Memaafkan , ringan diucapkan. Dalam prakteknya, memaafkan orang lain yang telah melukai , yang telah menzalimi kita, membutuhkan kekuatan yang luar biasa. Apalagi bila itu terjadi disaat kita sedang berkuasa atau mempunyai kekuasaan untuk membalas tindakannya yang telah menzalimi kita dulu.
Allah berfirman, yang artinya : ".. dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Qs. An Nur :22) . Firman Allah , yang artinya “ .. dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Qs. At Taghabun :14)
Lihatlah Abu Sufyan ibn al-Harith, 20 tahun dia paling gencar memusuhi seluruh dakwah kenabian Rasulullah. Dengan segala daya upaya digunakan untuk menghancurkan perjuangan Rasulullah. Bila kaum Quraisy menyalakan api peperangan kepada Rasulullah saw, Abu Sufyan selalu turut mengobarkannya dan setiap penganiayaan yang dilancarkannya selalu membawa bencana bagi kaum beriman.
Namun dalam perkembangannya, Rasulullah dapat memaafkannya. Sabdanya , yang artinya ,” Wahai Ali, umumkan kepada semua orang, bahwa aku Muhammad telah memaafkan Abu Sufyan” .“Wahai Abu Sufyan. Kini tidak ada dendam dan tidak ada penyesalan”. sambil memegang erat tangan Abu Sufyan dan Ja’far.
Saudaraku, juga dinyatakan dalam Al Qur'an bahwa pemaaf adalah sifat mulia yang terpuji. "Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (Qur'an 42:43)
Berlandaskan hal tersebut, kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an, "...menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain." (QS. Ali ‘Imraan, 3:134)
Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur'an akan merasa sulit memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan apa pun yang diperbuat. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa memaafkan adalah lebih baik.
Saudaraku, memaafkan pihak lain sebenarnya bukan menguntungkan orang lain, namun memaafkan orang lain sebenarnya untuk diri kita sendiri, untuk kebahagiaan kita. Kebencian dan dendam hanyalah perampok kebahagiaan kita. Memaafkan orang lain adalah kunci untuk membuat kita bahagia.
Saudaraku, pernahkan kita mendengar istilah Forgiveness Therapy ?
Seorang pakar California Hypnosis Center USA , Calvin D Banyan , membuat rumusan sederhana tentang terapi mengampuni . Dengan mengampuni berarti kita menghapus kemarahan kepada orang lain. Diibaratkan menggosokkan karet penghapus di atas kertas, untuk membersihkan coretan yang salah dalam hidup kita. Ketika menggosokkan karet penghapus, pikiran kita tertuju pada lembar tulisan yang diharapkan kembali menjadi putih bersih, bukan kepada orang yang menyebabkan terjadinya coretan.
Sedangkan kemarahan yang kita ungkapkan adalah noda dalam lembaran hidup kita. Seringkali kita menahan kemarahan, namun kemarahan bukannya hilang, tetapi dia berpindah menempati ruang tertentu dalam pikiran bawah sadar kita. Selanjutnya ia akan mewarnai seluruh hidup kita. Disukai atau tidak sesuatu yang kelewat kita taruh di dalam pikiran bawah sadar, akan mempengaruhi cara hidup kita, baik itu ditaruh dengan penuh kesengajaan, maupun by accident. Kemarahan yang tertahan atau tersalurkan akan menjadi sebutir biji cabai yang kita letakkan di dalam pikiran kita. Maka apapun yang diucapkan oleh orang yang suka memendam kemarahan sering kali berasa pedas dan panas.
Tidak semua sikap memaafkan dapat menjadi therapy. Hanya cara memaafkan tertentu saja yang bisa mengangkat biji cabai dari dalam pikiran kita. Yaitu cara memaafkan yang dibarengi dengan perubahan dalam berperasaan, membuat bingkai perasaan yang baru terhadap sesuatu yang telah terjadi. Memaafkan sebagai therapy adalah sebuah upaya yang cerdas, ia bukan berarti melupakan. Karena melupakan bukanlah tindakan yang cerdas. Dengan memaafkan tidak berarti kita menyukai kejadian yang telah menyakiti Anda
Pemahaman orang-orang beriman tentang sikap memaafkan berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai Al Qur'an. Meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hati mereka. Sikap mereka cenderung menampakkan rasa marah itu. Di lain pihak, sikap memaafkan orang-orang beriman adalah tulus. Karena mereka tahu bahwa manusia diuji di dunia ini, dan belajar dari kesalahan mereka, mereka berlapang dada dan bersifat pengasih. Lebih dari itu, orang-orang beriman juga mampu memaafkan walau sebenarnya mereka benar dan orang lain salah. Ketika memaafkan, mereka tidak membedakan antara kesalahan besar dan kecil. Seseorang dapat saja sangat menyakiti mereka tanpa sengaja. Akan tetapi, orang-orang beriman tahu bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah, dan berjalan sesuai takdir tertentu, dan karena itu, mereka berserah diri dengan peristiwa ini, tidak pernah terbelenggu oleh amarah.
Allahu a’lam
Sumber : Indahnya Memaafkan (Abu Naila) , http://republika .co.id, http://www. harunyahya.com ,www.hidayatullah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar