannya, maka pasti kemasukan riya,'
Abdul Khair Al-Aqtha', berkata 'Siapa yang ingin amalnya diketahui orang, maka itu riya' dan siapa yang ingin diketahui oleh orang hal keistimewaannya maka ia adalah pendusta,'
Abdul Abbas Al-Marsy, pernah berkata 'Siapa yang ingin terkenal maka ia budaknya terkenal, dan siapa yang ingin tersembunyi maka ia budaknya tersembunyi, dan siapa yang benar-benar merasa sebagai hamba Allah, maka terserah kepada Allah apakah ditampakkan atau disembunyikan. Yakni sama saja yang penting ia beramal karena Allah,'
Hammad bin Zaid , berkata: 'Saya pernah berjalan bersama Ayyub tapi beliau melewati jalan-jalan yang membuat diriku heran dan bertanya-tanya kenapa beliau sampai berbuat seperti ini (berputar-putar melewati beberapa jalan kecil). Ternyata beliau berbuat seperti itu karena beliau tidak mau orang-orang mengenal beliau dan berkata: ‘Ini Ayyub, ini Ayyub! Ayyub datang, Ayyub datang!' (Riwayat Ibnu Sa’ad dan lainnya).
Hammad berkata lagi: ' Ayyub pernah membawa saya melewati jalan yang lebih jauh, maka sayapun berkata: ‘Jalan ini lebih dekat!’
Beliau menjawab: ‘Saya menghindari kumpulan orang-orang di jalan tersebut.’ Dan memang apabila dia memberi salam, akan dijawab oleh mereka dengan jawaban yang lebih baik dari jawaban kepada yang lainnya.
Dia berkata: ‘Ya Allah sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku tidak menginginkannya! Ya Allah sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku tidak menginginkannya!' (Riwayat Ibnu Sa’ad (7/248) dan Al Fawasi (2/239-pada penggal yang terakhir). Atsar ini shahih).
Sungguh beruntung hamba yang memperhatikan gerak gerik hatinya, yang selalu memperhatikan niatnya. Sudah banyak hamba yang lalai dari hal ini kecuali yang diberi taufik oleh Allah. Orang-orang yang lalai akan memandang kebaikan-kebaikan mereka pada hari kiamat menjadi kejelekan-kejelekan.
Sebagaimana dalam firman-Nya, yang artinya ," Dan (jelaslah) bagi mereka akibat buruk dari apa yang telah mereka perbuat dan mereka diliputi oleh pembalasan yang mereka dahulu selalu memperolok-olokkannya.” (Qs. Az-Zumar : 48). Sebagaimana dalam firman-Nya, yang artinya , “Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (Qs. Al Kahfy: 104).
Riya’ adakalanya sangat samar namun dan berbahaya. Ia membutuhkan pengobatan dan terapi serta bermujahadah (bersungguh-sungguh) supaya dapt terhindar darinya , sambil tetap meminta pertolongan Allah Ta’ala untuk menolaknya. Karena seorang hamba selalu membutuhkan pertolongan dan bantuan dari Allah. Seorang hamba tidak akan mampu melakukan sesuatu kecuali dengan bantuan dan anugerah Allah.
Sebagaimana , Rasulullah mengajarkan kepada kita dalam sabda beliau, yang artinya ," Wahai sekalian manusia, peliharalah diri dari kesyirikan karena ia lebih samar dari langkah kaki semut.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana cara kami memelihara diri darinya padahal ia lebih samar dari langkah kaki semut?” beliau menjawab, yang artinya “Katakanlah: ‘Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik yang kami ketahui. Dan kami mohon ampunan kepada-Mu dari apa yang tidak kami ketahui.’” (HR. Ahmad)
Salah satu upaya meredam riya’ adalah dengan menyembunyikan amalan. Hal ini dilakukan oleh para alim sehingga amalan yang dilakukan tidak tercampuri riya’. Mereka tidak memberikan kesempatan kepada setan untuk mengganggunya. Para ulama menegaskan bahwa menyembunyikan amalan hanya dianjurkan untuk amalan yang bersifat sunnah.
Sedangkan amalan yang wajib tetap ditampakkan. Sebagian dari ulama ada yang menampakkan amalan sunnahnya agar dijadikan contoh dan diikuti manusia. Mereka menampakkannya dan tidak menyembunyikannya, dengan syarat merasa aman dari riya’. Hal ini tentu tidak akan bisa kecuali karena kekuatan iman dan keyakinan yang kuat .
Sesungguhnya pujian dan sanjungan orang lain kepada kita tidaklah akan merubah hakikat kita di hadapan Allah Yang maha Mengetahui , apa yang nampak dan tersembunyi. Orang lain boleh terperdaya dengan penampilan kita , dengan indahnya perkataan kita atau tulisan-tulisan kita, akan tetapi kitalah yang lebih tahu tentang hakikat diri kita yang penuh lumuran dosa. (Muhammad bin waasi' rahimahullah)
Allahu a'lam
Sumber : Sittu Duror, Syaikh Muhammad At Tamimi. Abu ‘Isa ‘Abdullah bin Salam, Abu Muhsin Firanda Andirja Lc., Menggapai Tingkatan Shufi & Waliyullah , Ahmad Bin Atha'illah As-Sakandary.
Rasulullah pernah bersabda, yg artinya :“Kesyirikan itu lebih samar dari langkah kaki semut.” Abu Bakar bertanya, ”Wahai Rasulullah, bukankah kesyirikan itu ialah menyembah selain Allah atau berdoa kepada selain Allah disamping berdoa kepada selain Allah?”
Beliau bersabda, yg artinya .”Bagaimana engkau ini. Kesyirikan pada kalian lebih samar dari langkah kaki semut.” (Hr Abu Ya’la Al Maushili dlm Musnad-nya, tahqiq Irsya Al Haq Al Atsari 1/61-62. dishahihkan Al Albani dlm Shahih Al Targhib 1/91)
Rasulullah mengkhawatirkan bahaya riya’ atas umatnya melebihi kekhawatiran beliau terhadap bahaya Dajjal.
Sebagaimana dalam sabda beliau: “Maukah kalian aku beritahu sesuatu yang lebih aku takutkan menimpa kalian daripada Dajjal.” Kami menyatakan, “Tentu!” beliau bersabda “Syirik khafi (syirik yang tersembunyi). Yaitu seseorang mengerjakan shalat, lalu ia baguskan shalatnya karena ia melihat ada seseorang yang memandangnya.”
Secara bahasa, riya’ dari kata ru’yah (الرّؤية), maknanya penglihatan. Sehingga menurut bahasa hakikat riya’ adalah orang lain melihatnya tidak sesuai dengan hakikat sebenarnya. Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan, 'Riya’ ialah menampakkan ibadah dengan tujuan agar dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amal tersebut.' Riya' berbeda dengan sum’ah.
Jika riya’ adalah menginginkan agar amal kita dilihat orang lain, maka sum’ah berarti kita ingin ibadah kita didengar orang lain.
Ibnu Hajar menyatakan: “Adapun sum’ah sama dengan riya’. Akan tetapi ia berhubungan dengan indera pendengaran (telinga) sedangkan riya’ berkaitan dengan indera penglihatan (mata).”
Jadi, jika seorang beramal dengan tujuan ingin dilihat orang lain, maka inilah yg dinamakan riya’. Adapun jika beramal karena ingin didengar orang lain, seperti seseorang memperindah bacaan Al Qur’annya karena ingin disebut qari’, maka ini disebut sebagai sum’ah
Nabi Isa as, bersabda ."Jika orang berpuasa, maka hendaknya meminyaki rambutnya dan membasahi biirnya, supaya jika dilihat orang disangka tidak berpuasa, begitujuga ketika bersedekah hendaknya memberi dengan tangan kanan dan disembunyikan dari tangan kiri, dan jika sembahyang harus menutup tabir rumahnya, sebab Allah membagi pujian itu sebagaimana membagi rezeki,"
Rasulullah bersabda, yang artinya "Yang paling aku takutkan dari apa yang aku takutkan atas kamu ialah syirik ashghor, ditanya oleh para sahabat, apa maksudnya ya Rasulullah ? Beliau bersabda: riya' " ( al Hadits)
Secara fitrah manusia, pastilah senang jika dipuji apalagi saat pujian datang dari seseorang yang istimewa dalam pandangannya. Disamping itu , manusia juga memiliki kecenderungan takut dicela. Hal ini menyebabkan riya’ menjadi sangat samar dan tersembunyi. Terkadang, seorang merasa telah beramal ikhlas karena Allah, namun ternyata secara tak sadar ia telah terjerumus kedalam penyakit riya’.
Niat yang ikhlas amatlah diperlukan dalam setiap amal ibadah karena ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya suatu amal di sisi Allah. Sebuah niat dapat mengubah amalan kecil menjadi bernilai besar di sisi Allah dan sebaliknya, niatpun mampu mengubah amalan besar menjadi tidak bernilai sama sekali.
Ikhlas merupakan perkara yang sangat mulia, yang menjadikan pelakunya menjadi mulia di sisi Allah. Orang yang ikhlas hatinya hanya sibuk mengaharapkan keridhoan Allah dan tidak peduli dengan komentar dan penilaian manusia yang tidak memberi manfaat dan tidak memudharatkan. Yang paling penting adalah penilaian Allah terhadap amalannya.
Hudzaifah Ibnu Yaman pernah berkata, bahwa “Orang-orang bertanya pada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal-hal yang baik sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang hal-hal jelek agar aku terhindar dari kejelekan tersebut.” (HR Bukhari dan Muslim)
Para ulama menganalogikan riya' seperti semut hitam yang merayap di atas batu hitam di malam gelap gulita. Tak terlihat. Ia menyelusup , merayap, perlahan, lalu akhirnya mencairkan ikhlash dan memusnahkan pahala. Dia datang seperti waswaasil khannas, syaithan yang datang secara rahasia, tersembunyi di dasar hati, menyusup, dan menunggu kesempatan baik lalu akhirnya mendorong kejurang kesesatan.
Riya', sangat licin dan berbahaya. Dia akan terus mengelabui hati , sehingga ibadah yang semestinya hanya diniatkan untuk Allah semata menjadi membias, kabur, bahkan niat yang semula ikhlash tercemar sedikti demi sekikit tumbuhlah harapan agar manusia melihat ibadahnya.
Saudaraku, ada kisah salaf yang menunjukkan betapa mereka berjuang keras menjaga diri dari riya’ dan sum’ah. Mereka menghindari ketenaran dan popularitas. Mereka memelihara keikhlasan, mereka takut jika hati mereka terkontaminasi ujub (bangga diri).
Abu Zar’ah yahya bin Abu ‘Amr bercerita: Pernah Adh-Dhahhak bin Qais keluar untuk memohon hujan bersama-sama dengan orang-orang, tapi ternyata hujan tidak turun dan beliau juga tidak melihat awan.
Beliau berkata: “Dimana gerangan Yazid bin Al Aswad?” (dalam satu riwayat: tidak seorang pun yang menjawab pertanyaan beliau. Beliau pun bertanya lagi: “Dimana Yazid bin Al Aswad Al Jurasyi? Jika beliau mendengar, saya sangat berharap beliau berdiri.”)
“Ini saya”, seru Yazid.
“Berdirilah dan tolonglah kami ini di hadapan Allah. Jadilah kamu perantara(*) kami agar Allah menurunkan hujan kepada kami.”, kata Adh-Dhahhak bin Qais.
Kemudian Yazid pun berdiri seraya menundukkan kepala sebatas bahu serta menyingsing-kan lengan baju beliau kemudian berdoa: “Ya Allah, sesungguhnya hamba-hamba-Mu ini memohon syafaatku kepada-Mu.” Beliau berdoa tiga kali dan seketika itu pula turunlah hujan yang sangat deras sehingga hampir terjadi banjir.
Kemudian beliau pun berkata: “Sesungguhnya kejadian ini membuat saya dikenal banyak orang. Bebaskanlah saya dari keadaan seperti ini.” Kemudian hanya berselang satu hari, yaitu Jum’at setelah peristiwa itu beliau pun wafat. (Riwayat Ibnu Sa’ad (7/248) dan Al Fasawi (2/239-pada penggal yang terakhir). Atsar ini shahih.
Imam al Ghazali membagi riya' dalam enam macam;
riya' dari badan; dalam tingkah-laku, dalam berpakaian, dalam ucapan, amal dan dalam menunjukkan banyaknya murid. Riya' dapat muncul dalam bentuk ingin menunjukkan kepada khalayak bahwa dirinya pintar dan banyak tahu tentang urusan agama. Bentuk ini adalah riya' yang jelas dan dekat kesombongan.
Yang lebih tersamar lagi, dia tidak ingin menunjukkan kepintarannya, serta ibadahnya namun manakala orang lain tidak mengakui eksistensinya, kurang dihormati, dia merasa kurang nyaman (heran) mengapa orang lain bersikap seperti itu kepadanya. Dia heran kenapa orang lain tidak tahu kemampuannya.
Dia berupaya bersembunyi untuk beramal, namun manakala orang lain mengetahuinya hatinya gembira, bahkan berharap agar ada orang yang memergokinya.
Jadi dari segi bentuk ada riya' yang jelas, riya' yang samar dan riya' yang tersamar. Riya' yang jelas nampak manakala dalam ibadah yang diketahui orang lain seseorang memperbagus tata-cara, memperlama sujud dan ruku, seperti nampaknya khusyu'. Tanpa adanya riya' ini dia tidak dapat beramal seperti itu, dan merasakan senang dalam beramal karenanya.
Riya' yang samar tidak mampu mewujudkan amal, namun dengannya menambah semangat untuk beramal. Bila dia bertahajut dan kebetulan ada tamu, bertambahlah semangatnya. Yang lebih samar dari ini, adanya orang lain tak memberi semangat amalannya, namun manakala ketika beramal terlihat oleh orang lain timbul rasa senang dan puas.
Tingkat yang terakhir adalah riya' tersamar. Dalam tingkatan ini tak ada rasa senang bila dipergoki sedang melakukan amaliah. Namun dia merasa heran kalau orang lain bersikap berbeda dengan apa yang dia harapkan. Heran kalau orang lain merendahkannya, dan kurang menghormatinya.
Saudaraku, riya' yang sangat halus kerjanya, yang tak pernah diketahui orang lain, namun sungguh berbahaya, ia mampu menghancurkan ikhlash, menghancurkan pahala dan hanya menyisakan kesia-siaan .
Lalu bagiman usaha kita, ya tentu jalan satu-satunya adalah berlindung kepada Rabb manusia yaitu Allah sebagai satu-satunya tempat berlindung dan sebaik-baiknya tempat berlindung.
Abu Abdullah Al-Quraisyi pernah berkata, 'Siapa yang tidak puas dengan pendengaran dan penglihatan Allah dalam amal perbuatan dan perkataannya, maka pasti kemasukan riya,'
Abdul Khair Al-Aqtha', berkata 'Siapa yang ingin amalnya diketahui orang, maka itu riya' dan siapa yang ingin diketahui oleh orang hal keistimewaannya maka ia adalah pendusta,'
Abdul Abbas Al-Marsy, pernah berkata 'Siapa yang ingin terkenal maka ia budaknya terkenal, dan siapa yang ingin tersembunyi maka ia budaknya tersembunyi, dan siapa yang benar-benar merasa sebagai hamba Allah, maka terserah kepada Allah apakah ditampakkan atau disembunyikan. Yakni sama saja yang penting ia beramal karena Allah,'
Hammad bin Zaid , berkata: 'Saya pernah berjalan bersama Ayyub tapi beliau melewati jalan-jalan yang membuat diriku heran dan bertanya-tanya kenapa beliau sampai berbuat seperti ini (berputar-putar melewati beberapa jalan kecil). Ternyata beliau berbuat seperti itu karena beliau tidak mau orang-orang mengenal beliau dan berkata: ‘Ini Ayyub, ini Ayyub! Ayyub datang, Ayyub datang!' (Riwayat Ibnu Sa’ad dan lainnya).
Hammad berkata lagi: ' Ayyub pernah membawa saya melewati jalan yang lebih jauh, maka sayapun berkata: ‘Jalan ini lebih dekat!’
Beliau menjawab: ‘Saya menghindari kumpulan orang-orang di jalan tersebut.’ Dan memang apabila dia memberi salam, akan dijawab oleh mereka dengan jawaban yang lebih baik dari jawaban kepada yang lainnya.
Dia berkata: ‘Ya Allah sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku tidak menginginkannya! Ya Allah sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku tidak menginginkannya!' (Riwayat Ibnu Sa’ad (7/248) dan Al Fawasi (2/239-pada penggal yang terakhir). Atsar ini shahih).
Sungguh beruntung hamba yang memperhatikan gerak gerik hatinya, yang selalu memperhatikan niatnya. Sudah banyak hamba yang lalai dari hal ini kecuali yang diberi taufik oleh Allah. Orang-orang yang lalai akan memandang kebaikan-kebaikan mereka pada hari kiamat menjadi kejelekan-kejelekan.
Sebagaimana dalam firman-Nya, yang artinya ," Dan (jelaslah) bagi mereka akibat buruk dari apa yang telah mereka perbuat dan mereka diliputi oleh pembalasan yang mereka dahulu selalu memperolok-olokkannya.” (Qs. Az-Zumar : 48). Sebagaimana dalam firman-Nya, yang artinya , “Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (Qs. Al Kahfy: 104).
Riya’ adakalanya sangat samar namun dan berbahaya. Ia membutuhkan pengobatan dan terapi serta bermujahadah (bersungguh-sungguh) supaya dapt terhindar darinya , sambil tetap meminta pertolongan Allah Ta’ala untuk menolaknya. Karena seorang hamba selalu membutuhkan pertolongan dan bantuan dari Allah. Seorang hamba tidak akan mampu melakukan sesuatu kecuali dengan bantuan dan anugerah Allah.
Sebagaimana , Rasulullah mengajarkan kepada kita dalam sabda beliau, yang artinya ," Wahai sekalian manusia, peliharalah diri dari kesyirikan karena ia lebih samar dari langkah kaki semut.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana cara kami memelihara diri darinya padahal ia lebih samar dari langkah kaki semut?” beliau menjawab, yang artinya “Katakanlah: ‘Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik yang kami ketahui. Dan kami mohon ampunan kepada-Mu dari apa yang tidak kami ketahui.’” (HR. Ahmad)
Salah satu upaya meredam riya’ adalah dengan menyembunyikan amalan. Hal ini dilakukan oleh para alim sehingga amalan yang dilakukan tidak tercampuri riya’. Mereka tidak memberikan kesempatan kepada setan untuk mengganggunya. Para ulama menegaskan bahwa menyembunyikan amalan hanya dianjurkan untuk amalan yang bersifat sunnah.
Sedangkan amalan yang wajib tetap ditampakkan. Sebagian dari ulama ada yang menampakkan amalan sunnahnya agar dijadikan contoh dan diikuti manusia. Mereka menampakkannya dan tidak menyembunyikannya, dengan syarat merasa aman dari riya’. Hal ini tentu tidak akan bisa kecuali karena kekuatan iman dan keyakinan yang kuat .
Sesungguhnya pujian dan sanjungan orang lain kepada kita tidaklah akan merubah hakikat kita di hadapan Allah Yang maha Mengetahui , apa yang nampak dan tersembunyi. Orang lain boleh terperdaya dengan penampilan kita , dengan indahnya perkataan kita atau tulisan-tulisan kita, akan tetapi kitalah yang lebih tahu tentang hakikat diri kita yang penuh lumuran dosa. (Muhammad bin waasi' rahimahullah)
Allahu a'lam
Sumber : Sittu Duror, Syaikh Muhammad At Tamimi. Abu ‘Isa ‘Abdullah bin Salam, Abu Muhsin Firanda Andirja Lc., Menggapai Tingkatan Shufi & Waliyullah , Ahmad Bin Atha'illah As-Sakandary.
Kemuliaan membaca Al-Qur'an
Kewajiban bagi kita untuk selalu berinteraksi aktif dengan Al Qur`an, dan menjadikannya sbg sumber inspirasi, berpikir dan bertindak. Membaca Al Qur`an merupakan langkah awal dlm berinteraksi dengannya, untuk mengairahkan serta menghidupkan kembali semangat mengkaji lebih dalam Al Qur`an.
Allah berfirman, yg artinya ," Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang mu'min yg mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yg besar.” (QS. Al Isra : 9)
Dari riwayat Usman bin Affan ra, bahwa Rasulullah saw bersabda , yang artinya ," “Sebaik-baik kamu ialah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (Hr . Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Al-Bukhari dalam shahihnya).
Keutamaan Al-Qur’an yang terbesar adalah Al Quran merupakan kalam Allah Swt. Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan dengan penuh berkah. Al-Qur’an memberikan petunjuk manusia kepada jalan yang lurus. Tidak ada keburukan di dalamnya, oleh karena itu sebaik-baik manusia adalah mereka yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.
Allah swt telah menyatakan bahwa di dalam Al-Qur’an terdapat berbagai nasihat dan
perumpamaan, adab dan hukum serta sejarah tentang orang-orang yang terdahulu dan yang kemudian. Di samping itu, Allah swt juga menyuruh kita untuk memerhatikan dan mengamalkan adab-adabnya.
Al-Qur’an tidak akan pernah menjadi usang, meskipun selalu diulang- ulang . Allah swt memudahkannya untuk diingat dan dihafal dan menjamin keasliannya dari segala bentuk perubahan dan kejadian yang akan mengubahnya. Al-Qur’an tetap dipelihara dengan pujian Allah swt dan anugerah-Nya sepanjang masa. Dia memilih orang-orang yang pandai dan cakap untuk memelihara ilmu-ilmu Al-Qur’an dan mengumpulkan di dalamnya setiap ilmu yang dapat melapangkan dada orang-orang yang mempunyai keyakinan.
Allah swt memuliakan umat ini dengan kitab Al-Qur’an sebagai kalam terbaik dan Allah swt mengumpulkan di dalamnya segala yang diperlukan berupa berita orang-orang yang terdahulu dan yang kemudian, nasihatnasihat, berbagai perumpaan, adab dan kepastian hukum, serta hujah-hujah yang kuat dan jelas sebagai bukti keesaan-Nya dan perkara-perkara lainnya yang dibawa oleh rasul-rasul-Nya. Mudah-mudahan shalawat dan salam Allah swt tetap atas mereka , hamba-hamba yang paling mulia di sisi-Nya.
Al-Qur'an diturunkan untuk dibaca , direnungkan dan dipahami makna, perintah dan larangannya, kemudian diamalkan. Sehingga ia akan menjadi hujjah baginya di hadapan Tuhannya dan pemberi syafa'at baginya pada hari Kiamat. Allah telah menjamin bagi siapa yang membaca Al-Qur'an dan mengamalkan isi kandungannya tidak akan tersesat di dunia dan tidak celaka di akhirat, Sebagaimana firmanNya, yang artinya "Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka." (Thaha:123)
Saudaraku , banyak sekali kitab-kitab yang mengulas tentang keutamaan membaca Al Qur’an ini dikarenakan banyaknya dalil-dalil yang menunjukkan hal tersebut baik dalil-dalil yang bersumber dari Kitabullah maupun hadits-hadits Nabi saw.
Diriwayatkan Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, yang artinya ," “Orang yang membaca Al-Qur’an sedangkan dia mahir melakukannya, kelak mendapat tempat di dalam Syurga bersama-sama dengan rasul-rasul yang mulia lagi baik. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an, tetapi dia tidak mahir, membacanya tertegun-tegun dan Nampak agak berat lidahnya (belum lancar), dia akan mendapat dua pahala.” (Riwayat Bukhari dan Abul Husain Muslim bin Al-Hujjaj bin Muslim Al- Qusyaiy An-Nisabury dalam dua kitab Shahih mereka. (Hr. Bukhari - Muslim)
Diriwayatkan Abu Musa Al-Asy’aru ra, bahwa rasulullah saw bersabda , yang artinya ," “Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al-Qur’an adalah seperti buah Utrujjah yang baunya harum dan rasanya enak. Perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Al-Qur’an seperti buah kurma yang tidak berbau sedang rasanya enak dan manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca Al-Qur’an adalah seperti raihanah yang baunya harum sedang rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an adalah seperti hanzhalah yang tidak berbau sedang rasanya pahit.” (Hr. Bukhari - Muslim)
Diriwayatkan Umar bin Al-Kattab ra, bahwa Nabi saw bersabda, yang artinya , “Sesunggunya Allah swt mengangkat derajat beberapa golongan manusia dengan kalam ini dan merendahkan derajat golongan lainnya.” (Hr. Bukhari- Muslim)
Diriwayatkan Abu Umamah ra, bahwa ia medengar Rasulullah saw bersabda , yang artinya ," “Bacalah Al-Qur’an karena dia akan datang pada hari Kiamat sebagai juru syafaat bagi pembacanya.” (Hr .Riwayat Muslim)
Diriwayatkan Ibnu Umar ra, bahwa Baginda Nabi saw bersabda, yang artinya ," Tidak boleh iri hati, kecuali kepada dua seperti orang yaitu orang lelaki yang diberi Allah swt pengetahuan tentang Al-Qur’an dan diamalkannya sepanjang malam dan siang; dan orang lelaki yang dianugerahi Allah swt harta, kemudian dia menafkahkannya sepanjang malam dan siang.” (Hr. Bukhari - Muslim)
Dari Abdullah bin Mas’ud ra , bahwa Rasulullah pernah bersabda, yang artinya ," Tidak boleh iri hati, kecuali kepada dua macam orang yaitu orang lelaki yang dianugerahi Allah swt harta, kemudian dia membelanjakannya dalam keperluan yang benar. Dan orang lelaki yang dianugerahi Allah swt hikmah (Ilmu), kemudian dia memutuskan perkara dengannya dan mengajarkannya.”
Diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, yang artinya “Barangsiapa membaca satu huruf Kitab Allah, maka dia mendapat pahala satu kebaikan sedangkan satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim satu huruf, tetapi Alif, satu huruf dan Lam satu huruf serta Mim satu huruf.” (Hr . Abu Isa Muhammad bin Isa At-Tirmidzi dan katanya: hadits
Hasan Shahih)
Diriwayatkan Abu Said Al-Khudri ra bahwa Baginda Nabi saw bersabda, bahwa Allah berfirman, yang artinya , " “Barangsiapa disibukkan dengan mengkaji Al-Qur’an dan
menyebut nama-Ku, sehingga tidak sempat meminta kepada-Ku, maka Aku berikan kepadanya sebiak-baik pemberian yang Aku berikan kepada orang- orang yang meminta. Dan keutamaan kalam Allah atas perkataan lainnya adalah seperti, keutamaan Allah atas makhluk-Nya. (Hr. Tirmidzi dan katanya: hadits hasan)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, bahwa ia berkata katanya: Rasulullah saw pernah bersabda, yang artinya ," Sesungguhnya orang yang tidak terdapat dalam rongga
badannya sesuatu dari Al-Qur’an adalah seperti rumah yang roboh.” (Hr. Tirmidzi dan katanya: hadits hasan sahih)
Diriwayatkan Abdullah bin Amrin Ibnul Ash ra , bahwa Nabi saw bersabda, yang artinya ," Dikatakan kepada pembaca Al-Qur’an, bacalah dan naiklah serta bacalah dengan tartil seperti engkau membacanya di dunia karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca.” (Hr . Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’I, Tirmidzi berkata, hadits hasan sahaih)
Rasulullah saw pernah bersabda, yang artinya ,”Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga dari kalangan manusia.’ Beliau saw ditanya,’Siapa mereka wahai Rasulullah.’ Beliau saw menjawab,’mereka adalah Ahlul Qur’an, mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang khusus-Nya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Anas ra bahwa Rasulullah saw bersabda , yang artinya ," Barangsiapa membaca Al-Qur’an dan mengamalkan isinya, maka Allah memakaikan pada kedua orang tuanya di hari kiamat suatu mahkota yang sinarnya lebih bagus dari pada sinar matahari di rumah-rumah di dunia. Maka bagaimana tanggapanmu terhadap orang yang mengamalkan ini.” (Hr. Abu Dawud)
Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda , yang artinya ," Apakah salah seorang dari kalian suka jika ketika dia kembali kepada isterinya, di rumahnya dia mendapati tiga ekor unta yang sedang bunting lagi gemuk-gemuk?”
Kami menjawab, “Ya.”
Beliau bersabda, yang artinya “Tiga ayat yang dibaca oleh salah seorang dari kalian di dalam shalatnya adalah lebih baik daripada ketiga ekor unta yang bunting dan gemuk itu.” (HR. Muslim no. 802)
Ad-Darimi meriwayatkan dengan isnad dari Abdullah bin mas’ud , bahwa Nabi saw:
Bersabda, yang artinya ," Bacalah Al-Qur’an karena Allah tidak menyiksa hati yang menghayati Al-Qur’an. Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah jamuan Allah, maka siapa yang masuk di dalamnya, dia pun aman. Dan siapa mencintai Al-Qur’an, maka berilah kabar gembira.”
Dari Abdul Humaidi Al-Hamani, ian berkata “Aku bertanya kepada Sufyan Ath-Thauri, manakah yang lebih engkau sukai, orang yang berperang atau orang yang membaca Al-Qur’an?”
Sufyan menjawab: “Membaca Al-Qur’an. Karena Nabi saw bersabda. ‘Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.”
Mereka diberikan apa-apa yang diberikan kepada para nabi kecuali wahyu “Pada hari kiamat didatangkan para pembaca Al Qur’an lalu Allah azza jalla berkata,’kalianlah wadah perkataan-Ku (Al Qur’an) maka aku berikan kepada kalian apa-apa yang Aku berikan kepada para nabi kecuali wahyu.” …… (Fadhoilul Qur’an hal 9 – 11)
Ibrahim Al-Khawash ra. berkata: “Obat penyembuh hati ada lima perkara, yaitu:
1. Membaca Al-Qur’an dan merenungi maknanya.
2. Perut yang kosong.
3. Sembahyang malam.
4. Berdoa dengan penuh tawadhuk di hujung malam.
5. Duduk bersama orang-orang sholeh.
Selanjutnya , setiap hamba beriman dianjurkan menghapalnya dan menjaga hapalan tersebut, karena hal itu merupakan salah satu bukti nyata bahwa Allah SWT berjanji akan menjaga al-Qur`an dari perubahan dan penyimpangan seperti kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Dan salah satu bukti terjaganya al-Qur'an adalah tersimpannya di dada para penghapal al-Qur'an dari berbagai penjuru dunia, bangsa arah dan ajam (non arab).
Kita berdoa kepada Allah , semoga Dia mengerakkan hati dan memudahkan langkah kita untuk kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya sehingga menjadi umat yang terbaik sebagaimana firman-Nya , yang artinya , " Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS. 3:110)
Wallahu A’lam
Sumber : Imam Nawawi , At-Tibyaan fii Aadaabi Hamalatil Quran
Allah berfirman, yg artinya ," Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang mu'min yg mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yg besar.” (QS. Al Isra : 9)
Dari riwayat Usman bin Affan ra, bahwa Rasulullah saw bersabda , yang artinya ," “Sebaik-baik kamu ialah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (Hr . Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Al-Bukhari dalam shahihnya).
Keutamaan Al-Qur’an yang terbesar adalah Al Quran merupakan kalam Allah Swt. Al-Qur’an adalah kitab yang diturunkan dengan penuh berkah. Al-Qur’an memberikan petunjuk manusia kepada jalan yang lurus. Tidak ada keburukan di dalamnya, oleh karena itu sebaik-baik manusia adalah mereka yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.
Allah swt telah menyatakan bahwa di dalam Al-Qur’an terdapat berbagai nasihat dan
perumpamaan, adab dan hukum serta sejarah tentang orang-orang yang terdahulu dan yang kemudian. Di samping itu, Allah swt juga menyuruh kita untuk memerhatikan dan mengamalkan adab-adabnya.
Al-Qur’an tidak akan pernah menjadi usang, meskipun selalu diulang- ulang . Allah swt memudahkannya untuk diingat dan dihafal dan menjamin keasliannya dari segala bentuk perubahan dan kejadian yang akan mengubahnya. Al-Qur’an tetap dipelihara dengan pujian Allah swt dan anugerah-Nya sepanjang masa. Dia memilih orang-orang yang pandai dan cakap untuk memelihara ilmu-ilmu Al-Qur’an dan mengumpulkan di dalamnya setiap ilmu yang dapat melapangkan dada orang-orang yang mempunyai keyakinan.
Allah swt memuliakan umat ini dengan kitab Al-Qur’an sebagai kalam terbaik dan Allah swt mengumpulkan di dalamnya segala yang diperlukan berupa berita orang-orang yang terdahulu dan yang kemudian, nasihatnasihat, berbagai perumpaan, adab dan kepastian hukum, serta hujah-hujah yang kuat dan jelas sebagai bukti keesaan-Nya dan perkara-perkara lainnya yang dibawa oleh rasul-rasul-Nya. Mudah-mudahan shalawat dan salam Allah swt tetap atas mereka , hamba-hamba yang paling mulia di sisi-Nya.
Al-Qur'an diturunkan untuk dibaca , direnungkan dan dipahami makna, perintah dan larangannya, kemudian diamalkan. Sehingga ia akan menjadi hujjah baginya di hadapan Tuhannya dan pemberi syafa'at baginya pada hari Kiamat. Allah telah menjamin bagi siapa yang membaca Al-Qur'an dan mengamalkan isi kandungannya tidak akan tersesat di dunia dan tidak celaka di akhirat, Sebagaimana firmanNya, yang artinya "Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka." (Thaha:123)
Saudaraku , banyak sekali kitab-kitab yang mengulas tentang keutamaan membaca Al Qur’an ini dikarenakan banyaknya dalil-dalil yang menunjukkan hal tersebut baik dalil-dalil yang bersumber dari Kitabullah maupun hadits-hadits Nabi saw.
Diriwayatkan Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, yang artinya ," “Orang yang membaca Al-Qur’an sedangkan dia mahir melakukannya, kelak mendapat tempat di dalam Syurga bersama-sama dengan rasul-rasul yang mulia lagi baik. Sedangkan orang yang membaca Al-Qur’an, tetapi dia tidak mahir, membacanya tertegun-tegun dan Nampak agak berat lidahnya (belum lancar), dia akan mendapat dua pahala.” (Riwayat Bukhari dan Abul Husain Muslim bin Al-Hujjaj bin Muslim Al- Qusyaiy An-Nisabury dalam dua kitab Shahih mereka. (Hr. Bukhari - Muslim)
Diriwayatkan Abu Musa Al-Asy’aru ra, bahwa rasulullah saw bersabda , yang artinya ," “Perumpamaan orang mukmin yang membaca Al-Qur’an adalah seperti buah Utrujjah yang baunya harum dan rasanya enak. Perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca Al-Qur’an seperti buah kurma yang tidak berbau sedang rasanya enak dan manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca Al-Qur’an adalah seperti raihanah yang baunya harum sedang rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an adalah seperti hanzhalah yang tidak berbau sedang rasanya pahit.” (Hr. Bukhari - Muslim)
Diriwayatkan Umar bin Al-Kattab ra, bahwa Nabi saw bersabda, yang artinya , “Sesunggunya Allah swt mengangkat derajat beberapa golongan manusia dengan kalam ini dan merendahkan derajat golongan lainnya.” (Hr. Bukhari- Muslim)
Diriwayatkan Abu Umamah ra, bahwa ia medengar Rasulullah saw bersabda , yang artinya ," “Bacalah Al-Qur’an karena dia akan datang pada hari Kiamat sebagai juru syafaat bagi pembacanya.” (Hr .Riwayat Muslim)
Diriwayatkan Ibnu Umar ra, bahwa Baginda Nabi saw bersabda, yang artinya ," Tidak boleh iri hati, kecuali kepada dua seperti orang yaitu orang lelaki yang diberi Allah swt pengetahuan tentang Al-Qur’an dan diamalkannya sepanjang malam dan siang; dan orang lelaki yang dianugerahi Allah swt harta, kemudian dia menafkahkannya sepanjang malam dan siang.” (Hr. Bukhari - Muslim)
Dari Abdullah bin Mas’ud ra , bahwa Rasulullah pernah bersabda, yang artinya ," Tidak boleh iri hati, kecuali kepada dua macam orang yaitu orang lelaki yang dianugerahi Allah swt harta, kemudian dia membelanjakannya dalam keperluan yang benar. Dan orang lelaki yang dianugerahi Allah swt hikmah (Ilmu), kemudian dia memutuskan perkara dengannya dan mengajarkannya.”
Diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, yang artinya “Barangsiapa membaca satu huruf Kitab Allah, maka dia mendapat pahala satu kebaikan sedangkan satu kebaikan dibalas sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim satu huruf, tetapi Alif, satu huruf dan Lam satu huruf serta Mim satu huruf.” (Hr . Abu Isa Muhammad bin Isa At-Tirmidzi dan katanya: hadits
Hasan Shahih)
Diriwayatkan Abu Said Al-Khudri ra bahwa Baginda Nabi saw bersabda, bahwa Allah berfirman, yang artinya , " “Barangsiapa disibukkan dengan mengkaji Al-Qur’an dan
menyebut nama-Ku, sehingga tidak sempat meminta kepada-Ku, maka Aku berikan kepadanya sebiak-baik pemberian yang Aku berikan kepada orang- orang yang meminta. Dan keutamaan kalam Allah atas perkataan lainnya adalah seperti, keutamaan Allah atas makhluk-Nya. (Hr. Tirmidzi dan katanya: hadits hasan)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, bahwa ia berkata katanya: Rasulullah saw pernah bersabda, yang artinya ," Sesungguhnya orang yang tidak terdapat dalam rongga
badannya sesuatu dari Al-Qur’an adalah seperti rumah yang roboh.” (Hr. Tirmidzi dan katanya: hadits hasan sahih)
Diriwayatkan Abdullah bin Amrin Ibnul Ash ra , bahwa Nabi saw bersabda, yang artinya ," Dikatakan kepada pembaca Al-Qur’an, bacalah dan naiklah serta bacalah dengan tartil seperti engkau membacanya di dunia karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca.” (Hr . Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’I, Tirmidzi berkata, hadits hasan sahaih)
Rasulullah saw pernah bersabda, yang artinya ,”Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga dari kalangan manusia.’ Beliau saw ditanya,’Siapa mereka wahai Rasulullah.’ Beliau saw menjawab,’mereka adalah Ahlul Qur’an, mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang khusus-Nya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Diriwayatkan dari Mu’adz bin Anas ra bahwa Rasulullah saw bersabda , yang artinya ," Barangsiapa membaca Al-Qur’an dan mengamalkan isinya, maka Allah memakaikan pada kedua orang tuanya di hari kiamat suatu mahkota yang sinarnya lebih bagus dari pada sinar matahari di rumah-rumah di dunia. Maka bagaimana tanggapanmu terhadap orang yang mengamalkan ini.” (Hr. Abu Dawud)
Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda , yang artinya ," Apakah salah seorang dari kalian suka jika ketika dia kembali kepada isterinya, di rumahnya dia mendapati tiga ekor unta yang sedang bunting lagi gemuk-gemuk?”
Kami menjawab, “Ya.”
Beliau bersabda, yang artinya “Tiga ayat yang dibaca oleh salah seorang dari kalian di dalam shalatnya adalah lebih baik daripada ketiga ekor unta yang bunting dan gemuk itu.” (HR. Muslim no. 802)
Ad-Darimi meriwayatkan dengan isnad dari Abdullah bin mas’ud , bahwa Nabi saw:
Bersabda, yang artinya ," Bacalah Al-Qur’an karena Allah tidak menyiksa hati yang menghayati Al-Qur’an. Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah jamuan Allah, maka siapa yang masuk di dalamnya, dia pun aman. Dan siapa mencintai Al-Qur’an, maka berilah kabar gembira.”
Dari Abdul Humaidi Al-Hamani, ian berkata “Aku bertanya kepada Sufyan Ath-Thauri, manakah yang lebih engkau sukai, orang yang berperang atau orang yang membaca Al-Qur’an?”
Sufyan menjawab: “Membaca Al-Qur’an. Karena Nabi saw bersabda. ‘Orang yang terbaik di antara kamu adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya.”
Mereka diberikan apa-apa yang diberikan kepada para nabi kecuali wahyu “Pada hari kiamat didatangkan para pembaca Al Qur’an lalu Allah azza jalla berkata,’kalianlah wadah perkataan-Ku (Al Qur’an) maka aku berikan kepada kalian apa-apa yang Aku berikan kepada para nabi kecuali wahyu.” …… (Fadhoilul Qur’an hal 9 – 11)
Ibrahim Al-Khawash ra. berkata: “Obat penyembuh hati ada lima perkara, yaitu:
1. Membaca Al-Qur’an dan merenungi maknanya.
2. Perut yang kosong.
3. Sembahyang malam.
4. Berdoa dengan penuh tawadhuk di hujung malam.
5. Duduk bersama orang-orang sholeh.
Selanjutnya , setiap hamba beriman dianjurkan menghapalnya dan menjaga hapalan tersebut, karena hal itu merupakan salah satu bukti nyata bahwa Allah SWT berjanji akan menjaga al-Qur`an dari perubahan dan penyimpangan seperti kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Dan salah satu bukti terjaganya al-Qur'an adalah tersimpannya di dada para penghapal al-Qur'an dari berbagai penjuru dunia, bangsa arah dan ajam (non arab).
Kita berdoa kepada Allah , semoga Dia mengerakkan hati dan memudahkan langkah kita untuk kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya sehingga menjadi umat yang terbaik sebagaimana firman-Nya , yang artinya , " Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. (QS. 3:110)
Wallahu A’lam
Sumber : Imam Nawawi , At-Tibyaan fii Aadaabi Hamalatil Quran
Minggu, 18 September 2011
Perang yg tak pernah perang usai
Suatu peperangan terbesar telah dimulai. Ketika seorang hamba memulai shalatnya dengan takbiratul ihram, maka perang besar pun mulai. Kekhusukan pikiran seseorang dalam shalatnya berjuang diantara ribuan bisikan-bisikan setan dan pikiran–pikiran liar hawa nafsu. Tak seorangpun yang selamat dari perang ini, kecuali hamba yang meminta pertolongan kepada Allah dengan memohon kepada-Nya , mengembalikan kepada-Nya serta bertawakal dengan baik dan hamba-hamba yang terus menggembleng jiwanya dengan kejujuran dan keikhlasan. Sehingga tak terbetik apapun pikiran dalam shalat selain tertuju kepada Allah. Allah menjelaskan dalam firman-Nya tentang tujuan terbesar dari iblis, yang artinya ,” Demi kemuliaan-Mu, aku sesatkan mereka semua kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas diantara mereka , dan setelah itu, benar-benar akan aku halng-halangi mereka dari jalan-Mu yang lurus ,” (Qs. Al- A’raf : 16).
Saudaraku, ketika iblis hendak menggoda, dia tidak memprioritaskan di tempat-tempat kerusakan (maksiat) atau tempat tempat kefasikan, mengapa?
Karena menggoda orang-orang yang berada di tempat-tempat seperti itu sudah cukup dengan bisikan-bisikan kecil. Jadi perjuangan terbsar setan dalam menggoda manusia adalah tertuju pada amalan hamba manusia yang paling baik dan paling dekat dengan Allah.
Yaitu ketika seorang hamba sedang shalat. Karena shalat mempunyai peranan sebagai amalan terbaik manusia, maka setan pun berjuang mati-matian untuk merusaknya.
Suatu ketika, sering kita mengalami atau sedang dirundung suatu permasalahan yang rumit, tiba-tiba ketika shalat datang jalan keluarnya, padahal inilah yang melalaikan shalat, sebagaimana firman Allah diatas. Pada saat yang sama seorang hamba pun membantu setan, karena setan hanya mengingatkannya pada ujung permasalahan, kemudian justru akal manusia saat sedang shalat , menyambutnya dengan menguraikan permasalahan tersebut. Maka berjalanlah ia dalam pengembaraan pikirannya.
Seharusnya pada saat itu, kita segera memohon perlindungan kepada Allah.
Sebagaimana firman Allah , yang artinya ,” Dan jika engkau ditimpa suatu godaan syetan, maka berlindunglah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, “ (Qs. Al-A’raf : 200).
Sering kita tidak meminta perlindunga (ta’awudz), namun justru menyambut tali nisikan setan dan kita turuti dalam pikiran kita. Setan pun segera hal itu pada diri kita,maka dia pun mengetahui cara mempermainkan jiwa orang-orang beriman.
Segera setan mendatangi mereka dan membisikan permasalahan-permasalahan serta perkara-perkara lain untuk memelaingkan konsentrasi hamba yang sedang konsentrasi dalam shalatnya. Dan setan pun berseorak kemenangan ketika seorang hamba asyik menikmati pikiran-pikiran yang melalaikan itu.
Lalu bagaimana kita bias selamat dari bisikan-bisikan itu?
Jika setan memiliki campur-tangan hingga masuk kedalam diri manusia, lalu kepada siapakah kita berlindung untuk menyelamatkan diri kita dari cengkeraman bisikan itu?
Dialah Allah Yang Menciptakan segala makhluk langi dan bumi.
Dua hal yang bisa dilakukan seorang hamba untuk menghancurkan bisikan
a. Sesungguhnya seorang hmba itu berada dihadapan Tuhan-nya dan pikiran-pikiran yang dilemparkan setan tentang suatu perkara adalah dibawahnya. Seorang hamba pastilah malu untuk memprioritaskan urusan-urausannya, dibanding posisinya saat itu yang sedang menghapad Tuhan-nya. Jika setan melihat itu pada diri seorang hamba beriman, maka diapun segera berpindah kepada orang lain (sasaran yang lain).
b. Sesungguhnya setan itu adalah pencuri. Seorang pencuri tidak akan tertarik untuk mengintai di sekitar puing-puing kehancuran, akan tetapi dia akan mengintai rumah yang makmur. Jika pemilik rumah makmus itu terjaga , lalu memberitahukan kepada (memohon perlindungan) Allah , maka pastilah setan segera lari menjauhi pemilik dan rumah makmur itu.
Setan adalah pencuri yang mencuri shalat seorang hamba. Sebagaimana Umam Bukhari dan Abu Dawudd meriwayatkan dari ‘Aisyah, baha dia berkata ,’ Aku bertanya kepada Rasulullah tentang perpalingnya dalam shalat, dan Rasulullah SAW bersabda, yang artinya, “ Pencurian yang dilakukan setan pada shalat seorang hamba …”.
Saudaraku,jika anda dapat mengusir bisikan-bisikan danmenolaknya,maka anda telah mendekati shalat yang menyejukkan pandangan. Namun apabila anda justru meyambut bisikan-bisikan dalam shalat, maka turunlah nilai derajad shalat.
Sebagaimana Firman Allah, yang artinya ,” Maka kecelakannlah bagi orang-orang yang shalat. Yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya.” (Qs. Al-Ma’un : 4-5).
Sebagaimana firman-Nya , yang artinya ,” Maka datanglah sesudah mereka, pengganti yang (buruk) yang menelantarkan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya. Maka mereka akan menemui kesesatan “, (Qs. Maryam : 59).
Saudaraku, sesungguhnya ketiak seorang hamba berdiri untuk shalat maka setan merasa iri padanya. Sebab hamba tersebut telah berdiri dalam derajat paling tinggi dan paling dekat dengan Tuhan-nya.
Maka marahlah setan, dan berupaya semaksimal mungkin untuk mengahlangi shalat., setan memberi jani-janji, angan-angan, untuk membuat seorang hamba lupa dengan khayalannya.
Jika hamba itu bias menepisnya,maka setan akan membisiki apa yang ada diantara hamba dengan dirinya sendiri, kemudian antara dia dengan hatinya, dan mengingatkannya dalam shalat apa-apa yang tidak ia ingat sebelum shalat. Semua ini dilakukan setan untukmenyibukkan hatinya dengan hal-hal tersebut.
Saudaraku,marilah kita senantiasa memohon perlindungan dari Allah, sehingga menjadikan shalat kita menjadi amalan terbaik kita.
Allahu a’lam
Sumber : Jaddid Shalataka (Kaifa takhsya’u fi shalatika wa tadfa’u min wasawisika, Syaikh Mu’min Fathi al-Haddad.
Saudaraku, ketika iblis hendak menggoda, dia tidak memprioritaskan di tempat-tempat kerusakan (maksiat) atau tempat tempat kefasikan, mengapa?
Karena menggoda orang-orang yang berada di tempat-tempat seperti itu sudah cukup dengan bisikan-bisikan kecil. Jadi perjuangan terbsar setan dalam menggoda manusia adalah tertuju pada amalan hamba manusia yang paling baik dan paling dekat dengan Allah.
Yaitu ketika seorang hamba sedang shalat. Karena shalat mempunyai peranan sebagai amalan terbaik manusia, maka setan pun berjuang mati-matian untuk merusaknya.
Suatu ketika, sering kita mengalami atau sedang dirundung suatu permasalahan yang rumit, tiba-tiba ketika shalat datang jalan keluarnya, padahal inilah yang melalaikan shalat, sebagaimana firman Allah diatas. Pada saat yang sama seorang hamba pun membantu setan, karena setan hanya mengingatkannya pada ujung permasalahan, kemudian justru akal manusia saat sedang shalat , menyambutnya dengan menguraikan permasalahan tersebut. Maka berjalanlah ia dalam pengembaraan pikirannya.
Seharusnya pada saat itu, kita segera memohon perlindungan kepada Allah.
Sebagaimana firman Allah , yang artinya ,” Dan jika engkau ditimpa suatu godaan syetan, maka berlindunglah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, “ (Qs. Al-A’raf : 200).
Sering kita tidak meminta perlindunga (ta’awudz), namun justru menyambut tali nisikan setan dan kita turuti dalam pikiran kita. Setan pun segera hal itu pada diri kita,maka dia pun mengetahui cara mempermainkan jiwa orang-orang beriman.
Segera setan mendatangi mereka dan membisikan permasalahan-permasalahan serta perkara-perkara lain untuk memelaingkan konsentrasi hamba yang sedang konsentrasi dalam shalatnya. Dan setan pun berseorak kemenangan ketika seorang hamba asyik menikmati pikiran-pikiran yang melalaikan itu.
Lalu bagaimana kita bias selamat dari bisikan-bisikan itu?
Jika setan memiliki campur-tangan hingga masuk kedalam diri manusia, lalu kepada siapakah kita berlindung untuk menyelamatkan diri kita dari cengkeraman bisikan itu?
Dialah Allah Yang Menciptakan segala makhluk langi dan bumi.
Dua hal yang bisa dilakukan seorang hamba untuk menghancurkan bisikan
a. Sesungguhnya seorang hmba itu berada dihadapan Tuhan-nya dan pikiran-pikiran yang dilemparkan setan tentang suatu perkara adalah dibawahnya. Seorang hamba pastilah malu untuk memprioritaskan urusan-urausannya, dibanding posisinya saat itu yang sedang menghapad Tuhan-nya. Jika setan melihat itu pada diri seorang hamba beriman, maka diapun segera berpindah kepada orang lain (sasaran yang lain).
b. Sesungguhnya setan itu adalah pencuri. Seorang pencuri tidak akan tertarik untuk mengintai di sekitar puing-puing kehancuran, akan tetapi dia akan mengintai rumah yang makmur. Jika pemilik rumah makmus itu terjaga , lalu memberitahukan kepada (memohon perlindungan) Allah , maka pastilah setan segera lari menjauhi pemilik dan rumah makmur itu.
Setan adalah pencuri yang mencuri shalat seorang hamba. Sebagaimana Umam Bukhari dan Abu Dawudd meriwayatkan dari ‘Aisyah, baha dia berkata ,’ Aku bertanya kepada Rasulullah tentang perpalingnya dalam shalat, dan Rasulullah SAW bersabda, yang artinya, “ Pencurian yang dilakukan setan pada shalat seorang hamba …”.
Saudaraku,jika anda dapat mengusir bisikan-bisikan danmenolaknya,maka anda telah mendekati shalat yang menyejukkan pandangan. Namun apabila anda justru meyambut bisikan-bisikan dalam shalat, maka turunlah nilai derajad shalat.
Sebagaimana Firman Allah, yang artinya ,” Maka kecelakannlah bagi orang-orang yang shalat. Yaitu orang-orang yang lalai dalam shalatnya.” (Qs. Al-Ma’un : 4-5).
Sebagaimana firman-Nya , yang artinya ,” Maka datanglah sesudah mereka, pengganti yang (buruk) yang menelantarkan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya. Maka mereka akan menemui kesesatan “, (Qs. Maryam : 59).
Saudaraku, sesungguhnya ketiak seorang hamba berdiri untuk shalat maka setan merasa iri padanya. Sebab hamba tersebut telah berdiri dalam derajat paling tinggi dan paling dekat dengan Tuhan-nya.
Maka marahlah setan, dan berupaya semaksimal mungkin untuk mengahlangi shalat., setan memberi jani-janji, angan-angan, untuk membuat seorang hamba lupa dengan khayalannya.
Jika hamba itu bias menepisnya,maka setan akan membisiki apa yang ada diantara hamba dengan dirinya sendiri, kemudian antara dia dengan hatinya, dan mengingatkannya dalam shalat apa-apa yang tidak ia ingat sebelum shalat. Semua ini dilakukan setan untukmenyibukkan hatinya dengan hal-hal tersebut.
Saudaraku,marilah kita senantiasa memohon perlindungan dari Allah, sehingga menjadikan shalat kita menjadi amalan terbaik kita.
Allahu a’lam
Sumber : Jaddid Shalataka (Kaifa takhsya’u fi shalatika wa tadfa’u min wasawisika, Syaikh Mu’min Fathi al-Haddad.
Rabu, 14 September 2011
Haji ,semangat perbaiki diri
Haji adalah pendidikan dan latihan yg penuh keberkahan untuk membimbing jiwa, mensucikan hati, dan menguatkan iman. Di dalam proses manasik haji, hamba beriman memperoleh pelajaran yg baik, hikmah yang mengesankan, dan manfaat yg mulia dalam masalah aqidah, ibadah, dan akhlaq. Haji hakekatnya merupakan diklat pembinaan keimanan yg akan meluluskan orang beriman yang bertakwa serta hamba Allah yang diberi taufiq. Allah berfirman yang artinya ,” dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka..” (Qs. Al–Hajj : 27-28)
Manfaat haji sungguh tak terhitung. Begitu juga dengan hikmah dan pelajaran yg bisa dipetik.Sesungguhnya firman Allah dalam ayat (manaafi’) ia adalah jamak dari manfaat. Kata ini tampil dalam bentuk nakirah menunjukkan banyaknya manfaat yang terkandung di dalamnya.
Ditunjukkannya menfaat-manfaat ini adalah perkara yang dimaksudkan dalam ibadah haji karena huruf lam pada firman Allah ( supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka ) adalah lamta’lil yang berkaitan dengan firman-Nya ( dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus ) .
Maksudnya, jika kamu seru mereka untuk berhaji niscaya mereka akan mendatangimu dengan berjalan kaki atau berkendaraan supaya mereka menyaksikan manfaat-manfaat haji. Artinya, ia menghadirkan manfaat tersebut dan yang dimaksud dengan menghadirkan manfaat adalah ia menghasilkan dan mengambil manfaat dari hajinya.
Oleh karena itu, diantara bentuk kehormatan bagi hamba yang Allah beri taufiq dan kemudahan dalam melaksanakan ketaatan dan ibadah ini yaitu Allah berikan semangat yang tinggi dalam memperoleh manfaat, faidah, dan pelajaran dari hajinya. Di saat yang sama, ia juga mengharapkan pahala yang besar, pengampunan dosa, dan penghapusan keburukan.
Rasulullah bersabda, yang artinya “Barangsiapa yang berhaji ke Baitullah dan ia tidak melakukan keburukan ataupun kefasikan, ia akan kembali seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya”. (HR Bukhari, 1820 dan Muslim ,1350).
Sebagaimana Rasulullah juga bersabda, yang artinya : “ Iringilah haji dengan umroh, maka sesungguhnya keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pandai besi menghilangkan karat besi.” (HR Nasa’I, Sunan An Nasa’I (V/115). Dishahihkan oleh Al Albany dalam Shahih Al Jami’ (2901).
Pantaslah bagi orang yang memperoleh keuntungan dan memenangkan harta yang berharga ini untuk kembali ke negerinya dalam keadaan yang suci, jiwa yang baik, dan kehidupan baru yang dipenuhi oleh iman dan takwa serta kebaikan, perbaikan diri, keistiqamahan, dan senantiasa mentaati Allah ‘Azza wa Jalla.
Para ulama menyebutkan bahwa perbaikan serta penyucian diri ini jika terdapat pada seorang hamba maka itu adalah tanda keridhaan dan tanda hajinya diterima. Jika seseorang keadaannya makin baik setelah haji dimana ia berubah dari yang tadinya buruk menjadi baik, dan yang tadinya baik menjadi lebih baik lagi, maka sungguh itu adalah tanda kebaikan dalam memaknai hajinya. Karena diantara bentuk balasan kebaikan adalah diberikan kebaikan yang lain.
Allah berfirman:, yang artinya “tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).”(Qs. Ar Rahman : 60).
Orang yang berhasil dalam ibadah hajinya dan berusaha menyempurnakannya serta menjauhi pengurang dan perusaknya maka ia keluar dengan kondisi yang lebih baik dan memiliki kecenderungan pada kebaikan.
Dalam sebuah hadits sahih , Nabi bersabda, yang artinya “Haji yang mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga”( Shahih Muslim ,1349).
Tidak diragukan lagi bahwa semua yang melaksanakan ibadah haji sangat mengharapkan hajinya mabrur dan usaha serta amal shalihnya diterima. Ciri yang jelas untuk haji yang mabrur dan diterima adalah bila seseorang menunaikannya dengan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan sunnah Rasulullah yang mana kedua hal ini adalah syarat diterimanya semua jenis ibadah.
Kemudian keadaannya setelah haji jauh lebih baik daripada sebelumnya. Maka ada dua ciri haji yang diterima: yang pertama ada pada saat haji berlangsung dimana seseorang itu ikhlas karena Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah dan ciri yang kedua ada setelah haji yaitu adanya perbaikan keadaan seseorang setelah haji yang ditandai dengan bertambahnya ketaatan kepada Allah, menjauhi dosa dan maksiat, dan ia memulai hidupnya dengan lebih baik yang dihiasi dengan kebaikan, perbaikan diri, dan istiqamah.
Hal yang perlu diperhatikan disini bahwa seorang muslim tidak memiliki kemampuan untuk memastikan amalannya diterima sebaik apapun dia berusaha.
Allah berfirman menjelaskan keadaan orang mukmin yang sempurna dan keadaan mereka yang mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai ketaatan.
Sebagaimana firman-Nya yang artinya, “ dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka” ( Qs. Al Mu’minun : 60).
Maksudnya, mereka melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka dari ibadah, diantaranya shalat, zakat, haji, puasa, dan selainnya. Mereka takut tidak diterimanya amalan dan ketaatan mereka saat mempersembahkannya kepada Allah dan ketika berdirinya mereka dihadapan Allah.
Imam Ahmad meriwayatkan dalam musnadnya dari Aisyah berkata: “ Aku bertanya wahai Rasulullah maksud ayat (dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut) Apakah dia seseorang yang berzina dan minum khamr? Rasulullah menjawab: tidak wahai putri Abu Bakr, atau putri Ash-Shiddiq, akan tetapi dia adalah orang yang berpuasa, shalat, dan shadaqah, ia takut Allah tidak menerima amalannya”. (Al Musnad ,25705)
Hasan Al-Bashri berkata bahwa ‘ Sesungguhnya seorang mukmin menggabungkan antara iman dan takut, sedangkan munafik ia menggabungkan antara keburukan dan perasaan tenang ‘.( Diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dalam Az Zuhd , 985).
Sungguh telah terjadi sejak zaman dahulu dan kini dimana sebagian orang setelah selesai melaksanakan ibadah ini mengucapkan kepada yang lain: “Semoga Allah menerima ibadah kami dan kalian dan semua orang pun mengharapkan hajinya diterima”( Ibnu Bathah dalam Al Ibanah (II/873) : “Begitu juga orang yang telah selesai melaksanakan haji dan umrah apabila ditanya tentang hajinya, ia berkata:”Sungguh kami telah berhaji dan tidak tersisa kecuali harapan diterima”. Sebagaimana doa sebagian manusia untuk diri mereka dan orang lain:” Ya Allah terimalah puasa dan zakat kami” maka dikatakan bagi orang yang berhaji:”Semoga Allah menerima hajimu dan mensucikan amal mu”. Begitupun dengan orang yang selesai melaksanakan puasa ramadhan, mereka berkata:”Semoga Allah menerima puasa kami dan kalian”. Hal ini telah berlangsung sejak dulu dan orang yang
belakangan mencontoh hal tersebut dari pendahulu mereka.).
Allah telah menceritakan di dalam Al Qur’an bahwasanya Nabi-Nya Ibrahim as dan puteranya, Ismail as setelah selesai membangun ka’bah mereka berdua mengucapkan sebuah doa.
Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya ,” dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan Kami terimalah dari kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui".”(Qs. Al Baqarah : 127).
Keduanya beramal shalih kemudian meminta kepada Allah agar amalnya diterima. Diriwayatkan Abu Hatim dari Wuhaib bin Al Ward bahwasanya beliau membaca ayat ini kemudian beliau menangis dan berkata:”Wahai Kekasih Ar Rahman.. Engkau meninggikan rumah Ar Rahman sedangkan engkau takut amal mu tidak diterima”.( Diriwayatkan oleh Abu Hatim dalam tafsirnya sebagaimana yang ada di tafsir Ibnu Katsir (I/254)).
Jika keadaan seorang Imam hmba yang hanif dan panutan orang-orang yg bertauhid seperti ini, maka bagaimana dengan kita. Kita memohon kepada Allah penerimaan dan taufiq untuk semuanya dan agar orang-orang yang berhaji ke baitullah senantiasa dalam keselamatan dan ampunan. Semoga Allah menerima amal shalih kami dan kalian dan semoga Allah menunjuki kita semua jalan yang lurus. Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Mulia.
Allahu ‘alam.
Sumber : Al-hajji wal ishlaah, Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr
Manfaat haji sungguh tak terhitung. Begitu juga dengan hikmah dan pelajaran yg bisa dipetik.Sesungguhnya firman Allah dalam ayat (manaafi’) ia adalah jamak dari manfaat. Kata ini tampil dalam bentuk nakirah menunjukkan banyaknya manfaat yang terkandung di dalamnya.
Ditunjukkannya menfaat-manfaat ini adalah perkara yang dimaksudkan dalam ibadah haji karena huruf lam pada firman Allah ( supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka ) adalah lamta’lil yang berkaitan dengan firman-Nya ( dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus ) .
Maksudnya, jika kamu seru mereka untuk berhaji niscaya mereka akan mendatangimu dengan berjalan kaki atau berkendaraan supaya mereka menyaksikan manfaat-manfaat haji. Artinya, ia menghadirkan manfaat tersebut dan yang dimaksud dengan menghadirkan manfaat adalah ia menghasilkan dan mengambil manfaat dari hajinya.
Oleh karena itu, diantara bentuk kehormatan bagi hamba yang Allah beri taufiq dan kemudahan dalam melaksanakan ketaatan dan ibadah ini yaitu Allah berikan semangat yang tinggi dalam memperoleh manfaat, faidah, dan pelajaran dari hajinya. Di saat yang sama, ia juga mengharapkan pahala yang besar, pengampunan dosa, dan penghapusan keburukan.
Rasulullah bersabda, yang artinya “Barangsiapa yang berhaji ke Baitullah dan ia tidak melakukan keburukan ataupun kefasikan, ia akan kembali seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya”. (HR Bukhari, 1820 dan Muslim ,1350).
Sebagaimana Rasulullah juga bersabda, yang artinya : “ Iringilah haji dengan umroh, maka sesungguhnya keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa sebagaimana pandai besi menghilangkan karat besi.” (HR Nasa’I, Sunan An Nasa’I (V/115). Dishahihkan oleh Al Albany dalam Shahih Al Jami’ (2901).
Pantaslah bagi orang yang memperoleh keuntungan dan memenangkan harta yang berharga ini untuk kembali ke negerinya dalam keadaan yang suci, jiwa yang baik, dan kehidupan baru yang dipenuhi oleh iman dan takwa serta kebaikan, perbaikan diri, keistiqamahan, dan senantiasa mentaati Allah ‘Azza wa Jalla.
Para ulama menyebutkan bahwa perbaikan serta penyucian diri ini jika terdapat pada seorang hamba maka itu adalah tanda keridhaan dan tanda hajinya diterima. Jika seseorang keadaannya makin baik setelah haji dimana ia berubah dari yang tadinya buruk menjadi baik, dan yang tadinya baik menjadi lebih baik lagi, maka sungguh itu adalah tanda kebaikan dalam memaknai hajinya. Karena diantara bentuk balasan kebaikan adalah diberikan kebaikan yang lain.
Allah berfirman:, yang artinya “tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).”(Qs. Ar Rahman : 60).
Orang yang berhasil dalam ibadah hajinya dan berusaha menyempurnakannya serta menjauhi pengurang dan perusaknya maka ia keluar dengan kondisi yang lebih baik dan memiliki kecenderungan pada kebaikan.
Dalam sebuah hadits sahih , Nabi bersabda, yang artinya “Haji yang mabrur tidak ada balasan baginya kecuali surga”( Shahih Muslim ,1349).
Tidak diragukan lagi bahwa semua yang melaksanakan ibadah haji sangat mengharapkan hajinya mabrur dan usaha serta amal shalihnya diterima. Ciri yang jelas untuk haji yang mabrur dan diterima adalah bila seseorang menunaikannya dengan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan sunnah Rasulullah yang mana kedua hal ini adalah syarat diterimanya semua jenis ibadah.
Kemudian keadaannya setelah haji jauh lebih baik daripada sebelumnya. Maka ada dua ciri haji yang diterima: yang pertama ada pada saat haji berlangsung dimana seseorang itu ikhlas karena Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah dan ciri yang kedua ada setelah haji yaitu adanya perbaikan keadaan seseorang setelah haji yang ditandai dengan bertambahnya ketaatan kepada Allah, menjauhi dosa dan maksiat, dan ia memulai hidupnya dengan lebih baik yang dihiasi dengan kebaikan, perbaikan diri, dan istiqamah.
Hal yang perlu diperhatikan disini bahwa seorang muslim tidak memiliki kemampuan untuk memastikan amalannya diterima sebaik apapun dia berusaha.
Allah berfirman menjelaskan keadaan orang mukmin yang sempurna dan keadaan mereka yang mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai ketaatan.
Sebagaimana firman-Nya yang artinya, “ dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka” ( Qs. Al Mu’minun : 60).
Maksudnya, mereka melaksanakan apa yang diperintahkan kepada mereka dari ibadah, diantaranya shalat, zakat, haji, puasa, dan selainnya. Mereka takut tidak diterimanya amalan dan ketaatan mereka saat mempersembahkannya kepada Allah dan ketika berdirinya mereka dihadapan Allah.
Imam Ahmad meriwayatkan dalam musnadnya dari Aisyah berkata: “ Aku bertanya wahai Rasulullah maksud ayat (dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut) Apakah dia seseorang yang berzina dan minum khamr? Rasulullah menjawab: tidak wahai putri Abu Bakr, atau putri Ash-Shiddiq, akan tetapi dia adalah orang yang berpuasa, shalat, dan shadaqah, ia takut Allah tidak menerima amalannya”. (Al Musnad ,25705)
Hasan Al-Bashri berkata bahwa ‘ Sesungguhnya seorang mukmin menggabungkan antara iman dan takut, sedangkan munafik ia menggabungkan antara keburukan dan perasaan tenang ‘.( Diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dalam Az Zuhd , 985).
Sungguh telah terjadi sejak zaman dahulu dan kini dimana sebagian orang setelah selesai melaksanakan ibadah ini mengucapkan kepada yang lain: “Semoga Allah menerima ibadah kami dan kalian dan semua orang pun mengharapkan hajinya diterima”( Ibnu Bathah dalam Al Ibanah (II/873) : “Begitu juga orang yang telah selesai melaksanakan haji dan umrah apabila ditanya tentang hajinya, ia berkata:”Sungguh kami telah berhaji dan tidak tersisa kecuali harapan diterima”. Sebagaimana doa sebagian manusia untuk diri mereka dan orang lain:” Ya Allah terimalah puasa dan zakat kami” maka dikatakan bagi orang yang berhaji:”Semoga Allah menerima hajimu dan mensucikan amal mu”. Begitupun dengan orang yang selesai melaksanakan puasa ramadhan, mereka berkata:”Semoga Allah menerima puasa kami dan kalian”. Hal ini telah berlangsung sejak dulu dan orang yang
belakangan mencontoh hal tersebut dari pendahulu mereka.).
Allah telah menceritakan di dalam Al Qur’an bahwasanya Nabi-Nya Ibrahim as dan puteranya, Ismail as setelah selesai membangun ka’bah mereka berdua mengucapkan sebuah doa.
Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya ,” dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan Kami terimalah dari kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui".”(Qs. Al Baqarah : 127).
Keduanya beramal shalih kemudian meminta kepada Allah agar amalnya diterima. Diriwayatkan Abu Hatim dari Wuhaib bin Al Ward bahwasanya beliau membaca ayat ini kemudian beliau menangis dan berkata:”Wahai Kekasih Ar Rahman.. Engkau meninggikan rumah Ar Rahman sedangkan engkau takut amal mu tidak diterima”.( Diriwayatkan oleh Abu Hatim dalam tafsirnya sebagaimana yang ada di tafsir Ibnu Katsir (I/254)).
Jika keadaan seorang Imam hmba yang hanif dan panutan orang-orang yg bertauhid seperti ini, maka bagaimana dengan kita. Kita memohon kepada Allah penerimaan dan taufiq untuk semuanya dan agar orang-orang yang berhaji ke baitullah senantiasa dalam keselamatan dan ampunan. Semoga Allah menerima amal shalih kami dan kalian dan semoga Allah menunjuki kita semua jalan yang lurus. Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Mulia.
Allahu ‘alam.
Sumber : Al-hajji wal ishlaah, Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr
Mufattan - Nassaa' , hamba beriman selalu alami ujian
Dalam riwayat shahih Rasulullah SAW bersabda , yg artinya , " Sesunguhnya seorang mukmin tercipta dlm keadaan Mufattan (penuh cobaan), Tawwab (senang bertaubat), dan Nassaa' (suka lupa), (tetapi) apabila diingatkan ia segera ingat". [Silsilah Hadits Shahih , 2276].
Hadist ini menjelaskan sifat orang mukmin, sifat-sifat yang senantiasa menyatu dgn diri mereka, seolah-olah pakaian yg menempel pada tubuh mereka dan tidak pernah terjauhkan dari mereka. Mufattan adalah "Orang yang diuji (diberi cobaan) dan banyak ditimpa fitnah. Artinya (orang mukmin) adalah orang yg waktu demi waktu selalu diuji oleh Allah dengan bala' (bencana) dan dosa-dosa". [Faid-Qadir 5/491]. Fitnah (cobaan) itu akan meningkatkan keimanannya, memperkuat keyakinan dan mendorong semangatnya untuk terus menerus berhubungan dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebab dengan kelemahan dirinya, hingga ia sadar bahwa Maha Kuat dan Maha Perkasa.
Saudaraku, jangan bersedih dengan keruwetan kehidupan, sebab memang demikianlah kehidupan itu diciptakan. Dan kegembiraan yang ada didalamnya adalah sesuatu yang insidental, dan suka cita juga merupakan suatu yang jarang terjadi. Seandainya dunia ini bukan tempat ujian, pastilah didalamnya tidak ada sakit, dan kerumitan-kerumitan lainnya.
Dan Para Rasul atau para Nabi , orang-orang shalih serta orang-orang terpilih tidak akan tertekan dalam kehidupan yang sengsara. Bukankah Nabi Adam selama hidupnya didera ujian. Nabi Nuh didustakan bahakan dihina kaumnya sendiri. Nabi Ibrahim diuji dengan api dan dengan perintah menyembelih anakanya sendiri dst. Masih banyak lagi cerita menyedihkan yang dialami nabi-nabi yang lain. Dan kalaupun kehidupan ini diciptakan untuk kelezatan, maka orang mukmin tidak berhak mendapatkan kelezatan itu.
Sebab Rasulullah pernah bersabda, yang artinya ," Dunia ini adalah penjara (bagi) orang mukmin dan surga (bagi) orang kafir".
Menurut sebuah riwayat dalam shahih Bukhari dan shahih Muslim, Nabi saw bersabda, yang artinya " Perumpamaan orang mukmin ibarat sebatang pokok yang lentur diombang-ambing angin, kadang hembusan angin merobohkannya, dan kadang-kadang meluruskannya kembali. Demikianlah keadaannya sampai ajalnya datang. Sedangkan perumpamaan seorang munafik, ibarat sebatang pokok yang kaku, tidak bergeming oleh terpaan apapun hingga (ketika) tumbang, (tumbangnya) sekaligus". [Bukhari : Kitab Al-Mardha, Bab I, Hadist No. 5643, Muslim No. 7023, 7024, 7025, 7026, 7027].
Demikianlah sifat seorang mukmin dengan keimanannya yang benar, dengan tauhidnya yang bersih dan dengan sikap iltizam (komitment)nya yang sungguh-sungguh.
Saudaraku, ingatlah bahwa cobaan yang berupa penyakit ataupun yang lainnya sesungguhnya merupakan bukti cinta Allah kepada hamba-Nya.
Dari Anas ra, bahwa Rasulullah bersabda, yang artinya, " Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan, dan sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum niscaya Dia akan mencoba mereka. Maka barangsiapa ridha terhadap cobaan itu, baginya keridhaan Allah, dan barang siapa murka terhadap cobaan tersebut, maka baginya murka Allah ". (Hr Turmudzi 4/519 no. 2396 dan Ibn Majah . Ibn Hibban 2/1338 no. 4031, dianggap hasan oleh Al-albani dlm shahih sunan Turmudzi 2/286).
Saudaraku, sesungguhnya bala' atau cobaan sebenarnya adalah nikmat dan anuerah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, dimana orang yang paling berhak adalah orang-orang yang beriman dan beramal shalaih, yaitu para Rasul-Nya, Nabi-Nya dan orang-orang setelah mereka sesuai dengan tingkatan keimanan masing-masing.
Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya, " Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudia Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraaan dan kemelaratan , supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri." (Qs. Al-An'am : 42).
Ibn Jarir dalam Tafsir Ibn Jarir, menafsirkan ayat ini, " Maka Kami beri ujian kepada mereka dengan kesengsaraan". Maksudnya adalah berupa kefakiran yang menyakitkan dan kesempitan dalam hidup. Dan yang dimaksud dengan "kemelaratan" adalah berbagai penyakit dan penderitaan yang dirasakan tubuh.
Firman Allah," Supaya mereka bermohon (kepda Allah) dengan tunduk merendahkkan diri ". maksudnya adalah bahwa Allah memberikan penyakit itu kepada mereka agar mereka tunduk hanya kepada-Nya, hanya memasrahkan keinginannya kepada-Nya dan tidak menyerahkannya kepada selain-Nya, yang merupakan sikap merendahkan diri mereka kepada Allah saja dengan ketaatan dan memohon ketenangan dari mereka hanya kepada Allah dengan bertaubat.
Tentang hal itu , Rasulullah memberikan perumpamaan bahwa orang mukmin ibarat setangkai dahan yang lemah, yang akan selalu terombang ambing ke kanan dan ke kiri taktali angin menerpa.
Sebagaimana Rasulullah bersabda, yang artinya ," Perumpamaan orang mukmin adalah seperti Khamah Az-Zar'I, Yafi'u Waraquhu (daunnya akan bergerak dan mengikuti) arah angin yang Tukaffi'uha (menhembusnya). Apabila angin tenang, maka keadaanya pun stabil. Demikianlah keadaan orang beriman, hatinya akan selau berguncang dengan cobaan. Sedangkan perumpamaan orang kafir adalah seperti pohon Urzah Ash-Shammaa, yang selalu stabil hingga Allah Subhanahu wa Ta'ala memotong masa hidupnya". (Hr Bukhari 3/103 no. 5644, dan 13/446 no.7466 , Muslim 4/216 no. 2809 dari hadits Abu Hurairah dg lafazh pertama dari Muslim dan lafazh kedua dari Bukhari).
Ibn Qayyim dalam 'Uddatu Ash-Shabirin , berkata bahwa Allah memberikan nikmat kepada hamba-Nya dengan menimpakan cobaan kepadanya, mengabulkan permohonannya dengan tidak memberikan apa yang dimintanya dan memberikan kesehatan dengan menimpakan penyakit kepdanya. Maka janganlah seorang hamba mukmin berburuk sangka kepada Allah karena keadaan yang menyebabkannya menderita, kecuali keadaan itu dibenci Allah dan setiap hamba diperintahkan untuk menjauhinya.
Dikatakannya juga , bahwa Wahab bin Munbih berkata bahwa tidaklah seorang itu dikatakan sebagai ahli fikih yang sempurna sehingga ia sanggup memahami bahwa cobaan itu sebetulnya adalah nikmat dan kesenangan adalah musibah. Hal itu karena setiap orang yang ditimpa bala' pada hakikatnya sedang menantikan kesenangan dan setiap orang yang senang pada hakikatnya sedang menantikan musibah.
Tawaab Nasiyy
Inilah sifat selanjutnya dari orang mumin. Dimana artinya : "Orang yang bertaubat kemudian lupa, kemudian ingat, kemudian bertaubat". [Faid-Al Qadir 5/491]. Seorang mukmin dengan taubatnya, berarti telah mewujudkan makna salah satu sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala, yaitu sifat yang terkandung dalam nama-Nya : Al-Ghaffar (Dzat yang Maha Pengampun).
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.yang artinya " Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih, kemudian tetap di jalan yang benar". [Qs. Thaha : 82].
Apabila Diingatkan, maka ia segera ingat. Artinya : "Bila diingatkan tentang ketaatan, ia segera bergegas melompat kepadanya, bila diingatkan tentang kemaksiatan, ia segera bertaubat daripadanya, bila diingatkan tentang kebenaran, ia segera melaksanakannya, dan bila diingatkan tentang kesalahan ia segera menjauhi dan meninggalkannya".
Ia tidak sombong, , tidak congkak dan tidak tinggi hati, tetapi ia rendah hati kepada saudara-saudaranya, lemah lembut kepada sahabat-sahabatnya dan ramah tamah kepada teman-temannya, sebab ia tahu inilah jalan Ahlul Haq (pengikut kebenaran) dan jalannya kaum mukminin yang shalihin.
Terhadap dirinya sendiri ia jujur serta berpenampilan luhur, sedangkan terhadap orang lain ia berperasaan lembut dan berahlak mulia, bersuri tauladan kepada insan teladan paling sempurna yaitu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang telah diberi wasiat oleh Rabb-nya dengan firman-Nya , yang artinya ," : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka .....". [Qs. Ali Imran : 159]. Inilah hakekat kehidupan dan sifat seorang mukmin.
Segala puji bagi Allah yang menjadikan ujian dan musibah bagi hamba-hamba-Nya sebagai rahmat dan penghapus dosa-dosa mereka
Allahu a'lam
sumber : Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halaby , Majalah Al-Ashalah edisi 15, Th III 15 Dzul Qa'dah 1415H , Majalah As-Sunnah edisi 07/th III/1419, Abdullah bin Ali Al-Ju'atsin
Hadist ini menjelaskan sifat orang mukmin, sifat-sifat yang senantiasa menyatu dgn diri mereka, seolah-olah pakaian yg menempel pada tubuh mereka dan tidak pernah terjauhkan dari mereka. Mufattan adalah "Orang yang diuji (diberi cobaan) dan banyak ditimpa fitnah. Artinya (orang mukmin) adalah orang yg waktu demi waktu selalu diuji oleh Allah dengan bala' (bencana) dan dosa-dosa". [Faid-Qadir 5/491]. Fitnah (cobaan) itu akan meningkatkan keimanannya, memperkuat keyakinan dan mendorong semangatnya untuk terus menerus berhubungan dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebab dengan kelemahan dirinya, hingga ia sadar bahwa Maha Kuat dan Maha Perkasa.
Saudaraku, jangan bersedih dengan keruwetan kehidupan, sebab memang demikianlah kehidupan itu diciptakan. Dan kegembiraan yang ada didalamnya adalah sesuatu yang insidental, dan suka cita juga merupakan suatu yang jarang terjadi. Seandainya dunia ini bukan tempat ujian, pastilah didalamnya tidak ada sakit, dan kerumitan-kerumitan lainnya.
Dan Para Rasul atau para Nabi , orang-orang shalih serta orang-orang terpilih tidak akan tertekan dalam kehidupan yang sengsara. Bukankah Nabi Adam selama hidupnya didera ujian. Nabi Nuh didustakan bahakan dihina kaumnya sendiri. Nabi Ibrahim diuji dengan api dan dengan perintah menyembelih anakanya sendiri dst. Masih banyak lagi cerita menyedihkan yang dialami nabi-nabi yang lain. Dan kalaupun kehidupan ini diciptakan untuk kelezatan, maka orang mukmin tidak berhak mendapatkan kelezatan itu.
Sebab Rasulullah pernah bersabda, yang artinya ," Dunia ini adalah penjara (bagi) orang mukmin dan surga (bagi) orang kafir".
Menurut sebuah riwayat dalam shahih Bukhari dan shahih Muslim, Nabi saw bersabda, yang artinya " Perumpamaan orang mukmin ibarat sebatang pokok yang lentur diombang-ambing angin, kadang hembusan angin merobohkannya, dan kadang-kadang meluruskannya kembali. Demikianlah keadaannya sampai ajalnya datang. Sedangkan perumpamaan seorang munafik, ibarat sebatang pokok yang kaku, tidak bergeming oleh terpaan apapun hingga (ketika) tumbang, (tumbangnya) sekaligus". [Bukhari : Kitab Al-Mardha, Bab I, Hadist No. 5643, Muslim No. 7023, 7024, 7025, 7026, 7027].
Demikianlah sifat seorang mukmin dengan keimanannya yang benar, dengan tauhidnya yang bersih dan dengan sikap iltizam (komitment)nya yang sungguh-sungguh.
Saudaraku, ingatlah bahwa cobaan yang berupa penyakit ataupun yang lainnya sesungguhnya merupakan bukti cinta Allah kepada hamba-Nya.
Dari Anas ra, bahwa Rasulullah bersabda, yang artinya, " Sesungguhnya besarnya pahala sesuai dengan besarnya cobaan, dan sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum niscaya Dia akan mencoba mereka. Maka barangsiapa ridha terhadap cobaan itu, baginya keridhaan Allah, dan barang siapa murka terhadap cobaan tersebut, maka baginya murka Allah ". (Hr Turmudzi 4/519 no. 2396 dan Ibn Majah . Ibn Hibban 2/1338 no. 4031, dianggap hasan oleh Al-albani dlm shahih sunan Turmudzi 2/286).
Saudaraku, sesungguhnya bala' atau cobaan sebenarnya adalah nikmat dan anuerah dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, dimana orang yang paling berhak adalah orang-orang yang beriman dan beramal shalaih, yaitu para Rasul-Nya, Nabi-Nya dan orang-orang setelah mereka sesuai dengan tingkatan keimanan masing-masing.
Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya, " Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudia Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraaan dan kemelaratan , supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri." (Qs. Al-An'am : 42).
Ibn Jarir dalam Tafsir Ibn Jarir, menafsirkan ayat ini, " Maka Kami beri ujian kepada mereka dengan kesengsaraan". Maksudnya adalah berupa kefakiran yang menyakitkan dan kesempitan dalam hidup. Dan yang dimaksud dengan "kemelaratan" adalah berbagai penyakit dan penderitaan yang dirasakan tubuh.
Firman Allah," Supaya mereka bermohon (kepda Allah) dengan tunduk merendahkkan diri ". maksudnya adalah bahwa Allah memberikan penyakit itu kepada mereka agar mereka tunduk hanya kepada-Nya, hanya memasrahkan keinginannya kepada-Nya dan tidak menyerahkannya kepada selain-Nya, yang merupakan sikap merendahkan diri mereka kepada Allah saja dengan ketaatan dan memohon ketenangan dari mereka hanya kepada Allah dengan bertaubat.
Tentang hal itu , Rasulullah memberikan perumpamaan bahwa orang mukmin ibarat setangkai dahan yang lemah, yang akan selalu terombang ambing ke kanan dan ke kiri taktali angin menerpa.
Sebagaimana Rasulullah bersabda, yang artinya ," Perumpamaan orang mukmin adalah seperti Khamah Az-Zar'I, Yafi'u Waraquhu (daunnya akan bergerak dan mengikuti) arah angin yang Tukaffi'uha (menhembusnya). Apabila angin tenang, maka keadaanya pun stabil. Demikianlah keadaan orang beriman, hatinya akan selau berguncang dengan cobaan. Sedangkan perumpamaan orang kafir adalah seperti pohon Urzah Ash-Shammaa, yang selalu stabil hingga Allah Subhanahu wa Ta'ala memotong masa hidupnya". (Hr Bukhari 3/103 no. 5644, dan 13/446 no.7466 , Muslim 4/216 no. 2809 dari hadits Abu Hurairah dg lafazh pertama dari Muslim dan lafazh kedua dari Bukhari).
Ibn Qayyim dalam 'Uddatu Ash-Shabirin , berkata bahwa Allah memberikan nikmat kepada hamba-Nya dengan menimpakan cobaan kepadanya, mengabulkan permohonannya dengan tidak memberikan apa yang dimintanya dan memberikan kesehatan dengan menimpakan penyakit kepdanya. Maka janganlah seorang hamba mukmin berburuk sangka kepada Allah karena keadaan yang menyebabkannya menderita, kecuali keadaan itu dibenci Allah dan setiap hamba diperintahkan untuk menjauhinya.
Dikatakannya juga , bahwa Wahab bin Munbih berkata bahwa tidaklah seorang itu dikatakan sebagai ahli fikih yang sempurna sehingga ia sanggup memahami bahwa cobaan itu sebetulnya adalah nikmat dan kesenangan adalah musibah. Hal itu karena setiap orang yang ditimpa bala' pada hakikatnya sedang menantikan kesenangan dan setiap orang yang senang pada hakikatnya sedang menantikan musibah.
Tawaab Nasiyy
Inilah sifat selanjutnya dari orang mumin. Dimana artinya : "Orang yang bertaubat kemudian lupa, kemudian ingat, kemudian bertaubat". [Faid-Al Qadir 5/491]. Seorang mukmin dengan taubatnya, berarti telah mewujudkan makna salah satu sifat Allah Subhanahu wa Ta'ala, yaitu sifat yang terkandung dalam nama-Nya : Al-Ghaffar (Dzat yang Maha Pengampun).
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.yang artinya " Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat, beriman dan beramal shalih, kemudian tetap di jalan yang benar". [Qs. Thaha : 82].
Apabila Diingatkan, maka ia segera ingat. Artinya : "Bila diingatkan tentang ketaatan, ia segera bergegas melompat kepadanya, bila diingatkan tentang kemaksiatan, ia segera bertaubat daripadanya, bila diingatkan tentang kebenaran, ia segera melaksanakannya, dan bila diingatkan tentang kesalahan ia segera menjauhi dan meninggalkannya".
Ia tidak sombong, , tidak congkak dan tidak tinggi hati, tetapi ia rendah hati kepada saudara-saudaranya, lemah lembut kepada sahabat-sahabatnya dan ramah tamah kepada teman-temannya, sebab ia tahu inilah jalan Ahlul Haq (pengikut kebenaran) dan jalannya kaum mukminin yang shalihin.
Terhadap dirinya sendiri ia jujur serta berpenampilan luhur, sedangkan terhadap orang lain ia berperasaan lembut dan berahlak mulia, bersuri tauladan kepada insan teladan paling sempurna yaitu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang telah diberi wasiat oleh Rabb-nya dengan firman-Nya , yang artinya ," : Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka .....". [Qs. Ali Imran : 159]. Inilah hakekat kehidupan dan sifat seorang mukmin.
Segala puji bagi Allah yang menjadikan ujian dan musibah bagi hamba-hamba-Nya sebagai rahmat dan penghapus dosa-dosa mereka
Allahu a'lam
sumber : Syaikh Ali bin Hasan bin Ali bin Abdul Hamid Al-Halaby , Majalah Al-Ashalah edisi 15, Th III 15 Dzul Qa'dah 1415H , Majalah As-Sunnah edisi 07/th III/1419, Abdullah bin Ali Al-Ju'atsin
Senin, 12 September 2011
Kesabaran membawa hasil yg terbaik
Firman Allah, yg artinya ," Sesungguhnya , hanya orang-orang yg bersabarlah yg dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. (QS. Az-Zumar : 10). Saudaraku, dalam La Tahzan , Dr Al-Qarni berkata bahwa Allah akan datang menghampiri hamba yg dicintai-Nya dari arah yg telah ditentukan, yaitu dari arah datangnya sesuatu yg tidak disukai hamba itu. Dan membukakan jalan keluar ketika harapan telah pupus , ketika jalan telah buntu. Sabar itu sulit dan berat. Sabar dapat berarti sabar terhadap yg dicintai, sabar terhadap yg tidak disukai. Sabar diperlukan dlm melakukan sesuatu yg sangat panjang masanya atau ketika terjebak dlm putus asa. Ini adalah hakekat bahwa agar semua hamba tergerak tumbuh harapannya kepada-Nya. Agar hamba-Nya makin memurnikan niat utk bertawakal kepadanya, agar hamba itu tidak berharap kepada selain-Nya, dan tidak bosan menunggu jalan keluar dari-Nya. Seorang hamba beriman, tetap berprasangka baik kepada-Nya. Sebagaimana Sabda Rasulullah, yang artinya,” Aku (Allah) sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku, maka berprasangkalah ia kepada-Ku sesukanya.” (Al-Hadits). Abdulah bin Mas’ud berkata bahwa orang yg bersabar akan memperoleh yg terbaik.
Ishaq al-Abid dalam kitabnya menyatakan bahwa Allah mencoba seorang hamba-Nya dengan ujian yang sebenarnya hal itu justru melepaskan dirinya dari kehancuran. Sehingga cobaan itu menjadi nikmat terbesar bagi hamba itu. Jadi janganlah mengeluh ketika kita dicengkeram taring-taring ujian , karena memang jalan keluar kearah kebaikan memang sulit.
Anusyirwan dalam bukunya, menyatakan bahwa ujian didunia ini bisa dikategorikan menjadi dua hal. Pertama, yang bisa dicari jalan keluarnya, yakni goncangan jiwa. Dan kedua, yang tidak bisa dicari jalan keluarnya, dimana yang seperti ini akan sembuh justru dengan menyambutnya. Memang jalan keluar yang tidak memberikan jalan keluar adalah kesabaran. Karena barang siapa barang siapa mengikuti kesabaran , maka ia akan diikuti kemenangan.
Hamba yang bersabar dalam menghadapi ujian, menerima ketentuan Allah dan bersabar atas semua kesulitan, maka disitulah Allah menampakkan kebaikannya. Tujuannya, agar hamba itu bisa memahami kemaslahatan nan tersebuni di balik itu. Yakinlah ujian adalah latihan dari Allah , dan tentunya latihan tidak akan selamanya. Maka beruntunglah orang yangbersabar selama masa latihan itu dan bertahan selama masa ujian berlangsung, maka ia akan berhak mengenakan mahkota keberhasilan yang telah Allah janjikan kepada mereka yang mencintai dan taat kepada-Nya.
Maka marilah kita selalu berharap kebaikan dari Allah. Karena berharap (berprasangka baik) adalah modal utama untuk membangun kesabaran dan yang akan membantu seorang hamba untuk bersabar. Selalu berprasangka baik kepada Allah adalah jaminan untuk tidak gagal. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, bahwa jalan kelauar dari kelapangan itu ada dalam keyakinan dan keridhaan hati. Sedangkan keresahan dan kesedihan ada dalam keraguan dan ketidaksukaan.
Saudaraku, ujian adalah laksana program latihan dari Allah yang telah ditetapkan kepada hamba-Nya, dan dalam latihan itu Allah akan membukakan hati , pendengaran dan penglihatan.
Al-Hasan ibn Sahl, menyatakan bahwa dalam ujian ada penghapusan dosa, ada peringatan agar tidak lalai ada tawaran untuk mendapatkan pahala dengan cara bersabar, ada saat untu mengingat nikmat dan ada harapan untuk mendapatkan pahala. Yakinlah dalam pandangan Allah dan qadha’-Nya semuanya adalah baik.
Satu hal yang harus kita sadari bahwa keridhaan seoranghamba kepada Allah dalam segala hal akan membuat Rabb ridha kepadanya. Ketika seoranghamba ridha dengan rizki yang sedikit maka Allah akan ridha kepadanya dengan amal yang sedikit yang ia persembahkan. Ketika seorang hamba ridha terhadap semua keadaan yang melingkupina, dan tetap mempertahankan kualitas keridhaanya itu, maka Allah akan cepar meridhainya ketika ia meminta keridhaan-Nya.
Barang siapa memenuhi hatinya dengan keridhaan terhadap qadar, maka Allah akan memenuhi hatinya dengan kekayaan, rasa aman, serta qanaah. Selanjutnya Allah akan menjadikan hatinya penuh dengan cinta, inabah dan tawakal kepada-Nya.
Selanjutnya keridhaan itu akan membuahkan level keimanan yang tertinggi yaitu rasa syukur, yang merupakan hakikat dari keimanan itu sendiri. Dalam tahapan iman rasa syukur adalah puncaknya. Artinya seorang hamba yang bersyukur adalah hamba yang paling menikmati hidupnya.
Allahu a’lam
sumber : La Tahzan, Dr Aidh al-Qarni.
Ishaq al-Abid dalam kitabnya menyatakan bahwa Allah mencoba seorang hamba-Nya dengan ujian yang sebenarnya hal itu justru melepaskan dirinya dari kehancuran. Sehingga cobaan itu menjadi nikmat terbesar bagi hamba itu. Jadi janganlah mengeluh ketika kita dicengkeram taring-taring ujian , karena memang jalan keluar kearah kebaikan memang sulit.
Anusyirwan dalam bukunya, menyatakan bahwa ujian didunia ini bisa dikategorikan menjadi dua hal. Pertama, yang bisa dicari jalan keluarnya, yakni goncangan jiwa. Dan kedua, yang tidak bisa dicari jalan keluarnya, dimana yang seperti ini akan sembuh justru dengan menyambutnya. Memang jalan keluar yang tidak memberikan jalan keluar adalah kesabaran. Karena barang siapa barang siapa mengikuti kesabaran , maka ia akan diikuti kemenangan.
Hamba yang bersabar dalam menghadapi ujian, menerima ketentuan Allah dan bersabar atas semua kesulitan, maka disitulah Allah menampakkan kebaikannya. Tujuannya, agar hamba itu bisa memahami kemaslahatan nan tersebuni di balik itu. Yakinlah ujian adalah latihan dari Allah , dan tentunya latihan tidak akan selamanya. Maka beruntunglah orang yangbersabar selama masa latihan itu dan bertahan selama masa ujian berlangsung, maka ia akan berhak mengenakan mahkota keberhasilan yang telah Allah janjikan kepada mereka yang mencintai dan taat kepada-Nya.
Maka marilah kita selalu berharap kebaikan dari Allah. Karena berharap (berprasangka baik) adalah modal utama untuk membangun kesabaran dan yang akan membantu seorang hamba untuk bersabar. Selalu berprasangka baik kepada Allah adalah jaminan untuk tidak gagal. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, bahwa jalan kelauar dari kelapangan itu ada dalam keyakinan dan keridhaan hati. Sedangkan keresahan dan kesedihan ada dalam keraguan dan ketidaksukaan.
Saudaraku, ujian adalah laksana program latihan dari Allah yang telah ditetapkan kepada hamba-Nya, dan dalam latihan itu Allah akan membukakan hati , pendengaran dan penglihatan.
Al-Hasan ibn Sahl, menyatakan bahwa dalam ujian ada penghapusan dosa, ada peringatan agar tidak lalai ada tawaran untuk mendapatkan pahala dengan cara bersabar, ada saat untu mengingat nikmat dan ada harapan untuk mendapatkan pahala. Yakinlah dalam pandangan Allah dan qadha’-Nya semuanya adalah baik.
Satu hal yang harus kita sadari bahwa keridhaan seoranghamba kepada Allah dalam segala hal akan membuat Rabb ridha kepadanya. Ketika seoranghamba ridha dengan rizki yang sedikit maka Allah akan ridha kepadanya dengan amal yang sedikit yang ia persembahkan. Ketika seorang hamba ridha terhadap semua keadaan yang melingkupina, dan tetap mempertahankan kualitas keridhaanya itu, maka Allah akan cepar meridhainya ketika ia meminta keridhaan-Nya.
Barang siapa memenuhi hatinya dengan keridhaan terhadap qadar, maka Allah akan memenuhi hatinya dengan kekayaan, rasa aman, serta qanaah. Selanjutnya Allah akan menjadikan hatinya penuh dengan cinta, inabah dan tawakal kepada-Nya.
Selanjutnya keridhaan itu akan membuahkan level keimanan yang tertinggi yaitu rasa syukur, yang merupakan hakikat dari keimanan itu sendiri. Dalam tahapan iman rasa syukur adalah puncaknya. Artinya seorang hamba yang bersyukur adalah hamba yang paling menikmati hidupnya.
Allahu a’lam
sumber : La Tahzan, Dr Aidh al-Qarni.
Malaikat mendengarkan bacaan Al-Qur'an
Keutamaan Al-Qur’an yang terbesar bahwa ia merupakan kalam Allah SWT. Al-Qur’an adalah kitab yg diturunkan dengan penuh berkah. Al-Qur’an memberikan petunjuk kpd jalan yg lurus. Tidak ada keburukan di dalamnya. Allah menurunkan Al-Qur’an utk diimani, dipelajari, dibaca, ditadabburi, diamalkan, dijadikan hukum, rujukan & obat dari berbagai penyakit & kotoran hati serta hikmah-hikmah lain yg Allah kehendaki.
Allah berfirman, yg artinya "Sesungguhnya orang-orang yg selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yg Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yg tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri". (Qs. Fathir :29-30).
Rasulullah SAW bersabda, yg artinya ”Sebaik-baik orang diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (Hr Bukhari,5027, Fat-hul Bari, 8/692).
Dalam suatu riwayat yang masyur, dikisahkan sebagai berikut :
pada suatu tengah malam itu suasana tenang dan hening . Usaid bin Hudhair duduk di beranda belakang rumahnya.Putranya, Yahya, yang masih balita sudah lama terlelap di sampingnya. Tidak jauh dari tempatnya duduk, seekor kuda tertambat. Sehingga bila sewaktu-waktu ada perintah perang fisabilillah dari Rasulullah keluar, dia dapat dengan sigap menunggangnya. Di keheningan malam itu, Usaid membaca Alqur an dengan khusyuk dan penuh penghayatan. Ayat demi ayat dia lantunkan dengan suara merdu. Ia membaca surah al-Baqarah ayat 1-4.
Ketika melantunkan ayat-ayat suci tersebut, kudanya lari berputar-putar hampir memutuskan tali pengikatnya. Sampai di ujung ayat keempat al-Baqarah tersebut, Usaid menghentikan bacaannya, ingin tahu apa yang terjadi pada kudanya. Usaid tidak melihat apa pun.
Bersamaan dengan berhentinya Usaid melantunkan ayat-ayat suci, kudanya kembali tenang. Usaid kembali melanjutkan bacaannya. “Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS . al- Baqarah : 5).
Kudanya kembali meronta, berputar-putar lebih hebat dari yang pertama. Usaid pun kembali menghentikan bacaannya. Kudanya kembali diam. Demikianlah terjadi berulang-ulang. Setiap kali Usaid membaca Alquran kudanya meronta, setiap kali Usaid diam kudanya juga diam.
Khawatir dengan keselamatan anaknya, Usaid membangunkan anaknya. Ketika itulah dia melihat ke langit, terlihat awan seperti payung yang mengagumkan, belum pernah dia lihat sebelumnya. Esok paginya, hal itu dia ceritakan kepada Rasulullah SAW.
Rasul bersabda, yang artinya “Hai Usaid, itu malaikat yang turun mendengarkan engkau membaca Al-Quran. Seandainya engkau teruskan bacaanmu, pastilah banyak orang akan melihatnya pula. Pemandangan itu tidak akan tertutup bagi mereka.” ((HR. Muslim no. 1327)
Usaid sangat mencintai Alquran, bahkan sejak pertama kali mendengarkan ayat-ayat Alquran dilantunkan oleh Mush’ab bin Umair, dai yang dikirim Rasulullah SAW sebagai perintis dakwah di Kota Yatsrib. Saat itu, Mush’ab sedang menyampaikan tentang Islam kepada orang-orang yang sudah masuk Islam, tiba-tiba Usaid datang.
Usaid berkata dengan nada marah , “Apa maksud Tuan da tang ke sini? Tuan hendak mempengaruhi rakyat kami yang bodoh-bodoh. Pergilah Tuan sekarang, jika Tuan masih ingin hidup!”
Dengan wajah tenang karena pantulan iman, Mush’ab menjawab, “Wahai pemimpin, silakan duduk bersama kami, mendengarkan apa yang kami bicarakan. Jika tuan suka apa yang kami bicarakan, silakan ambil. Dan jika tuan tidak suka, kami akan meninggalkan Anda dan tidak kembali lagi ke kampung taun ini.”
Usaid setuju, lalu mulai mendengarkan Mush’ab menjelaskan Islam sambil membaca ayat-ayat Al- Qur'an. Rasa gembira terpancar di wajah Usaid. Dia langsung terpesona .
“Alangkah indahnya apa yang Tuan baca,” kata Usaid.
“Apa yang dapat saya lakukan jika aku ingin memeluk Islam?” katanya lebih lanjut.
Di bawah bimbingan Mush’ab, Usaid masuk Islam. Sejak itu Usaid men cintai Al-Qur'an seperti seseorang mencintai kekasihnya. Itulah Usaid bin Hudhair yang malaikat pun turun mendengarkan bacaannya.
Saudaraku , banyak sekali keutamaan membaca Al-Qur`an , antara lain
1. Jika kita ingin berdialog dengan Allah SWT, hendaknya membaca Al-Qur`an
2. Membaca satu huruf , baginya satu pahala. Dan satu pahala bernilai sepuluh kali lipat.
3. Sebaik-baik manusia ialah yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya.
4. Kita tidak akan sesat selama berpegang pada Al-Qur`an dan sunnah Rasulullah saw.
5. Akan mendapat rahmat dan kasih sayang dari Allah SWT
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mempunyai 2 ahli diantara manusia”. Sahabat bertanya, ”Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Ahli Al-Qur’an adalah ahli Allah, dan orang-Nya khusus.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah) Dalam hadist yang lain, Rasulullah SAW bersabda: Dikatakan kepada orang yang berteman dengan Al-Qur’an, “Bacalah dan bacalah sekali lagi serta bacalah dengan tartil, seperti yang dilakukan di dunia, karena manzilah-mu terletak di akhir ayat yang engkau baca. “ (HR Tirmidzi)
6. Al-Qur’an akan menjadi penolong di hari kiamat
Setiap kali membaca al-Qur'an, seorang Mukmin akan naik derajatnya satu tingkatan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya "Al-Qur’an akan datang pada hari kiamat seraya berkata, “Wahai Rabbku, hiasilah ia (penghafal al-Qur’ân).” Maka iapun dipakaikan mahkota kemuliaan. Lalu al-Qur'ân berkata, “Wahai Rabbku, tambahkanlah untuknya.” Maka iapun dipakaikan jubah kemuliaan. Lalu al-Qur'ân berkata, “Wahai Rabbku, ridhailah ia.” Maka Allâh pun meridhainya. Kemudian dikatakan kepadanya (penghafal al-Qur’an), “Bacalah dan naiklah, untuk tiap-tiap ayat akan ditambahkan bagimu satu pahala.". [HR Tirmidzi dari Abu Hurairah ra dan dihasankan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami’ 8030.]
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya “Sesungguhnya Al-Qur’an bertemu pembacanya pada hari kiamat saat kuburannya dikuak, dalam rupa seorang laki-laki yang pucat.
Dia (Al-Qur’a) bertanya, “apakah engkau mengenalku?
Dia menjawab, “aku tidak mengenalmu!”.
Al-Qur’an berkata, “Aku adalah temanmu, Al-Qur’an, yang membuatmu kehausan pada siang hari yang panas dan membuatmu terjaga pada malam hari. Sesungguhnya pedagang itu mengharapkan hasil dagangannya, dan sesungguhnya pada hari ini aku adalah milikmu dari hasil seluruh perdaganganmu, lalu dia memberikan hak milik orang itu Al-Qur’an dengan tangan kanan dan memberikan keabadian dengan tangan kirinya, lalu di atas kepalanya disematkan mahkota yang berwibawa, sedangkan Al-Qur’an mengenakan 2 pakaian yang tidak kuat disangga oleh dunia.
Kedua pakaian ini bertanya, “Karena apa kami engkau kenakan?”.
Ada yang menjawab: “Karena peranan Al-Qur’an.
Kemudian dikatakan kepada orang itu,”Bacalah sambil naik ketingkatan-tingkatan syurga dan biliknya, maka dia naik sesuai dengan apa yang dibacanya, baik baca dengan cepat, maupun dengan tartil.” (HR Ahmad).
Dari Abu Umamah ra, Rasulullah SAW bersabda,yang artinya “Bacalah Al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat, sebagai pembela pada orang yang mempelajari dan mentaatinya.” (HR Muslim).
Dari An Nawas bin Sam’an, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya ”Pada hari kiamat akan didatangkan Al-Qur’an dan orang-orang yang mempraktekan di dunia, didahului oleh surah Al Baqarah dan Ali Imran yang akan membela dan mempertahankan orang-orang yang mentaatinya.” (HR. Muslim)
Disamping itu, al-Qur'an juga akan menjadi pemberi syafa'at baginya pada hari Kiamat. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya "Bacalah Al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at bagi pembacanya". [Hr Muslim dari Abu Umamah ra]
7. Setiap huruf akan mendapat 10 hingga 700 pahala
Dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah bersabda, yang artinya ” Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka akan mendapat hasanat dan tiap hasanat mempunyai pahala berlipat 10 kali. Saya tidak berkata Alif Lam Mim itu satu huruf, tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, dn Mim satu huruf.” (HR Tirmidzi)
8. Akan mendapat doa dari para malaikat
Dari Aisyah ra, Raslullah SAW bersabda, yang artinya ”Orang yang mahir dalam membaca Al-Qur’an akan berkumpul para malaikat yang mulia-mulia lagi taat. Sedang siapa orang yang megap-megap dan berat jika membaca Al-Qur’an, mendapat pahala 2 kali lipat.” (HR Bukhari dan Muslim)
9. Akan mendapat ketenangan
Dari Al Barra bin Azib ra, “ Ada seorang membaca surat Al Kahfi sedang tidak jauh dari tempatnya, ada kuda yang terikat dengan tali kanan kiri, tiba-tiba orang itu diliputi oleh cahaya yang selalu mendekat kepadanya, sedang kuda itu lari ketakutan. Dan pada pagi hari ia datang memberi tahu kejadian itu kepada Nabi SAW, maka bersabda Nabi SAW, ”Itulah ketenangan (rahmat) yang telah turun untuk bacaan Al-Qur’an itu.” (HR Bukhari dan Muslim).
10. Dan dengan membaca al-Qur'ân, seorang mukmin akan terbedakan dengan fasik,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Perumpamaan seorang mukmin yang membaca al-Qur'an adalah seperti al-utrujjah (sejenis jeruk), aromanya harum dan rasanya enak. Dan perumpamaan seorang mukmin yang tidak membaca al-Qur'an adalah seperti buah kurma yang tidak memiliki aroma tapi manis rasanya. Perumpamaan seorang fasiq yang membaca al-Qur'an seperti ar-raihaanah, aromanya wangi tapi rasanya pahit dan perumpamaan seorang fasiq yang tidak membaca al-Qur'an seperti al-hanzhalah, rasanya pahit dan tidak memiliki aroma". (HR Bukhari dan Muslim Abu Musa al-Asy’âri ra)
11. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya ," Ada dua golongan manusia yang sungguh-sungguh orang dengki kepadanya, yaitu orang yang diberi oleh Allah Kitab Suci Al Qur’an ini, dibacanya siang dan malam; dan orang yang dianugerahi Allah kekayaan harta, siang dan malam kekayaannya itu digunakannya untuk segala sesuatu yang diridhai Allah“ (HR. Bukhari - Muslim).
12. Rahmat Allah SWT terhadap orang yang membaca Al Quran sangat besar.seperti dijelaskan oleh Hadist „ kepada kaum yang suka berjamaah di rumah-rumah ibadah, membaca Al Qur’an secara bergiliran dan mengajarkannya kepada sesama, akan turunlah kepadanya ketenangan dan ketentraman, akan terlimpah kepadanya rahmat dan mereka akan dijaga oleh malaikat, dan Allah akan selalu mengingat mereka(Muslim dr. Abu Hurairah)
13. Allah menjanjikan pahala yang berlipat ganda bagi orang yang membaca Al Quran, seperti yang di katakan oleh Ali bin Abi Thalib: 50 x kebajikan dari tiap-tiap huruf yang diucapkannya, yaitu orang yang membaca Al Quran dalam shalat, 25x kebajikan, yaitu membaca Al Quran diluar sholat dengan berwudhu’, 10 x kebajikan, yaitu: membaca Al Qur’an diluar sholat dengan tidak berwudhu’)
Imam Nawawi dalam At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur`an, disebutkan bahwa Hasan al Basri berkata,"Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menganggap al Qur`an adalah surat-surat dari Rabb mereka. Pada malam hari, mereka selalu merenunginya, dan akan berusaha mencarinya pada siang hari."
Al Imam Ibnul Jauzi dalam Mukhtasar Minhajul Qasidin berkata,"Seseorang yang membaca al Qur`an, hendaknya melihat bagaimana Allah berlemah-lembut kepada makhlukNya dalam menyampaikan makna perkataanNya ke pemahaman mereka. Dan hendakya ia menyadari, apa yang ia baca bukan perkataan manusia. Hendaknya ia menyadari keagungan Dzat yang mengucapkannya, dan hendaknya ia merenungi perkataanNya.
Imam as Suyuthi dalam Al Itqan fi Ulumil Qur`an , menyatakan bahwa Ibnu Shalah berkata,"Membaca al Qur`an merupakan sebuah kemuliaan yang Allah berikan kepada hambaNya. Dan terdapat dalam riwayat, bahwa para malaikat tidak mendapat kemuliaan ini, tetapi mereka sangat antusias untuk mendengarkannya dari manusia."
Al Qur`an akan mengangkat derajat seseorang di sisi Allah. Orang yang menjaganya, berarti ia telah membawa panji agama Islam, sebagaimana dikatakan oleh al Fudhail bin Iyad : "Hamilul Qur`an adalah pembawa panji Islam. Tidak layak baginya untuk lalai bersama orang yang lalai, lupa bersama orang yang lupa, sebagai wujud mengagungkan Allah".[Mukhtasar Minhajul Qasidi]
Sungguh luar biasa keutamaan membaca Al-Qur'an . Apalagi ditambah dengan semangat mempelajari kandungan al-Qur'an. Para sahabat Rasulullah SAW juga selalu membaca Al-Qur’an. Ketika mereka menemukan ayat yang berkaitan dengan azab Allah, mereka membacanya berulang-ulang hingga berlinang air mata.
Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zaadul Ma'ad berkata,"Sebagian salafush shalih mengatakan, sesungguhnya al Qur`an turun supaya diamalkan. Maka jadikanlah membaca al Qur`an sebagai wujud pengamalannya. Oleh karena itu, Ahlul Qur`an adalah orang yang memahami al Qur`an dan mengamalkan yang terkandung di dalamnya, walaupun ia tidak menghafalkannya. Sedangkan orang yang menghafalnya namun tidak memahaminya, serta tidak mengamalkan kandungannya, maka dia bukan Ahlul Qur`an, meskipun dia mendudukkan huruf-hurufnya sebagaimana mendudukan busur panahnya ( sangat perhatian terhadap huruf-hurufnya, )
Beberapa sahabat berusaha untuk mendapatkan kecintaan Allah dengan membaca satu surat. Dia renungi dan dia cintai; yaitu surat al Ikhlash, yang mengandung sifat-sifat Allah. Dia selalu membacanya dalam shalat yang ia lakukan. Ketika ditanya tentang hal itu, ia menjawab : "Karena ia merupakan sifat Allah, dan aku sangat suka menjadikannya sebagai bacaan". Mendengar jawaban itu, Nabi bersabda :
أَخْبِرُوهُ أَنَّ الله يُحِبُّهُ
"Beritahukan kepadanya, bahwa Allah mencintainya".[Diriwayatkan Imam al Bukhari, no. 7375; Fat-hul Bari, 13/360, dan Imam Muslim, 1/55]
Orang yang mencintai al Qur`an, mestinya cinta kepada Allah Azza wa Jalla, karena sifat-sifat Allah terdapat di dalam al Qur`an. Dan semestinya, ia juga cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena beliaulah yang menyampaikan al Qur`an.
Abdullah bin Mas'ud berkata,"Barangsiapa yang mencintai al Qur`an, maka ia akan cinta kepada Allah dan RasulNya." [At Thabrani, no. 8658; al Haitsami berkata,"Para perawinya tsiqah.]
Saudaraku, sesungguhnya di antara sebab yang bisa mendatangkan kecintaan Allah kepada seorang hamba adalah membaca al Qur`an dengan khusyu' dan berusaha memahaminya. Sehingga tidak mengherankan, apabila kedekatan dengan al Qur`an merupakan perwujudan ibadah yang bisa mendatangkan cinta Allah. Ibnul Jauzi berkata,"Barangsiapa yang memiliki mushaf, maka hendaklah membacanya setiap hari walaupun beberapa ayat, supaya mushaf itu tidak seperti ditinggalkan.”
Allahu a'lam
Sumber : As-Sunnah Edisi (07-08)/Tahun X/1427, Prof Dr Yunahar Ilyas
Allah berfirman, yg artinya "Sesungguhnya orang-orang yg selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yg Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yg tidak akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri". (Qs. Fathir :29-30).
Rasulullah SAW bersabda, yg artinya ”Sebaik-baik orang diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (Hr Bukhari,5027, Fat-hul Bari, 8/692).
Dalam suatu riwayat yang masyur, dikisahkan sebagai berikut :
pada suatu tengah malam itu suasana tenang dan hening . Usaid bin Hudhair duduk di beranda belakang rumahnya.Putranya, Yahya, yang masih balita sudah lama terlelap di sampingnya. Tidak jauh dari tempatnya duduk, seekor kuda tertambat. Sehingga bila sewaktu-waktu ada perintah perang fisabilillah dari Rasulullah keluar, dia dapat dengan sigap menunggangnya. Di keheningan malam itu, Usaid membaca Alqur an dengan khusyuk dan penuh penghayatan. Ayat demi ayat dia lantunkan dengan suara merdu. Ia membaca surah al-Baqarah ayat 1-4.
Ketika melantunkan ayat-ayat suci tersebut, kudanya lari berputar-putar hampir memutuskan tali pengikatnya. Sampai di ujung ayat keempat al-Baqarah tersebut, Usaid menghentikan bacaannya, ingin tahu apa yang terjadi pada kudanya. Usaid tidak melihat apa pun.
Bersamaan dengan berhentinya Usaid melantunkan ayat-ayat suci, kudanya kembali tenang. Usaid kembali melanjutkan bacaannya. “Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS . al- Baqarah : 5).
Kudanya kembali meronta, berputar-putar lebih hebat dari yang pertama. Usaid pun kembali menghentikan bacaannya. Kudanya kembali diam. Demikianlah terjadi berulang-ulang. Setiap kali Usaid membaca Alquran kudanya meronta, setiap kali Usaid diam kudanya juga diam.
Khawatir dengan keselamatan anaknya, Usaid membangunkan anaknya. Ketika itulah dia melihat ke langit, terlihat awan seperti payung yang mengagumkan, belum pernah dia lihat sebelumnya. Esok paginya, hal itu dia ceritakan kepada Rasulullah SAW.
Rasul bersabda, yang artinya “Hai Usaid, itu malaikat yang turun mendengarkan engkau membaca Al-Quran. Seandainya engkau teruskan bacaanmu, pastilah banyak orang akan melihatnya pula. Pemandangan itu tidak akan tertutup bagi mereka.” ((HR. Muslim no. 1327)
Usaid sangat mencintai Alquran, bahkan sejak pertama kali mendengarkan ayat-ayat Alquran dilantunkan oleh Mush’ab bin Umair, dai yang dikirim Rasulullah SAW sebagai perintis dakwah di Kota Yatsrib. Saat itu, Mush’ab sedang menyampaikan tentang Islam kepada orang-orang yang sudah masuk Islam, tiba-tiba Usaid datang.
Usaid berkata dengan nada marah , “Apa maksud Tuan da tang ke sini? Tuan hendak mempengaruhi rakyat kami yang bodoh-bodoh. Pergilah Tuan sekarang, jika Tuan masih ingin hidup!”
Dengan wajah tenang karena pantulan iman, Mush’ab menjawab, “Wahai pemimpin, silakan duduk bersama kami, mendengarkan apa yang kami bicarakan. Jika tuan suka apa yang kami bicarakan, silakan ambil. Dan jika tuan tidak suka, kami akan meninggalkan Anda dan tidak kembali lagi ke kampung taun ini.”
Usaid setuju, lalu mulai mendengarkan Mush’ab menjelaskan Islam sambil membaca ayat-ayat Al- Qur'an. Rasa gembira terpancar di wajah Usaid. Dia langsung terpesona .
“Alangkah indahnya apa yang Tuan baca,” kata Usaid.
“Apa yang dapat saya lakukan jika aku ingin memeluk Islam?” katanya lebih lanjut.
Di bawah bimbingan Mush’ab, Usaid masuk Islam. Sejak itu Usaid men cintai Al-Qur'an seperti seseorang mencintai kekasihnya. Itulah Usaid bin Hudhair yang malaikat pun turun mendengarkan bacaannya.
Saudaraku , banyak sekali keutamaan membaca Al-Qur`an , antara lain
1. Jika kita ingin berdialog dengan Allah SWT, hendaknya membaca Al-Qur`an
2. Membaca satu huruf , baginya satu pahala. Dan satu pahala bernilai sepuluh kali lipat.
3. Sebaik-baik manusia ialah yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya.
4. Kita tidak akan sesat selama berpegang pada Al-Qur`an dan sunnah Rasulullah saw.
5. Akan mendapat rahmat dan kasih sayang dari Allah SWT
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mempunyai 2 ahli diantara manusia”. Sahabat bertanya, ”Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab, “Ahli Al-Qur’an adalah ahli Allah, dan orang-Nya khusus.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah) Dalam hadist yang lain, Rasulullah SAW bersabda: Dikatakan kepada orang yang berteman dengan Al-Qur’an, “Bacalah dan bacalah sekali lagi serta bacalah dengan tartil, seperti yang dilakukan di dunia, karena manzilah-mu terletak di akhir ayat yang engkau baca. “ (HR Tirmidzi)
6. Al-Qur’an akan menjadi penolong di hari kiamat
Setiap kali membaca al-Qur'an, seorang Mukmin akan naik derajatnya satu tingkatan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya "Al-Qur’an akan datang pada hari kiamat seraya berkata, “Wahai Rabbku, hiasilah ia (penghafal al-Qur’ân).” Maka iapun dipakaikan mahkota kemuliaan. Lalu al-Qur'ân berkata, “Wahai Rabbku, tambahkanlah untuknya.” Maka iapun dipakaikan jubah kemuliaan. Lalu al-Qur'ân berkata, “Wahai Rabbku, ridhailah ia.” Maka Allâh pun meridhainya. Kemudian dikatakan kepadanya (penghafal al-Qur’an), “Bacalah dan naiklah, untuk tiap-tiap ayat akan ditambahkan bagimu satu pahala.". [HR Tirmidzi dari Abu Hurairah ra dan dihasankan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami’ 8030.]
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya “Sesungguhnya Al-Qur’an bertemu pembacanya pada hari kiamat saat kuburannya dikuak, dalam rupa seorang laki-laki yang pucat.
Dia (Al-Qur’a) bertanya, “apakah engkau mengenalku?
Dia menjawab, “aku tidak mengenalmu!”.
Al-Qur’an berkata, “Aku adalah temanmu, Al-Qur’an, yang membuatmu kehausan pada siang hari yang panas dan membuatmu terjaga pada malam hari. Sesungguhnya pedagang itu mengharapkan hasil dagangannya, dan sesungguhnya pada hari ini aku adalah milikmu dari hasil seluruh perdaganganmu, lalu dia memberikan hak milik orang itu Al-Qur’an dengan tangan kanan dan memberikan keabadian dengan tangan kirinya, lalu di atas kepalanya disematkan mahkota yang berwibawa, sedangkan Al-Qur’an mengenakan 2 pakaian yang tidak kuat disangga oleh dunia.
Kedua pakaian ini bertanya, “Karena apa kami engkau kenakan?”.
Ada yang menjawab: “Karena peranan Al-Qur’an.
Kemudian dikatakan kepada orang itu,”Bacalah sambil naik ketingkatan-tingkatan syurga dan biliknya, maka dia naik sesuai dengan apa yang dibacanya, baik baca dengan cepat, maupun dengan tartil.” (HR Ahmad).
Dari Abu Umamah ra, Rasulullah SAW bersabda,yang artinya “Bacalah Al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat, sebagai pembela pada orang yang mempelajari dan mentaatinya.” (HR Muslim).
Dari An Nawas bin Sam’an, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya ”Pada hari kiamat akan didatangkan Al-Qur’an dan orang-orang yang mempraktekan di dunia, didahului oleh surah Al Baqarah dan Ali Imran yang akan membela dan mempertahankan orang-orang yang mentaatinya.” (HR. Muslim)
Disamping itu, al-Qur'an juga akan menjadi pemberi syafa'at baginya pada hari Kiamat. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya "Bacalah Al-Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at bagi pembacanya". [Hr Muslim dari Abu Umamah ra]
7. Setiap huruf akan mendapat 10 hingga 700 pahala
Dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah bersabda, yang artinya ” Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka akan mendapat hasanat dan tiap hasanat mempunyai pahala berlipat 10 kali. Saya tidak berkata Alif Lam Mim itu satu huruf, tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, dn Mim satu huruf.” (HR Tirmidzi)
8. Akan mendapat doa dari para malaikat
Dari Aisyah ra, Raslullah SAW bersabda, yang artinya ”Orang yang mahir dalam membaca Al-Qur’an akan berkumpul para malaikat yang mulia-mulia lagi taat. Sedang siapa orang yang megap-megap dan berat jika membaca Al-Qur’an, mendapat pahala 2 kali lipat.” (HR Bukhari dan Muslim)
9. Akan mendapat ketenangan
Dari Al Barra bin Azib ra, “ Ada seorang membaca surat Al Kahfi sedang tidak jauh dari tempatnya, ada kuda yang terikat dengan tali kanan kiri, tiba-tiba orang itu diliputi oleh cahaya yang selalu mendekat kepadanya, sedang kuda itu lari ketakutan. Dan pada pagi hari ia datang memberi tahu kejadian itu kepada Nabi SAW, maka bersabda Nabi SAW, ”Itulah ketenangan (rahmat) yang telah turun untuk bacaan Al-Qur’an itu.” (HR Bukhari dan Muslim).
10. Dan dengan membaca al-Qur'ân, seorang mukmin akan terbedakan dengan fasik,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Perumpamaan seorang mukmin yang membaca al-Qur'an adalah seperti al-utrujjah (sejenis jeruk), aromanya harum dan rasanya enak. Dan perumpamaan seorang mukmin yang tidak membaca al-Qur'an adalah seperti buah kurma yang tidak memiliki aroma tapi manis rasanya. Perumpamaan seorang fasiq yang membaca al-Qur'an seperti ar-raihaanah, aromanya wangi tapi rasanya pahit dan perumpamaan seorang fasiq yang tidak membaca al-Qur'an seperti al-hanzhalah, rasanya pahit dan tidak memiliki aroma". (HR Bukhari dan Muslim Abu Musa al-Asy’âri ra)
11. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya ," Ada dua golongan manusia yang sungguh-sungguh orang dengki kepadanya, yaitu orang yang diberi oleh Allah Kitab Suci Al Qur’an ini, dibacanya siang dan malam; dan orang yang dianugerahi Allah kekayaan harta, siang dan malam kekayaannya itu digunakannya untuk segala sesuatu yang diridhai Allah“ (HR. Bukhari - Muslim).
12. Rahmat Allah SWT terhadap orang yang membaca Al Quran sangat besar.seperti dijelaskan oleh Hadist „ kepada kaum yang suka berjamaah di rumah-rumah ibadah, membaca Al Qur’an secara bergiliran dan mengajarkannya kepada sesama, akan turunlah kepadanya ketenangan dan ketentraman, akan terlimpah kepadanya rahmat dan mereka akan dijaga oleh malaikat, dan Allah akan selalu mengingat mereka(Muslim dr. Abu Hurairah)
13. Allah menjanjikan pahala yang berlipat ganda bagi orang yang membaca Al Quran, seperti yang di katakan oleh Ali bin Abi Thalib: 50 x kebajikan dari tiap-tiap huruf yang diucapkannya, yaitu orang yang membaca Al Quran dalam shalat, 25x kebajikan, yaitu membaca Al Quran diluar sholat dengan berwudhu’, 10 x kebajikan, yaitu: membaca Al Qur’an diluar sholat dengan tidak berwudhu’)
Imam Nawawi dalam At Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur`an, disebutkan bahwa Hasan al Basri berkata,"Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menganggap al Qur`an adalah surat-surat dari Rabb mereka. Pada malam hari, mereka selalu merenunginya, dan akan berusaha mencarinya pada siang hari."
Al Imam Ibnul Jauzi dalam Mukhtasar Minhajul Qasidin berkata,"Seseorang yang membaca al Qur`an, hendaknya melihat bagaimana Allah berlemah-lembut kepada makhlukNya dalam menyampaikan makna perkataanNya ke pemahaman mereka. Dan hendakya ia menyadari, apa yang ia baca bukan perkataan manusia. Hendaknya ia menyadari keagungan Dzat yang mengucapkannya, dan hendaknya ia merenungi perkataanNya.
Imam as Suyuthi dalam Al Itqan fi Ulumil Qur`an , menyatakan bahwa Ibnu Shalah berkata,"Membaca al Qur`an merupakan sebuah kemuliaan yang Allah berikan kepada hambaNya. Dan terdapat dalam riwayat, bahwa para malaikat tidak mendapat kemuliaan ini, tetapi mereka sangat antusias untuk mendengarkannya dari manusia."
Al Qur`an akan mengangkat derajat seseorang di sisi Allah. Orang yang menjaganya, berarti ia telah membawa panji agama Islam, sebagaimana dikatakan oleh al Fudhail bin Iyad : "Hamilul Qur`an adalah pembawa panji Islam. Tidak layak baginya untuk lalai bersama orang yang lalai, lupa bersama orang yang lupa, sebagai wujud mengagungkan Allah".[Mukhtasar Minhajul Qasidi]
Sungguh luar biasa keutamaan membaca Al-Qur'an . Apalagi ditambah dengan semangat mempelajari kandungan al-Qur'an. Para sahabat Rasulullah SAW juga selalu membaca Al-Qur’an. Ketika mereka menemukan ayat yang berkaitan dengan azab Allah, mereka membacanya berulang-ulang hingga berlinang air mata.
Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zaadul Ma'ad berkata,"Sebagian salafush shalih mengatakan, sesungguhnya al Qur`an turun supaya diamalkan. Maka jadikanlah membaca al Qur`an sebagai wujud pengamalannya. Oleh karena itu, Ahlul Qur`an adalah orang yang memahami al Qur`an dan mengamalkan yang terkandung di dalamnya, walaupun ia tidak menghafalkannya. Sedangkan orang yang menghafalnya namun tidak memahaminya, serta tidak mengamalkan kandungannya, maka dia bukan Ahlul Qur`an, meskipun dia mendudukkan huruf-hurufnya sebagaimana mendudukan busur panahnya ( sangat perhatian terhadap huruf-hurufnya, )
Beberapa sahabat berusaha untuk mendapatkan kecintaan Allah dengan membaca satu surat. Dia renungi dan dia cintai; yaitu surat al Ikhlash, yang mengandung sifat-sifat Allah. Dia selalu membacanya dalam shalat yang ia lakukan. Ketika ditanya tentang hal itu, ia menjawab : "Karena ia merupakan sifat Allah, dan aku sangat suka menjadikannya sebagai bacaan". Mendengar jawaban itu, Nabi bersabda :
أَخْبِرُوهُ أَنَّ الله يُحِبُّهُ
"Beritahukan kepadanya, bahwa Allah mencintainya".[Diriwayatkan Imam al Bukhari, no. 7375; Fat-hul Bari, 13/360, dan Imam Muslim, 1/55]
Orang yang mencintai al Qur`an, mestinya cinta kepada Allah Azza wa Jalla, karena sifat-sifat Allah terdapat di dalam al Qur`an. Dan semestinya, ia juga cinta kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena beliaulah yang menyampaikan al Qur`an.
Abdullah bin Mas'ud berkata,"Barangsiapa yang mencintai al Qur`an, maka ia akan cinta kepada Allah dan RasulNya." [At Thabrani, no. 8658; al Haitsami berkata,"Para perawinya tsiqah.]
Saudaraku, sesungguhnya di antara sebab yang bisa mendatangkan kecintaan Allah kepada seorang hamba adalah membaca al Qur`an dengan khusyu' dan berusaha memahaminya. Sehingga tidak mengherankan, apabila kedekatan dengan al Qur`an merupakan perwujudan ibadah yang bisa mendatangkan cinta Allah. Ibnul Jauzi berkata,"Barangsiapa yang memiliki mushaf, maka hendaklah membacanya setiap hari walaupun beberapa ayat, supaya mushaf itu tidak seperti ditinggalkan.”
Allahu a'lam
Sumber : As-Sunnah Edisi (07-08)/Tahun X/1427, Prof Dr Yunahar Ilyas
Minggu, 11 September 2011
Mengoreksi diri melalui I’tikaf
Makna I’tikaf adalah tinggal (berdiam) diatas sesuatu. Atau juga dikatakan bagi hamba beriman yg tinggal di masjid dan menegakkan agama di dalamnya sbg mu’takif dan ‘akif (orang yg sedang melakukan I’tikaf). Menurut bahasa i’tikaf berarti menetapi sesuatu dan menahan diri agar tetap berada padanya, baik hal itu berupa kebajikan ataupun keburukan. Menurut syara’ i’tikaf artinya seseorang muslim itu menetap dirinya di dalam masjid utk melaksanakan ketaatan dan ibadah kpd Allah Ta’ala.
Ibnu Qayyim , menyatakan bahwa, Allah mensyariatkan I’tikaf bagi mereka dimana fisik dan ruhnya adalah berdiam hati kepada Allah dan berkumpulnya hati kpd Allah, berkhalwat dengan-Nya dan memutuskan (segala) kesibukan dgn makhluk, hanya menyibukkan diri kepada Allah semata”. Diantara tujuan I’tikaf adalah agar kita bertafakkur (memikirkan) untuk selalu meraih segala yang mendatangkan ridha Allah dan segala yang mendekatkan diri kepada-Nya dan mendapatkan kedamaian bersama Allah.
Disunnahkan bagi para mu’takif supaya memanfaatkan waktu yang ada dengan sebaik-baiknya untuk berzikir, membaca Al Qur’an, mengerjakan solat sunnah (terkecuali pada waktu-waktu terlarang), serta memperbanyak tafakur tentang keadaannya yang telah lalu, hari ini dan masa mendatang. Juga memperbanyakkan merenungkan tentang hakikat hidup di dunia ini dan kehidupan akhirat kelak.
Syaikh Muhammad bin sholeh al-Utsman , berkata, bahwa tujuan I’tikaf adalah memutuskan diri dari manusia untuk meluangkan diri dalam melakukan ketaatan kepada Allah didalam masjid. Hendaknya seorang yang beri’tikaf menyibukkan diri dengan berdzikir, membaca Al-Qu’an, shalat, dan ibadah lainnya, serta menjauhi segala kegiatan yang tidak penting tentang masalah dunia.
Disunnahkan pada bulan Ramadahan dan bulan lainnya sepanjang tahun. Telah shahih bahwa Rasulullah beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Syawwal (Hr Bukhari-Muslim). I’tikaf boleh dilakukan diluar bulan Ramadhan dan tanpa melakukan ibadah puasa, karena I’tikaf dan puasa adalah dua ibadah yang terpisah dan tidak disyariatkan untuk menggabungkan keduanya. Sebagaimana diriwayatkan sahabat Umar, ketika bertanya kepada Rasulullah ,” Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku bernazar pada jaman jahiliyah (dahulu), (yaitu) aku akan beri’tikaf semalam di Masjidil Haram ?”.
Rasulullah bersabda, “Tunaikan nazarmu”, Maka ia (Umar) beri’tikaf semalam”, (Hr. Bukhari-Muslim).
Dan diperbolehkan pula I’tikaf beberapa saat (tidak dalam waktu yang lama). Sebagaimana yang diuraikan dalam Asy Syarhul Mumti’ ‘ala Zadil Mustaqni (Syaikh Utsaimin 6/508-509).
Tentu yang utama adalah di bulan Ramadahan, sebagaimana hadits riwayat Abu Huriairah, bahwasanya Rasulullah saw beri’tikaf setiap Ramadhan selama sepuluh hari dan manakala tiba tahun dimana beliau diwafatkan, beliau beri’tikaf selama duapuluh hari , (Hr Bukhari).
Dan lebih utama lagi adalah pada akhir bulan Ramadhan, karena Rasulullah beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan hingga Allah SWT mewafatkan beliau (Hr Bukhari-Muslim).
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn ketika ditanya : “Apakah disyari’at I’tikâf pada di luar bulan Ramadhan ?
Beliau rahimahullah menjawab : “I’tikaf yang disyari’atkan yaitu pada bulan Ramadhan saja, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan I’tikaf di luar Ramadhan, kecuali pada bulan Syawâl, saat beliau tidak bisa melakukan I’tikâf pada bulan Ramadhan tahun itu. Namun, seandainya ada yang melakukan I’tikâf di luar bulan Ramadhan, maka itu boleh. Karena Umar Radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Aku bernadzar untuk melakukan I’tikâf selama satu malam atau satu hari di Masjidil Haram.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Penuhilah nadzarmu !” Namun kaum Muslimin tidak dituntut untuk melakukannya di luar Ramadhan.
Demikian beberapa hal yang berkait dengan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin, semoga menjadi renungan bagi kita semua.(Redaksi)
Sumber : Al-Mughni, Ibn Qudamah , Mukhtashar Al-Majmu syarh al-Muhadzdzab, An-Nawawi, Fiqus Sinnah, Abullah shaleh Al-Hadrami Fiqh Ramadhan. majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XIII
Ibnu Qayyim , menyatakan bahwa, Allah mensyariatkan I’tikaf bagi mereka dimana fisik dan ruhnya adalah berdiam hati kepada Allah dan berkumpulnya hati kpd Allah, berkhalwat dengan-Nya dan memutuskan (segala) kesibukan dgn makhluk, hanya menyibukkan diri kepada Allah semata”. Diantara tujuan I’tikaf adalah agar kita bertafakkur (memikirkan) untuk selalu meraih segala yang mendatangkan ridha Allah dan segala yang mendekatkan diri kepada-Nya dan mendapatkan kedamaian bersama Allah.
Disunnahkan bagi para mu’takif supaya memanfaatkan waktu yang ada dengan sebaik-baiknya untuk berzikir, membaca Al Qur’an, mengerjakan solat sunnah (terkecuali pada waktu-waktu terlarang), serta memperbanyak tafakur tentang keadaannya yang telah lalu, hari ini dan masa mendatang. Juga memperbanyakkan merenungkan tentang hakikat hidup di dunia ini dan kehidupan akhirat kelak.
Syaikh Muhammad bin sholeh al-Utsman , berkata, bahwa tujuan I’tikaf adalah memutuskan diri dari manusia untuk meluangkan diri dalam melakukan ketaatan kepada Allah didalam masjid. Hendaknya seorang yang beri’tikaf menyibukkan diri dengan berdzikir, membaca Al-Qu’an, shalat, dan ibadah lainnya, serta menjauhi segala kegiatan yang tidak penting tentang masalah dunia.
Disunnahkan pada bulan Ramadahan dan bulan lainnya sepanjang tahun. Telah shahih bahwa Rasulullah beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Syawwal (Hr Bukhari-Muslim). I’tikaf boleh dilakukan diluar bulan Ramadhan dan tanpa melakukan ibadah puasa, karena I’tikaf dan puasa adalah dua ibadah yang terpisah dan tidak disyariatkan untuk menggabungkan keduanya. Sebagaimana diriwayatkan sahabat Umar, ketika bertanya kepada Rasulullah ,” Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku bernazar pada jaman jahiliyah (dahulu), (yaitu) aku akan beri’tikaf semalam di Masjidil Haram ?”.
Rasulullah bersabda, “Tunaikan nazarmu”, Maka ia (Umar) beri’tikaf semalam”, (Hr. Bukhari-Muslim).
Dan diperbolehkan pula I’tikaf beberapa saat (tidak dalam waktu yang lama). Sebagaimana yang diuraikan dalam Asy Syarhul Mumti’ ‘ala Zadil Mustaqni (Syaikh Utsaimin 6/508-509).
Tentu yang utama adalah di bulan Ramadahan, sebagaimana hadits riwayat Abu Huriairah, bahwasanya Rasulullah saw beri’tikaf setiap Ramadhan selama sepuluh hari dan manakala tiba tahun dimana beliau diwafatkan, beliau beri’tikaf selama duapuluh hari , (Hr Bukhari).
Dan lebih utama lagi adalah pada akhir bulan Ramadhan, karena Rasulullah beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan hingga Allah SWT mewafatkan beliau (Hr Bukhari-Muslim).
Syaikh Muhammad bin Shâlih al-Utsaimîn ketika ditanya : “Apakah disyari’at I’tikâf pada di luar bulan Ramadhan ?
Beliau rahimahullah menjawab : “I’tikaf yang disyari’atkan yaitu pada bulan Ramadhan saja, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan I’tikaf di luar Ramadhan, kecuali pada bulan Syawâl, saat beliau tidak bisa melakukan I’tikâf pada bulan Ramadhan tahun itu. Namun, seandainya ada yang melakukan I’tikâf di luar bulan Ramadhan, maka itu boleh. Karena Umar Radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Aku bernadzar untuk melakukan I’tikâf selama satu malam atau satu hari di Masjidil Haram.” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Penuhilah nadzarmu !” Namun kaum Muslimin tidak dituntut untuk melakukannya di luar Ramadhan.
Demikian beberapa hal yang berkait dengan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin, semoga menjadi renungan bagi kita semua.(Redaksi)
Sumber : Al-Mughni, Ibn Qudamah , Mukhtashar Al-Majmu syarh al-Muhadzdzab, An-Nawawi, Fiqus Sinnah, Abullah shaleh Al-Hadrami Fiqh Ramadhan. majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XIII
shalat yang istimewa
Rahasia shalat dan ruhnya adalah disaat seorang hamba menghadap kepada Allah dengan segala elemen yang ada di tubuh. Janganlah kita memalingkan wajah dan hati dari Allah. Shalat kita ibarat kotak yang terkunci rapat, yang tiada bisa terbuka kecuali dengan kunci keikhlasan dan kedekatan kepada Allah. Rahasia shalat hanya diberikan kepada hamba yang hanya punya satu tujuan dan satu keinginan yaitu mencari ridha Allah.
Saudaraku, ada shalat yang sungguh istimewa yaitu shalat subuh. Shalat subuh, menjadi garis pembeda antara mukmin sejati dengan seorang yang mulai terjangkit penyakit di hatinya. Kita perlu untuk memahami keistimewaan ini, sehingga kita semakin termotivasi untuk memulai hari hita dengan shalat subuh berjamaah.
Dari hadits riwayat Ahmad dan an-Nasa’i , bahwa Rasulullah saw bersabda yang artinya, “ Sesungguhnya dua shalat ini (subuh dan isya’) adalah shalat yang berat bagi orang munafik. Sesungguhnya, apabila mereka mengetahui apa yang terkandung dalam shalat subuh dan isya’, maka mereka akan mendatanginya , sekalipun dengan merangkak,”
Mengapa Allah Ta’ala mensyariatkan shalat subuh dengan waktu yang sempit mulai dari terbitnya fajar hingga terbit matahari ? Waktu dimana banyak hamba masih berat terlena dengan tidurnya.
Beberapa keistimewaan shalat subuh berjamaah (di masjid atau mushala),;
1. Pahala shalat malam satu malam penuh. Diriwayatkan Muslim dari Utsman bin Affan berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda, yang artinya ,” Barang siapa yang shalat isya’ berjamaah, maka seakan-akan ia telah shalat setengah malam. Dan barang siapa shalat subuh berjamaah (atau dengan shalat isya’, seperti yang tertera dalamhadits Abu Dawud dan Tirmidzi) maka seakan-akan dia telah melaksanakan shalat malam satu malam penuh (Hr Muslim).
2. Menjadi sumber cahaya di hari prmbalasan. Dari Burairah al-Islami ra. Ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, yang artinya,” Berikan kabar gembira kepada orang-orang yang banyak berjalan dalam kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sangat terang di hari kiamat,” (Hr Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibn Majah , sanad shahih).
3. surga yang dijanjikan, dari riwayat Abu Musa al-Asy’ari ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, yang artinya ,” Barang siapa yang shalat dua waktu yang dingin maka akan masuk surga” (Hr Bukhari).
4. Melihat Allah. Ini merupakan keistimewaan paling tinggi diantara keistimewaan - keistimewaan lainnya . apakah ada yang lebih tinggi dari surga ? Rasulullah saw telah menggambarkan kepada kita dengan jawabannya. Ya, disana ada yang lebih tinggi dari sekadar surga, yaitu melihat Allah di surga. Anugerah yang sungguh luar biasa , sungguh agung. Siapakah yang mendapatkan kesempatan agung ini? Sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim dari Jabir bin abdullah ra, bahwa ia berkata,” Kami sedang duduk bersama Rasulullah, ketika melihat bulan purnama. Beliau berkata,”Sungguh kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan yang tidak terhalang dalam melihatnya. Apabila kalian mampu, janganlah kalian menyerah dalam melakukan shalat sebelum terbit matahari dan shalat sebelum terbenam matahari. Maka Lakukanlah,” (Hr Bukhari – Muslim).
5. Berada dalam lindungan Allah.Dari riwayat Jundab bin Sufan ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, yang artinya,” Barang siapa yang menunaikan shalat subuh maka ia berada dalam jaminan Allah. Maka jangan coba-coba membuat Allah membuktikan janji-Nya. Barang siapa membunuh orang yang menunaikan shalat subuh, Allah akan menuntutnya, sehingga Ia akan membenamkan mukanya ke dalam neraka”. (Hr Muslim, at Tirmidzi , Ibn Majah). Jaminan Allah berarti dalam lindungan Allah. Inilah perlindungan Rabbani bagi orang yang melaksanakan shalat subuh.
6. Berkah dari tiap langkah. Dari riwayat Shakr al-Ghamidi , ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, yang artinya,” Ya Allah berkatilah umatku di waktu pagi ,” (Hr at Tirmidzi, Abu Dawud, Ahmad dan Ibn Majah). Berkah Allah dalam segala bidang , mulai dari perdagangan hingga berjihad di jalan Allah.
Saudaraku masihkah kita berat untuk berjamaan subuh di masjid? Padahal inilah salah satu jalan pembuktian kecintaan kita kepada Allah swt.
Allahu a’lam
Sumber : Ash showah, satu hati sejuta peduli.
Saudaraku, ada shalat yang sungguh istimewa yaitu shalat subuh. Shalat subuh, menjadi garis pembeda antara mukmin sejati dengan seorang yang mulai terjangkit penyakit di hatinya. Kita perlu untuk memahami keistimewaan ini, sehingga kita semakin termotivasi untuk memulai hari hita dengan shalat subuh berjamaah.
Dari hadits riwayat Ahmad dan an-Nasa’i , bahwa Rasulullah saw bersabda yang artinya, “ Sesungguhnya dua shalat ini (subuh dan isya’) adalah shalat yang berat bagi orang munafik. Sesungguhnya, apabila mereka mengetahui apa yang terkandung dalam shalat subuh dan isya’, maka mereka akan mendatanginya , sekalipun dengan merangkak,”
Mengapa Allah Ta’ala mensyariatkan shalat subuh dengan waktu yang sempit mulai dari terbitnya fajar hingga terbit matahari ? Waktu dimana banyak hamba masih berat terlena dengan tidurnya.
Beberapa keistimewaan shalat subuh berjamaah (di masjid atau mushala),;
1. Pahala shalat malam satu malam penuh. Diriwayatkan Muslim dari Utsman bin Affan berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda, yang artinya ,” Barang siapa yang shalat isya’ berjamaah, maka seakan-akan ia telah shalat setengah malam. Dan barang siapa shalat subuh berjamaah (atau dengan shalat isya’, seperti yang tertera dalamhadits Abu Dawud dan Tirmidzi) maka seakan-akan dia telah melaksanakan shalat malam satu malam penuh (Hr Muslim).
2. Menjadi sumber cahaya di hari prmbalasan. Dari Burairah al-Islami ra. Ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, yang artinya,” Berikan kabar gembira kepada orang-orang yang banyak berjalan dalam kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sangat terang di hari kiamat,” (Hr Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibn Majah , sanad shahih).
3. surga yang dijanjikan, dari riwayat Abu Musa al-Asy’ari ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, yang artinya ,” Barang siapa yang shalat dua waktu yang dingin maka akan masuk surga” (Hr Bukhari).
4. Melihat Allah. Ini merupakan keistimewaan paling tinggi diantara keistimewaan - keistimewaan lainnya . apakah ada yang lebih tinggi dari surga ? Rasulullah saw telah menggambarkan kepada kita dengan jawabannya. Ya, disana ada yang lebih tinggi dari sekadar surga, yaitu melihat Allah di surga. Anugerah yang sungguh luar biasa , sungguh agung. Siapakah yang mendapatkan kesempatan agung ini? Sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim dari Jabir bin abdullah ra, bahwa ia berkata,” Kami sedang duduk bersama Rasulullah, ketika melihat bulan purnama. Beliau berkata,”Sungguh kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan yang tidak terhalang dalam melihatnya. Apabila kalian mampu, janganlah kalian menyerah dalam melakukan shalat sebelum terbit matahari dan shalat sebelum terbenam matahari. Maka Lakukanlah,” (Hr Bukhari – Muslim).
5. Berada dalam lindungan Allah.Dari riwayat Jundab bin Sufan ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, yang artinya,” Barang siapa yang menunaikan shalat subuh maka ia berada dalam jaminan Allah. Maka jangan coba-coba membuat Allah membuktikan janji-Nya. Barang siapa membunuh orang yang menunaikan shalat subuh, Allah akan menuntutnya, sehingga Ia akan membenamkan mukanya ke dalam neraka”. (Hr Muslim, at Tirmidzi , Ibn Majah). Jaminan Allah berarti dalam lindungan Allah. Inilah perlindungan Rabbani bagi orang yang melaksanakan shalat subuh.
6. Berkah dari tiap langkah. Dari riwayat Shakr al-Ghamidi , ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, yang artinya,” Ya Allah berkatilah umatku di waktu pagi ,” (Hr at Tirmidzi, Abu Dawud, Ahmad dan Ibn Majah). Berkah Allah dalam segala bidang , mulai dari perdagangan hingga berjihad di jalan Allah.
Saudaraku masihkah kita berat untuk berjamaan subuh di masjid? Padahal inilah salah satu jalan pembuktian kecintaan kita kepada Allah swt.
Allahu a’lam
Sumber : Ash showah, satu hati sejuta peduli.
Tips memilih pelumas yang baik
Di pasaran banyak sekali jenis dan merek pelumas yang beredar di pasar, masing-masing menawarkan kelebihan. Karenanya tak jarang banyak pengguna pelumas perlu informasi yang lebih banyak sehingga bisa menentukan pilihan pelumas yang sesuai untuk kebutuhan mesinnya. Biasanya pemilik kendaraan tidak mau repot alias ngikut saaja saja dan mempercayakan urusan yang satu ini kepada para mekanik di bengkel. Apa kata mekanik mereka terima begitu saja. Karena tak heran jika satu mobil sering berganti-ganti merek dan jenis pelumas, sesuai saran dan kepentingan mekanik. Nah untuk itu sebaiknya kita mengetahui pelumas apa yang paling sesuai dengan kondisi kendaraan kita.
Dan bagaimana cara memilih pelumas yang baik untuk mesin kendaraan kita ?
Minyak pelumas terdiri dari berbagai jenis.
Dalam penggunaannya harus disesuaikan dengan persyaratan mesin yang telah ditentukan oleh pembuat mesin. Karena itu kenalilah mesin kendaraan anda dan ketahuilah pelumas dengan spesifikasi apa yang direkomendasikan untuk digunakan. Mesin-mesin diesel berbahan bakar solar seperti truk atau angkutan umum berbeda kebutuhan pelumasnya dengan mobil yang berbahan bakar bensin.
Karena itu ada pelumas yang dirancang khusus untuk mesin bensin, ada pula yang dirancang khusus untuk mesin diesel. Tapi ada juga pelumas yang dapat digunakan untuk keduanya, untuk mesin bensin bensin sekaligus mesin diesel. Dalam kemasan produk pelumas yang pada spesifikasinya tercantum kode ganda misalnya SG/CD, berarti pelumas tersebut dapat digunakan untuk mesin bensin (dengan spesifikasi SG) dan mesin diesel (dengan spesifikasi CD). Penyebutan kode SG terlebih dahulu menyatakan bahwa pelumas tersebut lebih diutamakan untuk mesin bensin.
Pelumas sangat menentukan kemampuan kerja sebuah mesin, baik otomotif maupun industri. Pemilihan dan penggunaan pelumas yang tepat akan sangat membantu kelancaran kerja dan keawetan sebuah mesin. Salah memilih pelumas bisa berakibat fatal. Dalam memilih pelumas ada dua hal yang harus diperhatikan dengan seksama yaitu : klasifikasi mutu pelumas (API Service) dan tingkat kekentalan pelumas (SAE).
Klasifikasi Mutu Pelumas (API Service)
Untuk mengukur standar mutu pelumas dipakai standar American Petroleum Institute (API) Service. American Petroleum Institute adalah sebuah lembaga resmi di Amerika Serikat yang diakui di seluruh dunia, yang membuat kategori pelumas sesuai dengan kerja mesin.
Klasifikasi pelumas mesin berbahan bakar bensin ditandai dengan huruf S sedangkan untuk mesin diesel (berbahan bakar solar) ditandai dengan huruf C.
Klasifikasi sesuai dengan tingkat kemampuan pelumas dimulai dari yang terendah adalah SA, SB, SC, SD, SE, SF, SG, SH, SJ dan SL (untuk mesin bensin) dan CA, CB, CC, CD, CE, CF-4, CH-4 dan CI-4 (untuk mesin diesel). Pelumas yang memenuhi standar mutu ditandai dengan pencantuman kata "API Service", diikuti dengan klasifikasinya. Contoh : Pennzoil GT Performance Plus, API Service SJ.
Pelumas dengan API Service SL lebih baik kemampuan kerjanya dari SJ. Pelumas dengan API Service SJ lebih baik dari API Service SH, demikian seterusnya, yang berlaku juga untuk mesin diesel. Pelumas dengan API Service CH-4 lebih baik kemampuan kerjanya dari pelumas API Service CF-4. Oleh pembuat mesin, setiap kendaraan sudah ditentukan spesifikasi apa yang harus digunakan, yang tercantum dalam buku manual. Menggunakan pelumas yang spesifikasinya lebih tinggi dari yang ditentukan oleh pembuat mesin, tidak jadi masalah. Tetapi sangat tidak disarankan menggunakan pelumas dengan klasifikasi lebih rendah dari yang ditentukan karena akan berakibat kurang baik pada mesin.
Tingkat Kekentalan
Untuk mengurangi gesekan dan keausan, dibutuhkan "lapisan" di antara dua permukaan yang bergerak untuk mencegah kontak langsung logam dengan logam. Lapisan pelumas ini diperlukan dengan ketebalan yang minimum. Ketebalan lapisan pelumas tergantung pada kekentalan. Kekentalan adalah karakteristik yang sangat penting dari pelumas. Kalau kekentalan pelumas tinggi, maka lapisan pelumas yang terbentuk akan tebal. Kalau kekentalan rendah, maka lapisan pelumas yang terbentuk akan tipis.
Kalau standar API dipakai untuk mengukur standar mutu pelumas, maka untuk mengukur tingkat kekentalan pelumas dipakai standar SAE - Society of American Engineers.
Dalam pelumas dikenal dua tingkat kekentalan yaitu :
1. Pelumas dengan kekentalan tunggal (mono grade), Monograde ditandai dengan satu angka SAE misalnya SAE 10, SAE 30, SAE 40, SAE 90, dll
2. Pelumas dengan kekentalan ganda (multi grade) , Multi grade ditandai dengan dua angka SAE misalnya SAE 10W-40, SAE 20W-50, dll
Pelumas mono grade hanya memiliki satu tingkat kekentalan. Pelumas kategori ini memiliki rentang yang relative sempit atau kecil terhadap perubahan temperatur. Kini yang banyak digunakan adalah pelumas multi grade. Pelumas multi grade memiliki rentang kekentalan yang relatif luas atau lebar, sehingga lebih fleksibel beradaptasi terhadap perubahan temperatur. Contohnya pelumas SAE 20W-50. Huruf W pada SAE 20W-50 menunjukkan bahwa bila pelumas dipakai pada suhu rendah (W=winter/dingin), pelumas akan bersifat seperti pelumas SAE 20. Sementara angka 50 menunjukkan bahwa pada suhu tinggi (panas) pelumas bersifat seperti SAE 50.
Dibanding dengan pelumas mono grade, maka pelumas multi grade bisa disebut "dingin tidak beku, panas tidak cair". Karena sifatnya yang fleksibel mempertahankan kinerja pada berbagai tingkatan suhu, maka pelumas ini relatif cocok dipakai untuk semua mesin.
Sumber : evalube ,tips
Dan bagaimana cara memilih pelumas yang baik untuk mesin kendaraan kita ?
Minyak pelumas terdiri dari berbagai jenis.
Dalam penggunaannya harus disesuaikan dengan persyaratan mesin yang telah ditentukan oleh pembuat mesin. Karena itu kenalilah mesin kendaraan anda dan ketahuilah pelumas dengan spesifikasi apa yang direkomendasikan untuk digunakan. Mesin-mesin diesel berbahan bakar solar seperti truk atau angkutan umum berbeda kebutuhan pelumasnya dengan mobil yang berbahan bakar bensin.
Karena itu ada pelumas yang dirancang khusus untuk mesin bensin, ada pula yang dirancang khusus untuk mesin diesel. Tapi ada juga pelumas yang dapat digunakan untuk keduanya, untuk mesin bensin bensin sekaligus mesin diesel. Dalam kemasan produk pelumas yang pada spesifikasinya tercantum kode ganda misalnya SG/CD, berarti pelumas tersebut dapat digunakan untuk mesin bensin (dengan spesifikasi SG) dan mesin diesel (dengan spesifikasi CD). Penyebutan kode SG terlebih dahulu menyatakan bahwa pelumas tersebut lebih diutamakan untuk mesin bensin.
Pelumas sangat menentukan kemampuan kerja sebuah mesin, baik otomotif maupun industri. Pemilihan dan penggunaan pelumas yang tepat akan sangat membantu kelancaran kerja dan keawetan sebuah mesin. Salah memilih pelumas bisa berakibat fatal. Dalam memilih pelumas ada dua hal yang harus diperhatikan dengan seksama yaitu : klasifikasi mutu pelumas (API Service) dan tingkat kekentalan pelumas (SAE).
Klasifikasi Mutu Pelumas (API Service)
Untuk mengukur standar mutu pelumas dipakai standar American Petroleum Institute (API) Service. American Petroleum Institute adalah sebuah lembaga resmi di Amerika Serikat yang diakui di seluruh dunia, yang membuat kategori pelumas sesuai dengan kerja mesin.
Klasifikasi pelumas mesin berbahan bakar bensin ditandai dengan huruf S sedangkan untuk mesin diesel (berbahan bakar solar) ditandai dengan huruf C.
Klasifikasi sesuai dengan tingkat kemampuan pelumas dimulai dari yang terendah adalah SA, SB, SC, SD, SE, SF, SG, SH, SJ dan SL (untuk mesin bensin) dan CA, CB, CC, CD, CE, CF-4, CH-4 dan CI-4 (untuk mesin diesel). Pelumas yang memenuhi standar mutu ditandai dengan pencantuman kata "API Service", diikuti dengan klasifikasinya. Contoh : Pennzoil GT Performance Plus, API Service SJ.
Pelumas dengan API Service SL lebih baik kemampuan kerjanya dari SJ. Pelumas dengan API Service SJ lebih baik dari API Service SH, demikian seterusnya, yang berlaku juga untuk mesin diesel. Pelumas dengan API Service CH-4 lebih baik kemampuan kerjanya dari pelumas API Service CF-4. Oleh pembuat mesin, setiap kendaraan sudah ditentukan spesifikasi apa yang harus digunakan, yang tercantum dalam buku manual. Menggunakan pelumas yang spesifikasinya lebih tinggi dari yang ditentukan oleh pembuat mesin, tidak jadi masalah. Tetapi sangat tidak disarankan menggunakan pelumas dengan klasifikasi lebih rendah dari yang ditentukan karena akan berakibat kurang baik pada mesin.
Tingkat Kekentalan
Untuk mengurangi gesekan dan keausan, dibutuhkan "lapisan" di antara dua permukaan yang bergerak untuk mencegah kontak langsung logam dengan logam. Lapisan pelumas ini diperlukan dengan ketebalan yang minimum. Ketebalan lapisan pelumas tergantung pada kekentalan. Kekentalan adalah karakteristik yang sangat penting dari pelumas. Kalau kekentalan pelumas tinggi, maka lapisan pelumas yang terbentuk akan tebal. Kalau kekentalan rendah, maka lapisan pelumas yang terbentuk akan tipis.
Kalau standar API dipakai untuk mengukur standar mutu pelumas, maka untuk mengukur tingkat kekentalan pelumas dipakai standar SAE - Society of American Engineers.
Dalam pelumas dikenal dua tingkat kekentalan yaitu :
1. Pelumas dengan kekentalan tunggal (mono grade), Monograde ditandai dengan satu angka SAE misalnya SAE 10, SAE 30, SAE 40, SAE 90, dll
2. Pelumas dengan kekentalan ganda (multi grade) , Multi grade ditandai dengan dua angka SAE misalnya SAE 10W-40, SAE 20W-50, dll
Pelumas mono grade hanya memiliki satu tingkat kekentalan. Pelumas kategori ini memiliki rentang yang relative sempit atau kecil terhadap perubahan temperatur. Kini yang banyak digunakan adalah pelumas multi grade. Pelumas multi grade memiliki rentang kekentalan yang relatif luas atau lebar, sehingga lebih fleksibel beradaptasi terhadap perubahan temperatur. Contohnya pelumas SAE 20W-50. Huruf W pada SAE 20W-50 menunjukkan bahwa bila pelumas dipakai pada suhu rendah (W=winter/dingin), pelumas akan bersifat seperti pelumas SAE 20. Sementara angka 50 menunjukkan bahwa pada suhu tinggi (panas) pelumas bersifat seperti SAE 50.
Dibanding dengan pelumas mono grade, maka pelumas multi grade bisa disebut "dingin tidak beku, panas tidak cair". Karena sifatnya yang fleksibel mempertahankan kinerja pada berbagai tingkatan suhu, maka pelumas ini relatif cocok dipakai untuk semua mesin.
Sumber : evalube ,tips
si manusia langit
Uwais Al-Qarni, sahabat yg tak banyak dikenal. Penampilannya kusam , shg tampak hina dlm pandangan orang . Bajunya lusuh, sehelai menutup badan dan selembar utk selendang. Tiada orang yg menghiraukan. Kefaqirannya tampak dlm penampilannya. Dagu hampir selalu nempel ke dada, wajahnya tertunduk menuju tempat sujud. Suatu ketika , karena iba, seorang Kuffah ingin memberinya pakaian baru. Hadiah diterima lalu ia kembalikan lagi , sambil berkata , “bila aku kenakan baju ini ,aku khawatir nanti orang menuduh, ‘Dari mana engkau dpt pakaian ini? Kalau tidak dari mengemis pasti dari mencuri’.
Rasulullah SAW, pernah bersabda : "Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah , ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya."
Rasulullah SAW, memandang Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab dan bersabda, "Suatu saat nanti, apabila kalian bertemu dgn dia, mintalah do'a dan istighfarnya, dia adlh penghuni langit dan bukan penghuni bumi".
Saudaraku, siapakah orang ini , apa istimewaanya, padahal di kesehariaanya tak ada yg menghiraukannya. Namun jika ia bersumpah (berdoa) ‘demi Allah’ pasti terkabul.
Bagi sahabat , Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khatthab, pesan Rasulullah saw. itu menimbulkan teka-teki dan rasa ingin tahu yang sangat . Siapakah sebenarnya Uwais Al-Qarni yang disebut sebagai penghuni langit itu?
“Jangan lalai kalau kalian berjumpa dengan dia, mintalah doa dan istighfar kepadanya. Sebab ia bukan penduduk bumi. Ia salah seorang penghuni langit.” Demikian wasiat Rasulullah. “Perhatikanlah tanda putih di tengah telapak tangannya.”
Mengapa sekeras itu beliau berpesan?
Kemuliaan apa yang dimiliki Uwais Al-Qarni?
Kejadiannya bermula ketika mereka berdua bersama para sahabat lainnya baru kembali dari medan perang yang dipimpin langsung oleh Rasulullah.
Begitu tiba di rumah, Rasulullah segera mendatangi istrinya, Aisyah, dan bertanya, “Apakah ada seseorang dari Yaman yang mencari aku?”
‘Betul ,ya Rasulullah ‘ jawab Aisyah. ‘Ia sengaja berangkat dari Yaman ingin menemuimu. Karena engkau tidak ada dan ia telah berjanji tak kan meninggalkan ibunya terlalu lama, maka buru-buru ia pulang ke Yaman walaupun sudah saya katakan sebentar lagi. Rasulullah akan tiba.’
Ali dan Umar saling keheranan .Jarak dari Yaman ke Madinah terbentang lebih 400 mil. Ia telah datang begitu susah payah. Namun, demi menunaikan janji kepada ibunya ia lebih suka tidak bertemu dengan Nabi daripada membuat ibunya tidak senang hati. Masya AllAh, alangkah agungnya kebaktian Uwais Al-Qarni kepada ibunya.
“Karena pengabdiannya yang begitu tulus kepada ibunya, maka Uwais Al-Qarni diangkat menjadi penghuni langit,” demikianlah sabda Rasulullah saw. Para sahabat termenung menyadari kualitas keimanannya masing-masing.
Waktu terus berjalan , tahun demi tahun berlalu , Rasulullah pun telah wafat, khalifah, Abu Bakar As-Shiddiq, juga telah wafat .
Sampai saat itupun , Umar bin Khatthab masih terus mencari-mencari kesempatan agar dapat menjumpai Uwais Al-Qarni.
Berdua dengan Ali bin Abi Thalib, tiap kali ada kafilah dari Yaman, mereka selalu bertanya apakah ada Uwais Al-Qarni terdapat di antara rombongannya. Begitu sering mereka menanyakan Uwais Al-Qarni kepada kafilah yang lalu lalang antara Yaman dan Hijaz, sampai orang Yaman sangat keheranan.
Bagi mereka , Uwais Al-Qarni hanyalah seorang fakir penggembala ternah. Ia tidak mempunyai keistimewaan apa-apa. Tetapi, mengapa khalifah bersemnagat mencarinya?
Akhirnya keinginan Umar bin Khatthab dan Ali bin Abi Thalib baru terpenuhi sesudah mendapat kabar kedatangan kafilah dari Yaman yang singgah di Madinah dalam perjalanan menuju ke Syam.
Kepada kafilah , Umar bertanya, “Adakah di antara pelayan Saudara seorang bijak bernama Uwais Al-Qarni?”
Orang itu menjawab, “Memang nama itu terdapat dalam rombongan kami. Tetapi ia bukan orang bijak. Ia hanya pelayan paling bawah yang bertugas mengurusi unta-unta kami.”
Tanpa membuang waktu lagi, Umar dan Ali pergi ketempat yang ditunjukkan pimpinan kafilah tadi. Tiba di kemah orang yang dicari-carinya itu, Umar mengucapkan salam. Tidak ada jawaban dari dalam karena Uwais sedang mengerjakan shalat sunnah.
Sesudah selesai , barulah Uwais keluar dari kemahnya dan mengulurkan tangan. Dengan serta merta disambut hangat oleh kedua sahabat besar tersebut. Oleh Umar tangan Uwais dibalikkan untuk dapat melihat telapak tangannya. Sungguh benar apa yang disabdakan Rasulullah. Terdapat sebuah tanda putih di telapak tangan Uwais. Dan begitu tanda putih tersebut terlihat nyata, mendadak wajah Uwais bersinar gemerlapan.
Umar pun bertanya untuk menegaskan rasa ingin tahunya, “Siapakah Saudara?”
Uwais menjawab ringan, “Saya? Hanyalah hamba Allah (Abdullah),”
Umar dan Ali tersenyum, “Kami pun Abdullah, hamba Allah. Maksud kami, siapakah nama Saudara sebenarnya ?”
Dijawabnya “Nama saya Uwais Al-Qarni”.
Sebagaimana telah disabdakan Rasulullah dahulu , Khalifah Umar ra dan Sayyidina Ali kemudian meminta Uwais mendo’akan mereka.
Uwais menghindar, “Saya yang sebenarnya lebih pantas meminta do’a tuan berdua”.
Mengingat sudah disabdakan Nabi saw maka dua Sahabat ra ini mendesak, “Kami berdua datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari Anda”.
Akhirnya Uwais al-Qorni mengangkat dua tangan, berdo’a dan bacakan istighfar bagi keduanya.
Kemudian saat Khalifah hendak mensedekahkan dirham untuk kesejahteraan Uwais.
Tapi Uwais al-Qarni menolaknya , dan memohon, ‘ Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir hina ini tidak diketahui orang lagi". Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya.
Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais, dan bercerita bahwa suatu ketika kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang. Tiba-tiba datanglah angin topan dan air laut bergolak hebat . Hempasan ombak menghantam kapal hingga oleng kesana kemari. Kami jadi sangat ketakutan .
Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Namun , lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan sholat di atas air.
Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. "Wahai waliyullah," Tolonglah kami!" tetapi lelaki itu tidak menoleh.
Lalu kami berseru lagi, "Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!" Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata,
"Apa yang terjadi ?"
"Tidakkah tuan melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak?" tanya kami.
"Dekatkanlah diri kalian pada Allah!" katanya.
"Kami telah melakukannya."
"Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim!"
Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih.
Demi Allah, sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut.
Lalu orang itu berkata pada kami ,"Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat". "Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? "Tanya kami.
"Uwais al-Qorni". Jawabnya dengan singkat.
Kemudian kami berkata lagi kepadanya, "Sesungguhnya harta yang ada dikapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir."
"Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?" tanyanya.
"tentu ,tuan "jawab kami. Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdo'a.
Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Benar sabda Rasulullah, bahwa dia adalah penghuni langit, seorang sahabat yang sangat sederhana, dilupakan dan diremehkan orang-orang sekitarnya. Namun para makhluk penghuni langit menghormatinya, karena ketaqwaan dan kezuhudan-nya kepada Allah, serta karena baktinya kepada ibunya.
Allahu a’lam
Sumber : dikutip secara bebas dari beberapa sumber bacaan.
Rasulullah SAW, pernah bersabda : "Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah , ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya."
Rasulullah SAW, memandang Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab dan bersabda, "Suatu saat nanti, apabila kalian bertemu dgn dia, mintalah do'a dan istighfarnya, dia adlh penghuni langit dan bukan penghuni bumi".
Saudaraku, siapakah orang ini , apa istimewaanya, padahal di kesehariaanya tak ada yg menghiraukannya. Namun jika ia bersumpah (berdoa) ‘demi Allah’ pasti terkabul.
Bagi sahabat , Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khatthab, pesan Rasulullah saw. itu menimbulkan teka-teki dan rasa ingin tahu yang sangat . Siapakah sebenarnya Uwais Al-Qarni yang disebut sebagai penghuni langit itu?
“Jangan lalai kalau kalian berjumpa dengan dia, mintalah doa dan istighfar kepadanya. Sebab ia bukan penduduk bumi. Ia salah seorang penghuni langit.” Demikian wasiat Rasulullah. “Perhatikanlah tanda putih di tengah telapak tangannya.”
Mengapa sekeras itu beliau berpesan?
Kemuliaan apa yang dimiliki Uwais Al-Qarni?
Kejadiannya bermula ketika mereka berdua bersama para sahabat lainnya baru kembali dari medan perang yang dipimpin langsung oleh Rasulullah.
Begitu tiba di rumah, Rasulullah segera mendatangi istrinya, Aisyah, dan bertanya, “Apakah ada seseorang dari Yaman yang mencari aku?”
‘Betul ,ya Rasulullah ‘ jawab Aisyah. ‘Ia sengaja berangkat dari Yaman ingin menemuimu. Karena engkau tidak ada dan ia telah berjanji tak kan meninggalkan ibunya terlalu lama, maka buru-buru ia pulang ke Yaman walaupun sudah saya katakan sebentar lagi. Rasulullah akan tiba.’
Ali dan Umar saling keheranan .Jarak dari Yaman ke Madinah terbentang lebih 400 mil. Ia telah datang begitu susah payah. Namun, demi menunaikan janji kepada ibunya ia lebih suka tidak bertemu dengan Nabi daripada membuat ibunya tidak senang hati. Masya AllAh, alangkah agungnya kebaktian Uwais Al-Qarni kepada ibunya.
“Karena pengabdiannya yang begitu tulus kepada ibunya, maka Uwais Al-Qarni diangkat menjadi penghuni langit,” demikianlah sabda Rasulullah saw. Para sahabat termenung menyadari kualitas keimanannya masing-masing.
Waktu terus berjalan , tahun demi tahun berlalu , Rasulullah pun telah wafat, khalifah, Abu Bakar As-Shiddiq, juga telah wafat .
Sampai saat itupun , Umar bin Khatthab masih terus mencari-mencari kesempatan agar dapat menjumpai Uwais Al-Qarni.
Berdua dengan Ali bin Abi Thalib, tiap kali ada kafilah dari Yaman, mereka selalu bertanya apakah ada Uwais Al-Qarni terdapat di antara rombongannya. Begitu sering mereka menanyakan Uwais Al-Qarni kepada kafilah yang lalu lalang antara Yaman dan Hijaz, sampai orang Yaman sangat keheranan.
Bagi mereka , Uwais Al-Qarni hanyalah seorang fakir penggembala ternah. Ia tidak mempunyai keistimewaan apa-apa. Tetapi, mengapa khalifah bersemnagat mencarinya?
Akhirnya keinginan Umar bin Khatthab dan Ali bin Abi Thalib baru terpenuhi sesudah mendapat kabar kedatangan kafilah dari Yaman yang singgah di Madinah dalam perjalanan menuju ke Syam.
Kepada kafilah , Umar bertanya, “Adakah di antara pelayan Saudara seorang bijak bernama Uwais Al-Qarni?”
Orang itu menjawab, “Memang nama itu terdapat dalam rombongan kami. Tetapi ia bukan orang bijak. Ia hanya pelayan paling bawah yang bertugas mengurusi unta-unta kami.”
Tanpa membuang waktu lagi, Umar dan Ali pergi ketempat yang ditunjukkan pimpinan kafilah tadi. Tiba di kemah orang yang dicari-carinya itu, Umar mengucapkan salam. Tidak ada jawaban dari dalam karena Uwais sedang mengerjakan shalat sunnah.
Sesudah selesai , barulah Uwais keluar dari kemahnya dan mengulurkan tangan. Dengan serta merta disambut hangat oleh kedua sahabat besar tersebut. Oleh Umar tangan Uwais dibalikkan untuk dapat melihat telapak tangannya. Sungguh benar apa yang disabdakan Rasulullah. Terdapat sebuah tanda putih di telapak tangan Uwais. Dan begitu tanda putih tersebut terlihat nyata, mendadak wajah Uwais bersinar gemerlapan.
Umar pun bertanya untuk menegaskan rasa ingin tahunya, “Siapakah Saudara?”
Uwais menjawab ringan, “Saya? Hanyalah hamba Allah (Abdullah),”
Umar dan Ali tersenyum, “Kami pun Abdullah, hamba Allah. Maksud kami, siapakah nama Saudara sebenarnya ?”
Dijawabnya “Nama saya Uwais Al-Qarni”.
Sebagaimana telah disabdakan Rasulullah dahulu , Khalifah Umar ra dan Sayyidina Ali kemudian meminta Uwais mendo’akan mereka.
Uwais menghindar, “Saya yang sebenarnya lebih pantas meminta do’a tuan berdua”.
Mengingat sudah disabdakan Nabi saw maka dua Sahabat ra ini mendesak, “Kami berdua datang ke sini untuk mohon do’a dan istighfar dari Anda”.
Akhirnya Uwais al-Qorni mengangkat dua tangan, berdo’a dan bacakan istighfar bagi keduanya.
Kemudian saat Khalifah hendak mensedekahkan dirham untuk kesejahteraan Uwais.
Tapi Uwais al-Qarni menolaknya , dan memohon, ‘ Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir hina ini tidak diketahui orang lagi". Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya.
Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan di tolong oleh Uwais, dan bercerita bahwa suatu ketika kami sedang berada di atas kapal menuju tanah Arab bersama para pedagang. Tiba-tiba datanglah angin topan dan air laut bergolak hebat . Hempasan ombak menghantam kapal hingga oleng kesana kemari. Kami jadi sangat ketakutan .
Pada saat itu, kami melihat seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami memanggilnya. Namun , lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan sholat di atas air.
Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. "Wahai waliyullah," Tolonglah kami!" tetapi lelaki itu tidak menoleh.
Lalu kami berseru lagi, "Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!" Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata,
"Apa yang terjadi ?"
"Tidakkah tuan melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak?" tanya kami.
"Dekatkanlah diri kalian pada Allah!" katanya.
"Kami telah melakukannya."
"Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaanirrohiim!"
Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih.
Demi Allah, sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya tenggelam ke dasar laut.
Lalu orang itu berkata pada kami ,"Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat". "Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? "Tanya kami.
"Uwais al-Qorni". Jawabnya dengan singkat.
Kemudian kami berkata lagi kepadanya, "Sesungguhnya harta yang ada dikapal tersebut adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir."
"Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di Madinah?" tanyanya.
"tentu ,tuan "jawab kami. Orang itu pun melaksanakan sholat dua rakaat di atas air, lalu berdo'a.
Setelah Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Benar sabda Rasulullah, bahwa dia adalah penghuni langit, seorang sahabat yang sangat sederhana, dilupakan dan diremehkan orang-orang sekitarnya. Namun para makhluk penghuni langit menghormatinya, karena ketaqwaan dan kezuhudan-nya kepada Allah, serta karena baktinya kepada ibunya.
Allahu a’lam
Sumber : dikutip secara bebas dari beberapa sumber bacaan.
Langganan:
Postingan (Atom)