Allah berfirman, yang artinya, “ Dan Kami berikan kepada mereka kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan agar mereka kembali (kepada-Ku) ,” (Qs. Al A’raf : 168).
Allah akan menguji hamba-hamba Nya dengan berbagai kenikmatan dan musibah agar mereka kembali taat kepda Rabb mereka, bertaubat kepada-Nya dan bertaubat dari segala perbuatan maksiat yang dilakukannya.
Saudaraku, diantara faedah dari penyakit yang kita derita dan musibah yang menimpa bahwa hal itu bisa menyadarkan seorang hamba untuk kembali dari jalan kesesatan ke jalan Rabb-nya . Selain itu musibah juga dapat berfungsi sebagai pengingat bagi seorang hamba karena melalaikan Rabb-nya.
Sufyan bin Unaiyah, dalam Al-Farju ba’da asy-syiddah , Ibnu Abi ad-Dunya, berkata bahwa apa yang dibenci oleh seorang hamba itu lebih baik baginya daripada apa yang ia cintai, karena apa yang dibencinya dapat menggerakkannya untuk selalu berdoa dan apa yang dicintainya membuatnya terlena (lalai).
Banyak diantara kita yang justru terjerumus dalam buaian kenikmatan dan jeratan hawa nafsu ketika dalam keadaan sehat walafiat. Seorang hamba disibukkan dengan urusan duniawinya sehingga melalaikan Tuhan-nya. Dalam kondisi ini setan mengambil kesempatan untuk makin menjerumuskan seseorang untuk makin membuatanya lalai terhadap Allah.
Firman Allah, yang artinya, “ Dan sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri “. (Qs. Al-an’am : 42).
Ibnu Jarir, dalam tafsir Ibnu Jarir menyatakan bahwa Allah menyiksa dengan kesengsaraan berupa kefakiran yang amat sangat dan kesempitan dalam hidup serta berbagai penyakit dan penderitaan yang dirasakan tubuh. Allah memberikan penyakit itu kepada hamba-hamba-Nya agar mereka merendahkan dirinya kepada Allah, meng-ikhlaskannya hanya kepada Allah, hanya memasrahkan keinginannya kepada Allah dan tidak meyerahkannya kepada selain Allah, berupa sikap merendahkan diri hamba kepada Allah dengan ketaatan dan memohon ketenangan dari hamba kepada Allah dengan bertaubat.
Dari Abdurrahman bin Said, dari ayahnya , ia berkata aku bersama Salman mengujungi orang sakit di Kandah, ketika bertemu dengannya ia berkata,’ Kabarkanlah berita gembira, sesungguhnya penyakit yang diderita seorang hamba beriman itu dijadikan oleh Allah sebagai kaffarat (penebus dosa) dan tegoran baginya.
Penyakit yang diderita dan musibah bisa menjadi faktor penyebab untuk meng-instropeksi diri dan bertaubat dari perbuatan buruk serta sarana untuk menyadari kelalaiannya.
Yazid bin Masirah, dalam Iddah Ash-Shabiri, menyatakan bahwa sesungguhnya seorang hamba yang ditimpakan penyakit dan sesuatu yang menimpanya, disisi Allah dicatat sebagai amal kebaikan. Allah akan mengingatkan kepadanya sebagian dari kesalahan-kesalahan masa lalu, sehingga keluarlah air mata karena takut kepada Allah. Maka Allah akan melepaskan ujian itu , jika dilepaskan darinya akan menyebabkan menjadi suci (hatinya), atau tetap akan memberikannya ujian jika hal itu dapat membuatnya (hatinya) menjadi suci.
Ibnu Al-Mu’taz , dalam Jannah ar-ridha, menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa yang menyakitkan biasanya akan mendatangkan kebaikan yang sangat banyak, diantaranya berupa tabungan pahala, dihapuskannya dosa, peringatan karena sikap lalai, lebih mengetahui betapa indahnya sebuah kenikmatan dan menolong seorang dari malapetakan zaman (kehidupan).
Bahkan Sufyan ats-Tsauri dalam asy-syukru, Ibnu abi ad-Dunya, berkata bahwa Allah telah memberikan nikmat kepada hamba-Nya akan kebutuhannya lebih banyak daripada apa yang dimohonkannya.
Dan , yang menggembirakan sebagaimana dikatakan Wahab bin Munabbih berkata bahwa diturunkannya bencana (bala’) itu agar dengannya doa-doa dikeluarkan (dibacakan).
Saudaraku, dengan adanya musibah atau penyakit, justru mengingatkan kepada kita betapa sangat banyak kenikmatan yang telah dianugerahkan Allah kepada kita.
Wallahu a’lam
Sumber : Hikmah bagi orang sakit, Abdullah bin ali al-J’aitsin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar