Bahkan seorang hamba akan terhalang untuk mendapatkan rizki karena perbuatan dosa yang dia lakukan. Sebagaimana dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda, yang artinya ,“Sesungguhnya seorang hamba diharamkan mendapat rezeki karena dosa yang dilakukannya” (HR Ibnu Majah dan Hakim). Sebagaimana ketaqwaan kepada Allah mendatangkan rizki, dan sebaliknya maksiat akan mendatangkan kefakiran. Tidak ada jalan yang terbaik memancing rizki selain meninggalkan maksiat.
Maksiat ibarat jurang jebakan yang setiap saat manusia dapat terjatuh di dalamnya, ditambah lagi daya dorongnya bukan hanya berasal dari diri, tetapi juga dari was-was syetan.
Sebagaimana Al-Qur'an mengisahkan bahwa iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya” [Qs. Al-Hijr : 39]
Melakukan perbuatan dosa adalah penyebab kemurkaan Allah dan di antara penyebab terha¬pusnya berkah, tertahan turun hujan, penguasaan musuh, sebagaimana firman Allah, yang artinya ”Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran”. (QS. Al-A’raf: 130)
Sebagaimana firman Allah,yang artinya ”Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara ¬keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri ” (Qs. Ankabut :40).
Sebagaimana dalam hadits shahih dari Nabin bahwa beliau bersabda, ”Sesungguhnya seseorang ditahan rezekinya karena dosa yang dilakukannya. “(Riwayat Ibnu Majah dalam al-Fitan (4022), Ahmad (21881)
Saudaraku, kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia, baik yang besar maupun yang kecil, bermuara pada tiga hal.
1. Terikat hatinya pada selain Allah, seseorang yang hatinya terikat pada selain Allah akan bermuara pada perbuatan menyekutukan Allah (syirik).
1. Terikat hatinya pada selain Allah, seseorang yang hatinya terikat pada selain Allah akan bermuara pada perbuatan menyekutukan Allah (syirik).
2. Mengikuti nafsu amarah, orang yang memperturutkan nafsu amarahnya akan melakukan perbuatan zolim, dan sampai pada tindakan membunuh. Kemarahan menimbulkan permusuhan yang akan menghasilkan pada perbuatan dosa besar lagi . Kita telah memaklumi bersama bahwa dosa besar yang pertama kali dilakukan manusia di bumi adalah pembunuhan (kisah qabil dan habil). Rsulullah sangat menekankan untuk menjauhi perbuatan ini. Abu hurairah ra. menerangkan bahwa ada seseorang lelaki berkata kepada Nabi Saw, “berilah aku nasihat”, beliau menjawab “jangan marah”, maka diulanginya beberapa kali, kemudian nabi bersabda, “jangan marah.” [HR Bukhari]
3. Memperturutkan Syahwat, orang yang terlena dan memperturutkan nafsu syahwatnya akan jatuh pada perbuataan keji dan merugikan dirinya sendiri.
Sungguh akibat dari perbuatan maksiat akan berujung kepada kehinaan, karena sesungguhnya kemuliaan berada dalam ketaatan kepada Allah.
Sungguh akibat dari perbuatan maksiat akan berujung kepada kehinaan, karena sesungguhnya kemuliaan berada dalam ketaatan kepada Allah.
Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya ," Barang siapa yang menghendaki kemuliaan , maka bagia Allah-lah kemuliaan itu semuanya ," (Qs. Fahtir : 10).
Artinya, hendaklah seorang hamba mencari kemuliaan itu dalam ketaatan kepada Allah, karena ia tidak akan mendapatkannya kecuali darinya.
Sebagaimana doa para ulama salaf, yang artinya ,' Ya Allah , muliakan kami dengan taat kepada-Mu, dan jangan hinakan kami dengan maksiat kepada-Mu,'
Hasan al-Bashri berkata bahwa meski keledai manggut-manggut kepada orang yang berbuat maksiat dan kuda berjalan miring karena mereka, tetapi kehinaan maksiat tidak akan terlepas dari hati mereka. Allah menghinakan orang-orang yang berbuat maksiat kepada-Nya.
Abdullah bin Mubarak berkata dalam untaian bait syairnya , bahwa saya meihat dosa-dosa mematikan hati . Jika kecanduan berbuat dosa, ia akan menghinakannya. Melepaskan diri dari dosa adalah kehidupan bagi hati. Dan menentang dosa-dosa adalaha lebih baik. Tidak ada yang merusak aagama melainkan raja-raja dan para pendeta yang jahat.
Saudaraku, kehinaaan akan selalu meliputi siapa saja yang melakukan perbuatan maksiat (dosa) . Walaupun kadang kala secara lahir mereka dihormati manusia lainnya karena kebutuhan atau takut akan kejahatan mereka. Sesungguhnya dalam hati mereka ia lebih hina dari segala sesuatu. Sebaliknya ketaatan menyebabkan seoranghamba terhormat di hadapan Allah dan manusia.
Hasan al-Bashri berkata bahwa meski keledai manggut-manggut kepada orang yang berbuat maksiat dan kuda berjalan miring karena mereka, tetapi kehinaan maksiat tidak akan terlepas dari hati mereka. Allah menghinakan orang-orang yang berbuat maksiat kepada-Nya.
Abdullah bin Mubarak berkata dalam untaian bait syairnya , bahwa saya meihat dosa-dosa mematikan hati . Jika kecanduan berbuat dosa, ia akan menghinakannya. Melepaskan diri dari dosa adalah kehidupan bagi hati. Dan menentang dosa-dosa adalaha lebih baik. Tidak ada yang merusak aagama melainkan raja-raja dan para pendeta yang jahat.
Saudaraku, kehinaaan akan selalu meliputi siapa saja yang melakukan perbuatan maksiat (dosa) . Walaupun kadang kala secara lahir mereka dihormati manusia lainnya karena kebutuhan atau takut akan kejahatan mereka. Sesungguhnya dalam hati mereka ia lebih hina dari segala sesuatu. Sebaliknya ketaatan menyebabkan seoranghamba terhormat di hadapan Allah dan manusia.
Ingatlah bahwa jika seoranghamba terhina dihadapan allah, maka tak seorangpun yang akan menghormatinya, Sebagaimana firman-Nya , yang artinya ," Dan brangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya," (Qs. Al-Ahjj : 18).
Allahu a'lam
Sumber : Al Jawabul Kafi (dawa ad dawa) , Ibn Qayyim al-Jauziyah.
Allahu a'lam
Sumber : Al Jawabul Kafi (dawa ad dawa) , Ibn Qayyim al-Jauziyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar