Rasulullah memberi jaminan surga pada seorang muslim yang menjaga lisannya. Dari Sahal bin Sa’ad ra, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya “Barangsiapa menjamin untukku apa yang ada di antara kedua dagunya (lisan) dan apa yang ada di antara kedua kakinya (kemaluan/farji), maka aku akan menjamin untuknya surga.” (HR. Al-Bukhari)
Sewajarnya , apapun yang dilihat seseorang dari kondisi orang lain yang tidak disukai, hendaknya ia tidak membicarakan tentang apa yang dilihatnya itu kecuali jika pembicaraannya itu akan mendatangkan faedah atau dapat mencegah kemaksiatan. Misal : seseorang melihat orang yang sedang mencuri, maka hendaknya orang yang melihatnya itu mau bersaksi tentang yang ia lihat itu untuk menjaga hak orang lain, (menjaga hak orang yang kecurian) . Sedangkan jika yang dilihatnya adalah seorang yang sembunyikan hartaya sendiri, lalu hal itu diceritakan ke orang lain, maka ini termasuk namimah (menyebarkan rahasia).
Kemudian, jika yang disebutkan itu adalah suatu aib (kejelekan seseorang) , maka di sini telah terpadu antara namimah dan ghibah (membicarakan kejelekan orang lain).
Namimah dalam arti yang lebih luas adalah menyampaikan perkataan sebagian orang kepada sebagian lainnya yang bertujuan untuk merusak, dengan mengungkap rahasia yang seharusnya ditutupi. Melemparkan tuduhan kepada orang yang tidak bersalah adalah perbuatan yang lebih berat daripada langit, dan Neraka Wail adalah ganjaran bagi orang yang berusaha untuk memfitnah seseorang yang tidak bersalah di hadapan seorang penguasa, kemudian penguasa itu mempercayainya, sebab bisa jadi orang yang tidak bersalah akan mendapatkan hukuman atas sesuatu yang tidak dilakukannya.
Yahya bin Aktsam mengatakan bahwa 'Perbuatan seorang nammam (pengadu domba) lebih jahat daripada tukang sihir, karena seorang pengadu domba dapat melakukan perbuatan-nya itu dalam beberapa saat yang tidak bisa dilakukan oleh seorang penyihir dalam satu tahun'.
Dan disebutkan pula, bahwa perbuatan seorang nammam (orang yang melakukan namimah) lebih besar bahayanya daripada perbuatan syaitan, karena perbuatan syaitan hanya dengan khayalan dan bisikan, sedangkan perbuatan seorang nammam adalah riil dan nyata.
Mengadu domba adalah perbuatan yang paling buruk di antara perbuatan-perbuatan buruk, namun paling banyak terjadi di antara sesama manusia hingga tidak ada orang bisa terhindar dari perbuatan itu kecuali sedikit sekali. Banyak dalill dari Al-Qur’an dan An-Sunnah yang secara tegas menyatakan bahwa perbuatan itu adalah haram.
Al-Hafizh Al-Mankhari berkata: Umat ini telah sepakat mengharamkan namimah, dan juga menyatakan bahwa namimah adalah termasuk diantara dosa yang paling besar di sisi Allah Subhaanahu Wata'aala. Namimah diharamkan karena dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kaum Muslimin.
Dalil-dalil yang Mengharamkan Namimah
Allah Subhaanahu Wata'aala berfirman, yang artinya “Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah.” (Qs. Al-Qalam: 11)
Dan Allah berfirman , yang artinya ,“Tiada suatu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (Qs. Qaaf: 18).
Juga Allah berfirman, yang artinya " Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela.” (Qs. Al-Humazah: 1)
Allah berfiman , yang artinya ,"امDan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar” (Qs. Al-Lahab) ,
Allah berfiman , yang artinya ,"امDan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar” (Qs. Al-Lahab) ,
Maksudnya adalah kiasan bagi pengadu domba, karena istri Abu Lahab adalah orang yang suka membawa berita untuk merusak hubungan sesama manusia, dan disebutkan di sini “kayu bakar”, karena ia menebarkan permusuhan dan kebencian di antara manusia sebagaimana kayu bakar menebarkan api. Adapun mengadu domba adalah gangguan yang ditujukan kepada kaum muslimin untuk merusak hubungan sesama mereka,
Allah berfirman, yang artinya “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu'min dan mu'minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Qs. Al-Ahzab: 58).
Dari Hudzaifah ra bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda, yang artinya ,“Tidak masuk Surga orang yang suka mengadu domba.” (Muttafaq ‘alaihi).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, yang artinya , “Maukah aku beritakan kepada kalian tentang orang-orang yang jahat di antara kalian?”
Para sahabat menjawab: “Tentu”.
Beliau bersabda: “(Yaitu) orang-orang yang ke sana dan ke mari menghamburkan fitnah, orang-orang yang merusak hubungan antar orang yang berkasih sayang, dan orang-orang yang mencari aib pada diri orang-orang yang baik.”
Rasulullah bersabda yang artinya “Barangsiapa menyiarkan berita buruk seorang Muslim untuk memburukkannya dengan berita itu secara tidak haq, maka dengan itu Allah akan memburukkannya di dalam api Neraka pada hari Kiamat.”
Dari riwayat Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berjalan melewati dua kuburan, lalu beliau bersabda , yang artinya , “Sesungguhnya kedua penghuni kubur itu sedang disiksa, keduanya tidak disiksa karena dosa besar, namun sesungguhnya itu adalah dosa besar, salah satu di antara keduanya disiksa karena ia berjalan kesana dan kemari untuk menebar fitnah, sedangkan yang kedua disiksa karena tidak sempurna bersuci saat buang air kecil”.
Para ulama menafsirkan makna: “Keduanya tidak disiksa karena dosa besar”, maksudnya adalah: bahwa kedua penghuni kubur itu tidak menyangka bahwa perbuatannya itu termasuk yang berdosa besar. Disebutkan pula bahwa sepertiga dari siksaan di dalam kubur adalah karena perbuatan adu domba.
Allah Subhaanahu Wata'aala telah mengharamkan perbuatan menyebarkan fitnah (mengadu domba) karena dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara manusia, tidak ada kelonggaran dalam ini, lain halnya berbohong yang mana dalam hal ini Allah telah memberikan keringanan jika itu dapat mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan di antara manusia,
Sebagaimana Allah Subhaanahu Wata'aala berfirman, yang artinya , " Sebab itu bertaqwalah pada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu”. (Al-Anfal: 1).
Rasulullah bersabda , yang artinya , “Maukah aku beritakan kepada kalian tentang sesuatu yang lebih utama dari pada derajat shalat, puasa dan shadaqah?”
Para sahabat menjawab: “Tentu, wahai Rasulullah”.
Beliau bersabda: “Yaitu memperbaiki hubungan antara sesama, karena sesungguhnya rusaknya hubungan antar sesama itu adalah keterputusan (dari tali persaudaraan)”.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. , bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang artinya , "Apakah kamu tahu siapakah sejahat-jahat kamu?"
Jawab sahabat: "Allah s.w.t. dan Rasulullah s.a.w. yang lebih tahu."
Rasulullah SAW bersabda: "Sejahat-jahat kamu ialah orang yang bermuka dua, yang menghadap kepada ini dengan wajah dan datang kesana dengan wajah yang lain."
Allah Subhaanahu Wata'aala telah mengharamkan atas kaum Mukminin untuk melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka,
Sebagaimana firman Allah , yang artinya “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr (arak) dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari melakukan perbuatan itu).” (Al-Maidah: 91).
Dan Allah telah memberi karunia kepada hamba-hamba-Nya dengan menumbuhkan rasa kesatuan di dalam hati mereka, Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya “Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) kamu bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.” (Ali Imran: 103).
Sebagaimana Allah berfirman , yang artinya , " Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para Mu'mim. Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.” (Al-Anfal: 62-63).
Saudaraku, menjadi kewajiban bagi setiap pribadi yang beriman untuk menjaga lidahnya sehingga tidak berkata-kata kecuali untuk kebaikan, dan jika berkata-kata itu sama baiknya dengan tidak berkata-kata, maka agama menganjurkan untuk tidak berkata-kata, karena terkadang perbincangan yang halal dapat berubah menjadi perbincangan yang makruh atau bahkan menjadi perbincangan yang haram, inilah yang sering terjadi di antara manusia.
Allah berfirman, yang artinya “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu'min dan mu'minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Qs. Al-Ahzab: 58).
Dari Hudzaifah ra bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda, yang artinya ,“Tidak masuk Surga orang yang suka mengadu domba.” (Muttafaq ‘alaihi).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, yang artinya , “Maukah aku beritakan kepada kalian tentang orang-orang yang jahat di antara kalian?”
Para sahabat menjawab: “Tentu”.
Beliau bersabda: “(Yaitu) orang-orang yang ke sana dan ke mari menghamburkan fitnah, orang-orang yang merusak hubungan antar orang yang berkasih sayang, dan orang-orang yang mencari aib pada diri orang-orang yang baik.”
Rasulullah bersabda yang artinya “Barangsiapa menyiarkan berita buruk seorang Muslim untuk memburukkannya dengan berita itu secara tidak haq, maka dengan itu Allah akan memburukkannya di dalam api Neraka pada hari Kiamat.”
Dari riwayat Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berjalan melewati dua kuburan, lalu beliau bersabda , yang artinya , “Sesungguhnya kedua penghuni kubur itu sedang disiksa, keduanya tidak disiksa karena dosa besar, namun sesungguhnya itu adalah dosa besar, salah satu di antara keduanya disiksa karena ia berjalan kesana dan kemari untuk menebar fitnah, sedangkan yang kedua disiksa karena tidak sempurna bersuci saat buang air kecil”.
Para ulama menafsirkan makna: “Keduanya tidak disiksa karena dosa besar”, maksudnya adalah: bahwa kedua penghuni kubur itu tidak menyangka bahwa perbuatannya itu termasuk yang berdosa besar. Disebutkan pula bahwa sepertiga dari siksaan di dalam kubur adalah karena perbuatan adu domba.
Allah Subhaanahu Wata'aala telah mengharamkan perbuatan menyebarkan fitnah (mengadu domba) karena dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara manusia, tidak ada kelonggaran dalam ini, lain halnya berbohong yang mana dalam hal ini Allah telah memberikan keringanan jika itu dapat mendatangkan kebaikan dan kemaslahatan di antara manusia,
Sebagaimana Allah Subhaanahu Wata'aala berfirman, yang artinya , " Sebab itu bertaqwalah pada Allah dan perbaikilah hubungan di antara sesamamu”. (Al-Anfal: 1).
Rasulullah bersabda , yang artinya , “Maukah aku beritakan kepada kalian tentang sesuatu yang lebih utama dari pada derajat shalat, puasa dan shadaqah?”
Para sahabat menjawab: “Tentu, wahai Rasulullah”.
Beliau bersabda: “Yaitu memperbaiki hubungan antara sesama, karena sesungguhnya rusaknya hubungan antar sesama itu adalah keterputusan (dari tali persaudaraan)”.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. , bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang artinya , "Apakah kamu tahu siapakah sejahat-jahat kamu?"
Jawab sahabat: "Allah s.w.t. dan Rasulullah s.a.w. yang lebih tahu."
Rasulullah SAW bersabda: "Sejahat-jahat kamu ialah orang yang bermuka dua, yang menghadap kepada ini dengan wajah dan datang kesana dengan wajah yang lain."
Allah Subhaanahu Wata'aala telah mengharamkan atas kaum Mukminin untuk melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara mereka,
Sebagaimana firman Allah , yang artinya “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr (arak) dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat; maka berhentilah kamu (dari melakukan perbuatan itu).” (Al-Maidah: 91).
Dan Allah telah memberi karunia kepada hamba-hamba-Nya dengan menumbuhkan rasa kesatuan di dalam hati mereka, Sebagaimana Allah berfirman, yang artinya “Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) kamu bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara.” (Ali Imran: 103).
Sebagaimana Allah berfirman , yang artinya , " Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para Mu'mim. Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka.” (Al-Anfal: 62-63).
Saudaraku, menjadi kewajiban bagi setiap pribadi yang beriman untuk menjaga lidahnya sehingga tidak berkata-kata kecuali untuk kebaikan, dan jika berkata-kata itu sama baiknya dengan tidak berkata-kata, maka agama menganjurkan untuk tidak berkata-kata, karena terkadang perbincangan yang halal dapat berubah menjadi perbincangan yang makruh atau bahkan menjadi perbincangan yang haram, inilah yang sering terjadi di antara manusia.
Sebagaimana riwayat Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang artinya , "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, maka hendaklah ia berkata-kata yang baik atau hendaklah ia diam”.
Saudaraku, tidak layak seseorang berkata-kata kecuali jika kata-katanya itu me-ngandung kebaikan, yaitu perkataan yang mendatangkan kebaikan.
Imam Syafi’i mengatakan: “Jika seseorang akan berbicara hendaklah ia berfikir sebelum berbicara, jika yang akan diucapkannya itu mengandung kebaikan maka ucapkanlah, namun jika ia ragu (tentang ada atau tidaknya kebaikan pada apa yang akan ia ucapkan) maka hendaklah tidak berbicara hingga yakin bahwa apa yang akan diucapkan itu mengandung kebaikan.”
Semoga Allah Ta’ala selalu melindungi kita dari kejahatan lisan kita , ucapan, pendengaran dan penglihatan kita, amin
Allahu a'lam
Sumber : Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthaani, Syaikh Abdul Malik al-Qasim, http://www.alsofwah.or.id,
Saudaraku, tidak layak seseorang berkata-kata kecuali jika kata-katanya itu me-ngandung kebaikan, yaitu perkataan yang mendatangkan kebaikan.
Imam Syafi’i mengatakan: “Jika seseorang akan berbicara hendaklah ia berfikir sebelum berbicara, jika yang akan diucapkannya itu mengandung kebaikan maka ucapkanlah, namun jika ia ragu (tentang ada atau tidaknya kebaikan pada apa yang akan ia ucapkan) maka hendaklah tidak berbicara hingga yakin bahwa apa yang akan diucapkan itu mengandung kebaikan.”
Semoga Allah Ta’ala selalu melindungi kita dari kejahatan lisan kita , ucapan, pendengaran dan penglihatan kita, amin
Allahu a'lam
Sumber : Dr. Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthaani, Syaikh Abdul Malik al-Qasim, http://www.alsofwah.or.id,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar