Senin, 28 Maret 2011
setiap peristiwa, ada sisi kebaikan
Saudaraku, setiap kita pasti pernah mengalami masa-masa yang sulit dalam kehidupan ini. Sebagai seorang hamba beriman , kita harus memahani bahwa kesulitan-kesulitan yang diberikan Allah untuk menguji manusia. Kesulitan-kesulitan ini dibuat untuk menjadi batas pembeda antara orang yang benar-benar beriman dengan orang yang dihinggapi penyakit di hatinya, yaitu orang yang belum tulus dalam meyakini keimanan kepad Allah. Sebagaimana Firman Allah, yang artinya “Dan Kami coba mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran), “ (Qs. Al-a’raf : 168). Firman Allah yang artinya, “ Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami-lah kamu dikembalikan ,” (Qs. Al-Anbiya : 35). Kemampuan untuk melihat kebaikan dalam setiap kejadian, apapun kondisinya baik yang menyenangkan maupun tidak, merupakan kualitas moral yang penting. Ini timbul dari keyakinan tulus kepada-Nya. Pemahaman akan kebenaran ini akan menuntun seorang hamba tidak hanya mencapai keberkahan hidup didunia dan akhirat, namun juga menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang tiada berakhir. Ibnu Katsir,dalam kitabnya Tafsir Ibnu Katsir (2/155), menyatakan bahwa ‘seorang mukmin itu harus diuji harta dan jiwanya, atau anak keturunan dan keluarganya. Seorang mukmin juga harus diuji tingkat keagamaanya. Jika agamanya kuat maka akan bertambah pula cobaan yang akan diterimanya,’ Seorang hamba beriman tidak akan pernah lupa bahwa kesulitan maupun keberkahan datang untuk menguji mereka. Karena kemulian dan kepatuhan mereka kepada-Nya, Allah tentu akan mengubah apa yang tampaknya buruk menjadi hal-hal yang menguntungkan bagi makhluk-Nya yang sejati. Kita , memang akan lebih mudah untuk bersyukur ketika menerima anugerah atau kenikmatan atau ujian yang menyenangkan dibandingkan bersabar saat sedang diuji dengan musibah. Seorang hamba bisa menjadi marah, putus asa dengan ujian berupa musibah, dan memandang musibah adalah sesuatu yang harus dihindari. Misalnya dengan upaya berdoa, dan memohon Insya Allah akan menolak musibah yang akan terjadi sehingga tidak terjadi. Namun , namun jika musibah benar-benar terjadi dan sedang menimpa, kita wajib berusaha menyikapi dengan sabar dan mengambil hikmah dibalik musibah tersebut. Ibn Abi Ad-dunya dalam Asy-syukur , menyatakan bahwa Abdul Malik Ibn Abjar ra berkata, bahwa ‘tidak ada seorang manusia melainkan akan diuji dengan kesehatan dan kelapangan untuk mengetahui sejauh mana ia akan mensyukurinya dan ia juga akan diuji dengan musibah untuk mengetahui sejauh mana ia akan bersikap sabar menghadapi ujian itu .’ Saudaraku, salah satu bukti adanya keimanan yang kuat adalah tidak adanya rasa kecewa terhadap apapun yang terjadi dalam kehidupan ini. Sebaliknya, jika seorang hamba yang gagal melihat kebaikan dalam setiap peristiwa maka bisa menyebabkan dia terperangkap dalam ketakutan, kekhawatiran, putus asa, kesedihan yang berlarut. Sebagaimana Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Aku mengagumi seorang mukmin karena selalu ada kebaikan dalam setiap urusannya. Jika ia mendapatkan kesenangan, maka ia bersyukur (kepada Allah) sehingga didalamnya ada kebaikan. Jika ditimpa musibah, ia berserah diri (dan menjalankannya dengan sabar) bahwa didalamnya ada kebaikan pula “, (Hr Muslim). Saudaraku, kita harus meyakini bahwa Allah menciptakan segalanya untuk tujuan yang baik dan menuntun hati seseorang dalam menemukan kedamaian. Sebuah keberkahan besar bagi hamba yang beriman bila memiliki pemahaman akan kenyataan ini. Hindarkanlah ketakutan dan kekhawatiran yang berkelanjutan sehingga terus menderita dalam kesengsaraan yang berkelanjutan. Kita harus menyadari bahwa ada kenyataan , ada tujuan-tujuan Illahiah di balik ciptaan dan kehendak Allah. Sebagaimana hadits riwayat Turmudzi, bahwa Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Jika Allah menginginkan kebaikan bagi seorang hamba, maka Allah akan mempercepat hukuman bagi dirinya didunia ini. Dan jika Allah menginginkan keburukan bagi seorang hamba, maka Allah akan menangguhkan hukuman dari segala dosa-dosanya hingga ia akan mendapatkan balasannya pada hari kiamat nanti “, (Hr Turmudzi). Seringkali kita tidak cukup sabar untuk melihat kebaikan yang berada di balik peristiwa yang menimpa. Dan secara tidak sadar, justru kita malah mengejar sesuatu yang tidak baik buat diri kita. Sebagaimana diperingatkan Allah, dalam firman-Nya, yang artinya ,” Dan manusia mendo’a untuk kejahatan sebagaimana ia mendo’a untuk kebaikan. Dan manusia bersifat tergesa-gesa “, (Qs. Al-Israa : 11). Saudaraku, tidak seorangpun yang kebal terhadap peristiwa buruk. Mari kita berupaya untuk selalu meyakini bahwa pada akhirnya ada suatu kebaikan dalam sebuah peristiwa yang pada awalnya tampak merugikan. Dan harus disadari juga, bahwa kita tidak selalu beruntung mampu melihat sisi positif yang ada. Dan Allah akan menunjukkan itu pada suatu ketika. Sebagaimana Rasulullah pernah bersabda, yang artinya ,” Tidaklah urat dan mata seseorang melainkan ada dosa padanya. Akan tetapi ampunan dari Allah lebih banyak (dari perbuatan dosa tersebut)”, (Hr Thabrani). Dan riwayat dari Abu Hurairah dan Abu Said ra, bahwa Rasulullah bersabda, yang artinya ,” Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu keletihan, penyakit, kecemasan, kesedihan, kepedihan, kesusahan hingga kebingungan yang dirasakannya , melainkan dengannya Allah akan menghapuskan segala kesalahannya, “ (Hr Bukhari). Saudaraku sungguh indah sekali hadits diatas. Bahkan Ali pernah menghibur seorang sahabat yang terkena musibah, dengan mengatakan ,’Wahai Fulan, jika engkau bersabar maka keketepan itu tetap berlaku kepadamu dan engkau pun mendapat pahala. Namun , jika kau tidak bersabar maka ketetapan itu pun tetap berlaku dan kau mendapatkan dosa’. Satu hal yang dibenci kadang mendatangkan kesenangan, satu hal yang disukai kadang mendatangkan kesusahan. Musibah , penyakit jiwa atau jasmani, memang sangat tidak disukai oleh hati kita. Penyakit jiwa bisa berupa kecemasan (al-hammu), kesedihan (al huznu), kesusahan, penderitaan batin (al ghammu) dsb. Seringkali kita baru menyadari bahwa , kita sulit untuk bersikap sabar dalam menghadapi semua ini Dari Abu Said Al-Khudri ra, bahwa ia berkata, bahwa seorang laki-laki berkata pada Rasulullah saw, ‘Ya Rasulullah, tidakkah engkau melihat penyakit-penyakit yang menimpa kami ini, apa yang akan kami dapatkan dari penyakit-penyakit ini ?’ Rasulullah menjawab,”Penghapusan dosa”. Ubay bin Ka’ab, bertanya lagi,’Meski hanya sedikit ?’ Beliau menjawab,”Meski hanya berupa kecemasan dan yang lebih dari itu”, Kemudian Ubay pun berdoa bagi dirinya sendiri agar ia tidak dilepaskan dari penyaki hingga ia wafat, dan ia juga berdoa agar sakit itu tidak menghalanginya untuk selalu menunaikan ibadah haji dan umrah, tidak menghalanginya berjihad dijalan Allah, dan tidak menghalanginya untuk melaksanakan shalat wajib secara berjama'ah. Hingga tak seorangngpun yang menyentuhnya melainkan ia mendapatkan badannya panas hingga ia wafat. Namun doa Ubay bagi dirinya adalah ijtihad dirinya. Yang diperintahkan menurut syariat adalah seorang muslim hendaknya senantiasa memohon kesehatan kepada Allah dan tidak berbuat sesuatu yang menimbulkan bencana bagi dirinya sendiri. Saudaraku segala musibah , balak atau kepedihan ini menunjukkan bahwa betapa fakirnya kita dan betapa kita sangat membutuhkan Allah. Yakinilah bahwa , segala peristiwa yang menyakitkan ini akan mendatangkan kebaikan yang sangat banyak, diantaranya tabungan pahala, dihapuskannya dosa sehingga kita akan mengatahui bahwa dibalik itu akan terungkap betapa indahhnya sebuah kenikmatan terbebas dari bencana yang sesungguhnya yaitu seseorang yang dijauhkan dari agama-Nya. Allahu a'lam sumber : Abdullah bin Ali Juaitsin, hikmah bagi orang sakit ,Hendra Setiawan, Cara Nabi menghadapi kesulitan hidup, eramuslim dst.
Rabu, 23 Maret 2011
Keutamaan (majelis) DZIKIR
Firman Allah, yang artinya ," Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada didalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun ," (Qs. Al-Isra' : 44). Tidak diragukan bahwa dzikrullah (mengingat Allah) merupakan salah satu ibadah yang agung. Dengan dzikrullah seorang hamba mendekatkan diri kepada Rabb-nya, mengisi waktunya dan memanfaatkan nafas-nafasnya. majlis dzikir merupakan perbuatan yang sangat mulia di sisi Allah Ta’ala dan memiliki berbagai keutamaan yang agung. Diantaranya: Pertama : Majlis dzikir adalah taman surga . Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya ”Jika kamu melewati taman-taman surga, maka singgahlah dengan senang.” Para sahabat bertanya,”Apakah taman-taman surga itu?” Rasulullah menjawab,yang artinya ”Halaqah-halaqah (kelompok-kelompok) dzikir.” [1] Imam Ibn Qayyim berkata,”Barangsiapa ingin menempati taman-taman surga di dunia, hendaklah dia menempati majlis-majlis dzikir; karena ia adalah taman-taman surga.”[2] Kedua : Majlis dzikir merupakan majlis malaikat. Juga menjadi penyebab turunnya ketenangan dan rahmat Allah. Allah membanggakannya perbuatan hamba-Nya kepada malaikat. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersbada, yang artinya ," Tidaklah sekelompok orang duduk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, kecuali para malaikat mengelilingi mereka, rahmat (Allah) meliputi mereka, ketentraman turun kepada mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di hadapan (para malaikat) yang ada di sisiNya.[3] Sungguh banyak keutamaan majlis dzikir, maka yang lebih penting lagi, kita juga perlu mengetahui bentuk-bentuk majlis dzikir. Sehingga dapat mengamalkan ibadah yang besar ini sesuai dengan tuntunan. Dari hadits-hadits yang menyebutkan tentang majlis dzikir, dapat kita ketahui bentuk-bentuk majlis dzikir sebagai berikut. Pertama. Duduk bersama-sama, kemudian masing-masing berdzikir dengan pelan. Jenis-jenis dzikir yang diucapkan yaitu: - Tasbih, ucapan Subhanallah; - Takbir, ucapan Allah Akbar; - Tahmiid, ucapan Alhamdulillah; - Tahlil, ucapan Laa ilaaha illa Allah. (HR Muslim, no. 2689). - Meminta surga kepada Allah. Seperti dengan perkataan: - Permohonan perlindungan kepada Allah dari neraka. Misalnya dengan perkataan: - Istighfar (ucapan astaghfirullah). (HR Muslim, no. 2689). Bentuk dzikir ini ditunjukkan oleh hadits-hadits sbb : Dari Abu Hurairah, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya ”Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala memiliki malaikat-malaikat yang berkelana di jalan-jalan mencari Ahli Dzikir [4]. Jika mereka telah mendapatkan sekelompok orang yang berdzikir kepada Allah [5], mereka duduk bersama dengan orang-orang yang berdzikir. Mereka saling mengajak: ‘Kemarilah kepada hajat kamu’. Maka para malaikat mengelilingi orang-orang yang berdzikir dengan sayap mereka sehingga langit dunia [6]. Kemudian Allah Azza wa Jalla bertanya kepada mereka, sedangkan Dia lebih mengetahui daripada mereka, ’Apa yang diucapkan oleh hamba-hambaKu?’ Para malaikat menjawab,’Mereka mensucikanMu (mengucapkan tasbih: Subhanallah), mereka membesarkanMu (mengucapkan takbir: Allah Akbar), mereka memujiMu (mengucapkan Alhamdulillah), mereka mengagungkanMu’ [7]. Allah bertanya,’Apakah mereka melihatKu?’ Mereka menjawab,’Tidak, demi Alah, mereka tidak melihatMu’. Allah berkata,’Bagaimana seandainya mereka melihatKu?’ Mereka menjawab,’Seandainya mereka melihatMu, tentulah ibadah mereka menjadi lebih kuat kepadaMu, lebih mengagungkan kepadaMu, lebih mensucikan kepadaMu’. Allah berkata,’Lalu, apakah yang mereka minta kepadaKu?’ Mereka menjawab, ’Mereka minta surga kepadaMu’. Allah bertanya,’Apakah mereka melihatnya?’ Mereka menjawab,’Tidak, demi Alah, Wahai Rabb, mereka tidak melihatnya’. Allah berkata,’Bagaimana seandainya mereka melihatnya?’ Mereka menjawab,’Seandainya mereka melihatnya, tentulah mereka menjadi lebih semangat dan lebih banyak meminta serta lebih besar keinginan’.” Allah berkata:“Lalu, dari apakah mereka minta perlindungan kepadaKu?” Mereka menjawab,”Mereka minta perlindungan dari neraka kepadaMu.” Allah bertanya,”Apakah mereka melihatnya?” Mereka menjawab,”Tidak, demi Allah, wahai Rabb. Mereka tidak melihatnya.” Allah berkata,”Bagaimana seandainya mereka melihatnya?” Mereka menjawab,”Seandainya mereka melihatnya, tentulah mereka menjadi lebih menjauhi dan lebih besar rasa takut (terhadap neraka).” Allah berkata,”Aku mempersaksikan kamu, bahwa Aku telah mengampuni mereka.” Seorang malaikat diantara para malaikat berkata,”Di antara mereka ada Si Fulan. Dia tidak termasuk mereka (yakni tidak ikut berdzikir, Pent). Sesungguhnya dia datang hanyalah karena satu keperluan.” Allah berkata,”Mereka adalah orang-orang yang duduk. Teman duduk mereka tidak akan celaka (dengan sebab mereka).” [8] Dalam hadits lain disebutkan: Dari Abu Sa’id Al Khudri, dia berkata: Mu’awiyah keluar menemui satu halaqah (kelompok orang yang duduk berkeliling) di dalam masjid, lalu dia bertanya,”Apa yang menyebabkan engkau duduk?” Mereka menjawab,”Kami duduk berdzikir kepada Allah.” Dia bertanya lagi,”Demi, Allah. Tidak ada yang menyebabkan engkau duduk, kecuali hanya itu?” Mereka menjawab,”Demi, Allah. Tidak ada yang menyebabkan kami duduk, kecuali hanya itu?” Dia berkata,”Sesungguhnya aku tidaklah meminta engkau bersumpah karena sangkaan (bohong, Pent.) kepadamu. Tidaklah ada seorangpun yang memiliki kedudukan seperti aku dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lebih sedikit haditsnya dariku. Dan sesungguhnya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah keluar menemui satu halaqah dari para sahabat beliau. Kemudian beliau bertanya,’Apa yang menyebabkan engkau duduk?’.” Mereka menjawab,”Kami duduk berdzikir kepada Allah.” Beliau bertanya lagi,”Demi, Allah. Tidak ada yang menyebabkan engkau duduk, kecuali hanya itu?” Mereka menjawab,”Demi, Allah. Tidak ada yang menyebabkan kami duduk, kecuali hanya itu?” Beliau bersabda,”Sesungguhnya, aku tidaklah meminta engkau bersumpah karena sangkaan (bohong, Pent) kepadamu. Akan tetapi Jibril telah mendatangiku, lalu memberitahukan kepadaku, bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala membanggakanmu kepada para malaikat.” [HR Muslim, no. 2701]. Dari pertanyaan Mu’awiyah kepada orang-orang yang ada di halaqah, demikian juga dari pertanyaan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para sahabat, mengisyaratkan bahwa dzikir yang mereka lakukan adalah dengan cara pelan. Karena jika keras, tentulah tidak perlu ditanya. Bahkan tentu diingkari, sebagaimana hadits di bawah ini. Abu Musa Al-Asy’ari berkata bahwa ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memerangi atau menuju Khaibar, orang-orang menaiki lembah, lalu mereka meninggikan suara mereka dengan takbir: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaaha illa Allah. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,”Pelanlah! Sesungguhnya engkau tidaklah menyeru kepada yang tuli dan yang tidak ada. Sesungguhnya, engkau menyeru (Allah) Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat, dan Dia bersamamu (dengan ilmuNya, pendengaranNya, penglihatanNya, dan pengawasanNya, Pent.).” Dan saya (Abu Musa) di belakang hewan (tunggangan) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau mendengar aku mengatakan: “Laa haula wa laa quwwata illa billah”. Kemudian Beliau bersabda kepadaku,”Wahai, Abdullah bin Qais (Abu Musa)!” Aku berkata,”Aku sambut panggilanmu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda,”Maukah aku tunjukkan kepadamu terhadap satu kalimat, yang merupakan simpanan di antara simpanan-simpanan surga?” Aku menjawab,”Tentu, wahai Rasulullah. Bapakku dan ibuku sebagai tebusanmu.” Beliau bersabda,”Laa haula wa laa quwwata illa billah.” [HR Bukhari, no. 4205; Muslim, no. 2704]. Dan dzikir secara pelan merupakan adab yang Allah perintahkan. Sebagaimana Dia berfirman , yang artinya ," Dan dzikirlah (ingatlah, sebutlah nama) Rabb-mu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai. [Al A’raf:205]. Kedua : Duduk bersama-sama untuk membaca dan mempelajari Al Qur’an. Yaitu dengan cara salah seorang membaca dan yang lainnya mendengarkan. Hal ini ditunjukkan oleh dalil-dalil berikut. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya ," Tidaklah sekelompok orang yang berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, kecuali malaikat mengelilingi mereka, rahmat meliputi mereka, ketenangan turun kepada mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan (para malaikat) di hadapanNya. [HR Muslim, no. 2700]. Dalam hadits ini disebutkan keutamaan “sekelompok orang yang berdzikir kepada Allah”. Dalam hadits lain dijelaskan bentuk dzikir yang mereka lakukan, sebagaimana hadits : Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah bersabda,yang artinya ”Dan tidaklah sekelompok orang berkumpul di dalam satu rumah di antara rumah-rumah Allah; mereka membaca Kitab Allah dan saling belajar diantara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyebut-nyebut mereka di kalangan (para malaikat) di hadapanNya.” [HR Muslim, no. 2699; Abu Dawud, no. 3643; Tirmidzi, no. 2646; Ibnu Majah, no. 225; dan lainnya]. Dengan hadits di atas nampak, bahwa berkumpul untuk membaca dan mempelajari Al Qur’an merupakan salah satu bentuk dzikir yang mulia. Namun bagaimana caranya? Caranya, yaitu satu orang membaca dan yang lain mendengarkannya, sebagaimana disebutkan dalam hadits di bawah ini: Dari Abdullah, dia berkata: Nabi bersabda kepadaku,”Bacakanlah (Al Qur’an) kepadaku.” Aku menjawab,”Apakah aku akan bacakan kepada anda, sedangkan Al Qur’an diturunkan kepada anda?” Beliau menjawab,”Sesungguhnya aku suka mendengarkannya dari selainku..” Maka aku membacakan kepada beliau surat An Nisa’, sehingga aku sampai: sayat yang artinya ," Maka bagaimanakah (halnya orang-orang kafir nanti), apabila kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). (An Nisa’: 41) Beliau bersabda,”Berhentilah,” ternyata kedua mata Beliau meneteskan air mata. [HR Bukhari, no. 4582; Muslim, no. 800 dan lain-lain]. Syaikh Dr. Muhammad Musa Nashr berkata,”Berkumpul untuk membaca Al Qur’an yang sesuai dengan Sunnah Nabi dan perbuatan Salafush Shalih, yaitu satu orang membaca dan orang-orang selainnya mendengarkan. Barangsiapa mendapatkan keraguan pada makna ayat, (maka hendaklah, Red.) dia meminta qari’ (orang yang membacakan) untuk berhenti, dan orang yang ahli berbicara tentang tafsir menjelaskannya, sehingga tafsir ayat itu menjadi jelas dan terang bagi orang-orang yang hadirin … Kemudian qari’ mulai membaca lagi. [Kitab Al Bahts Wal Istiqra’ Fi Bida’il Qurra’, hlm. 50-51]. Ketiga : Majlis ilmu adalah majlis dzikir. Apakah majlis ilmu juga termasuk majlis dzikir? Dalam hal ini, nampaknya para ulama berbeda pendapat. Al Hafizh Ibnu Hajar Al Asqalani berkata (dalam penjelasan beliau terhadap hadits shahih riwayat Al Bukhari, no. 6408 yang telah disebutkan haditsnya di atas): “Majlis-majlis dzikir adalah majlis-majlis yang berisi dzikrullah, dengan macam-macam dzikir yang ada (tuntunannya, Pen.). Yaitu: tasbih, takbir, dan lainnya. Juga yang berisi bacaan Kitab Allah Azza wa Jalla dan berisi do’a kebaikan dunia dan akhirat. Dan masuknya -pembacaan hadits Nabi, mempelajari ilmu agama, mengulang-ulanginya, berkumpul melakukan shalat nafilah (sunah)- ke dalam majlis-majlis dzikir adalah suatu pandangan. Yang lebih nyata, majlis-majlis dzikir adalah khusus pada majlis-majlis tasbih, takbir dan lainnya, juga qiraatul Qur’an saja. Walaupun pembacaan hadits, mempelajari dan berdiskusi ilmu (agama) termasuk jumlah yang masuk di bawah istilah dzikrullah Ta’ala”. [9] Dari perkataan Al Hafizh Ibnu Hajar di atas, nampaknya beliau menguatkan bahwa majlis ilmu tidak termasuk majlis dzikir. Namun banyak juga perkataan ulama yang menyebutkan bila majlis ilmu termasuk majlis dzikir. Dan pendapat kedua inilah yang lebih kuat, insya Allah. ‘Atha rahimahullah berkata,”Majlis-majlis dzikir adalah majlis-majlis halal dan haram; bagaimana seseorang membeli, menjual, berpuasa, shalat, bershadaqah, menikah, bercerai, dan berhaji.” [10] Dalam Riyadhush Shalihin, Imam An Nawawi membuat satu bab (no. 247) dengan judul: “Keutamaan Halaqah-halaqah Dzikir dan Anjuran Menetapinya, dan Larangan Meninggalkannya Dengan Tanpa Udzur (alasan)”. Beliau menyebutkan empat hadits. Salah satu hadits berisi tentang majlis ilmu. Ini menunjukkan, bila Imam Nawawi rahimahullah mengisyaratkan, bahwa majlis ilmu termasuk majlis dzikir. Wallahu a’lam. Hadits yang dimaksudkan ialah: Dari Abu Waqid Al Laitsi, bahwa ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang duduk di dalam masjid, dan orang-orang bersama Beliau; tiba-tiba datanglah tiga orang. Dua orang mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang satu pergi. Kedua orang tadi berhenti di hadapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Yang satu melihat celah pada halaqah (lingkaran orang-orang yang duduk), lalu dia duduk padanya. Adapun yang lain, dia duduk di belakang mereka. Adapun yang ketiga, maka dia berpaling pergi. Setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam selesai, Beliau bersabda,”Maukah aku beritahukan kepada kamu tentang tiga orang tadi? Adapun salah satu dari mereka, dia mendekat kepada Allah, maka Allah-pun mendekatkannya. Adapun yang lain, dia malu, maka Allah-pun malu kepadanya. Dan Adapun yang lain, dia berpaling, maka Allah-pun berpaling darinya.” [HR Bukhari; Muslim, no. 2176.] Di antara perkataan Imam Nawawi tentang hadits ini, beliau menyatakan: “Di dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya halaqah-halaqah ilmu dan dzikir di dalam masjid”. [Shahih Muslim Syarh An Nawawi, 7/413, Penerbit Darul Hadits, Kairo, Cet. 4, Th 1422 H/2001 M.] Ketika menyebutkan fiqih hadits ini, Syaikh Salim Al Hilali berkata,”Majlis dzikir-majlis dzikir adalah halaqah-halaqah ilmu yang diadakan di rumah-rumah Allah untuk belajar, mengajar dan mencari pemahaman terhadap agama.” [Bahjatun Nazhirin Syarah Riyadhush Shalihin, 2/521, Cet. 1, Th. 1415 H/ 1994 M.] Syaikh Salim Al Hilali juga berkata,”Majlis dzikir-majlis dzikir yang dicintai oleh Allah, ialah majlis-majlis ilmu, bersama-sama mempelajari Al Qur’anul Karim dan As Sunnah Al Muththaharah (yang disucikan), dan mencari pemahaman tentang hal itu. Yang dimaksudkan bukanlah halaqah-halaqah tari dan perasaan ala Shufi.” [Bahjatun Nazhirin Syarah Riyadhush Shalihin, 2/519, Cet. 1, Th. 1415 H/ 1994 M.] Bahkan sebagian ulama menjelaskan, majlis ilmu lebih baik daripada majlis dzikir. Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhshin Al Badr, seorang dosen Jami’ah Islamiyah di Madinah berkata,”Tidak ada keraguan, bahwa menyibukan dengan menuntut ilmu dan menghasilkannya, mengetahui halal dan haram, mempelajari Al Qur’anul Karim dan merenungkannya, mengetahui Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan sirah (riwayat hidup) Beliau serta berita-berita Beliau, adalah sebaik-baik dzikir dan paling utama. Majlis-majlisnya adalah majlis-majlis paling baik. Majlis-majlis itu lebih baik daripada majlis-majlis dzikrullah dengan tasbih, tahmid dan takbir. Karena majlis-majlis ilmu berkisar antara fardhu ‘ain atau fardhu kifayah. Sedangkan dzikir semata-mata (hukumnya) adalah tathawwu’ murni (disukai, sunnah, tidak wajib).” [ Fiqhul Ad’iyah Wal Adzkar, 1/104, karya Syaikh Abdur Razaq bin Abdul Muhshin Al Badr). Kemudian beliau menyebutkan hadits-hadits dan perkataan para ulama, yang semuanya menunjukkan lebih utamanya ilmu (din) dibandingkan dengan ibadah yang tidak wajib. Inilah penjelasan seputar majlis dzikir. Semoga bermanfaat. Alhamdulillah Rabbil ‘alamin. KESIMPULAN 1. Majelis dzkir sesuai dengan jenis-jenis di atas mempunyai keutamaan. 2. Tetapi dzikir membaca tahmid, tasbih, takbir dan semisalnya dengan suara keras tidak ada contohnya. Bahkan, bertentangan dengan perintah Al Qur’an dan Sunnah, apalagi dikomando secara bersama-sama. 3. Mejelis ilmu termasuk majelis dzikir, yang menurut banyak ulama justru lebih utama dibandingkan dengan majlis-majlis dzikir lain yang bersifat sunnat. Allahu a'lam sumber : Ustadz Abu Isma’il Muslim Atsari , majalah As-Sunnah Ed 01/Th VIII/1425H/2004M Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296] catatan [1]. HR Tirmidzi, no. 3510 dan lainnya. Lihat Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah, no. 2562. [2]. Al Wabilush Shayyib, hlm. 145. [3]. HR Muslim, no. 2700. [4]. Ahli dzikir, yaitu orang-orang yang berdzikir. Dalam riwayat Muslim, no. 2689 dgn lafazh: “Mereka mencari majlis-majlis dzikir”. [5]. Dalam riwayat Muslim, no. 2689 dengan lafazh: “Jika mereka telah mendapatkan sebuah majlis yang padanya terdapat dzikir ... “ [6]. Dalam riwayat Muslim, no. 2689 terdapat tambahan: “Jika orang-orang yang berdzikir telah berpisah, para malaikat naik ke langit”. [7]. Dalam riwayat Muslim, no. 2689 dengan lafazh: “Mereka mentahlilkanMu: mengucapkan Laa ilaaha illa Allah”. [8]. HR Bukhari, no. 6408, dan ini lafahznya; Muslim, no. 2689. [9]. Fathul Bari, 11/248, Penerbit Darul Hadits, Kairo, Cet. 1; Th 1419 H/1998 M. [10]. Al ‘Ilmu Fadhkuhu Wa Syarafuhu, hlm. 132.
Minggu, 20 Maret 2011
Seputar Ka'bah (1)
Ka'bah merupakan bangunan yang menyerupai bentuk kubus, dan merupakan bangunan pertama diatas bumi yang digunakan untuk tempat beribadah kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya, yang artinya," Sesungguhnya permulaan rumah yang dibuat manusia untuk tempat beridah itulah rumah yang di Bakkah (Mekkah) yang dilimpahi berkah dan petunjuk bagi alam semsta,". (Qs. Ali-Imran : 96).
Ka'bah disebut juga Baitullah (rumah Allah) atau Baitul 'Atiq (rumah kemerdekaan). Dibangun berupa tembok bersegi empat yang terbuat dari batu-batu besar bewarna kebiru-biruan yang berasal dari pegunungan sekitar Mekah. Adapun batu-batu yang digunakan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail untuk membangun Ka'bah berasal dari 6 bukit, yaitu : Bukit Abu Qubaisy, Thur Sina, Al-Quds, Radhwa, Warqam dan bukit Uhud. Ka'bah dibagun diatas dasar suatu pondasi yang kokoh terbuat dari batu marmer, tebalnya sekitar 25 cm. Secara umum data fisik Ka'bah adalah ; Tinggi seluruh dinding 15,00 m ; Lebar dinding utara 10,02m ; Lebar dinding barat 11,58 m ; lebar dinding selatan 10,13 m ; lebar dinding timur 10,22 m.
Nama Dinding
Oleh para pendahulu, dinding-dinding tersebut diberi nama khusus yang ditentukan berdasarkan nama negeri ke arah mana dinding itu menghadap . Kecuali satu sudut dinding yang diberi nama "Rukum Aswad", karena batu itu terletak disana. Adapun keempat dinding atau sudut tersebut adalah
a. sebelah utara Rukun Iraqi (iraq)
b. Sebelah barat Rukun Syam (Suriah)
c. Sebelah selatan Rukun Yamani (Yaman)
d. Sebelah timur Rukun Aswad (Hajar Aswad).
Rukun yang dimaksudkan disini adalah rukun yang mengandung arti harafiah sudut atau pojok. Sudut yangberjumlah empat tersebut yang terdapat pada bangunan Ka'bah merupakan 4 rukun yang diutamakan dalam manasik haji.
Dan keempat dindingnya ditutup oleh semacam kelambu sutera hitam yang disebut "Kiswah" dan tergantung dari atap sampai kaki . Sejak zaman Nabi Ismail , Ka'bah sudah diberi baju (kelambu) atau penutup dari luar yang disebut Kiswah.
Kiswah
Kiswah ini setiap tahun diganti pada saat upacara haji akan dinulai dan untuk lebih menyemarakkan upacara tahunan itu. Kiswah dipasang lapisan dan disambung dengan kain putih untk menjadi tanda bahwa Ka'bah dalam keadaan Ihram. Pada tanggal 10 Zulhijah, ketika Mekkah dalam keadaan sepi karena para jemaah haji masih berada di Mina, Kiswah dan kain penutup makam Ibrahim diganti dengan yang baru.
Kiswah dihiasi dengan tulisan-tulisan ayat-ayat suci Al-Qur'an yang disulam secara khusus dengan benang emas.Salah satu kalimat yang tertera pada sulaman Kiswah adalah kalimat syahadat :
Lafaznya : Allah Jalla Jalalah , la ilaha illallah , Muhammad Rasulullah.
Artinya ; Allah Maha Agung , tiada tuhan selain Allah, Muhammad itu utusan Allah.
Pintu Ka'bah
Pada dinding sebelah timur disamping Hajar aswad terdapat pintu yang diberi nama Al-Burk. Tingginya sekitar 2 m dan dibuat dari campuran logam, emas dan perak. Dipintu itu dituliskan ayat-ayat al-Qur'an, tentang Ka'bah, haji dan shalat serta tauhid. Di dalam Ka'bah terdapat 3 buah tiang untuk menopang atap , dan sebuah tangga melalui pintu kecil untuk naik ke atas atap.
Multazam
Adalah sebuah lokasi kecil di Hajar Aswad (dinding sebelah timur) di pojok sebelah timu kira-kira satu setengah meter dari lantai dasar. Dinding antara Hajar Aswad dengan pintu Ka'bah, yang lebarnya kurang dari dua meter itulah, dinamakan "dinding Multazam".
Dilokasi ini merupakan salah satu dari tiga lokasi atau tempat paling mustajab untuk memanjatkan doa kepada allah . Umumnya jamaah yang sellesai thawaf berebut untuk medapat kesempatan mencurahkan segala isi hati dan menghadap Allah dengan doa-doa yang telah lama dipersiapkan, sehingga air mata bercucuran sambil mengucapkan doa yang telah lama dinantikan ini.
Almijan.
Terletak di dekat pintu , kira-kira di hadapan makam (batu tempat berdiri) Nabi Ibrahim. Diman atempat itu banyak dipergunakan oranag untuk shalat, yang disebut almijan. Dipercaya disinilah Nabi Ibrahim dan puteranya (Nabi Ismail) , berdiri sejenak sebelum bekerja pada saat membuat (renovasi Ka'bah).
Matwaf
Merupakan tempat atau lokasi thawaf di sekeliling Ka'bah diberi lantai marmer. Sebenarnya hanya sebatas inilah ukuran luas Masjidil Haram di masa Rasulullah. Tempat ini kini dinamakan Matwaf atau tempat thawaf.
Maqam Ibrahim.
Pintu Bani Syaibah di sebelah timur laut Ka'bah adalah tempat masuk resmi ke tempat thawaf. Antara pintu ini dan Ka'bah terdapat sebuah rumah kecil berkubah hijau, berdinding terali besi . Inilah yang disebut Maqam Ibrahim, tempat utama untuk mengerjakanshalat. Disebut tempat utama karena di lokasi inilah imam beridiri untuk semua macam shalat jamaah di Masjidil Haram.
Makam empat imam
Tidak seberapa jauh dari dinding Hajar Aswad terdapat rumah kecil tempat sumur Zam-Zam yang sekarang berada dibawah lantai dan di sebelah atasnya adalah. Makam Imam Syafi'i. dan tiga maka m lagi makam Imam Hanafi, terletak disebebalh barat. Makam Imam Hanafi di sebelah tenggara dan makam Imam Maliki disebelah utara. Dahulu tempat-tempat ini dipergunakan oleh imam tiap madzab pada waktu shalat lima waktu, sehingga tiap waktu shalat diadakan 4 kali berjamaah menurut madzab masing-masing. Cara bermadzab ini sekarang telah ditiadakan.
Rehabitilasi Ka'bah.
Dama sejarahnya Ka'bah telah mengalami sedikitnya 10 kali pembangunan renovasi atau rehabilitasi. Yaitu , oleh
1. para malaikat
2. Nabi Adam
3. Syits bin Adam
4. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
5. Suku Amaliqah
6. Suku Jurhum
7. Qushay bin Kitab
8. Abdul Muthalib
9. Bangsa Quraisy
10. Abdullah bin Zubair.
Setelah quraisy , rehabilitasi dilakukan lagi pad atahun 683 M oleh Abdullah bin Zubair. Dan diteruskan oleh Hajjaj bin Yusuf Al-Tsaqafi. Adapun bentuk yang bisa kita temui sekarang adalah hasil dari pembangunan Sultan Murad IV Al-Usmani (1630 M).
Allahu a'lam
Sumber : Buku pintar haji dan umrah HM Iwan Gayo
Ka'bah disebut juga Baitullah (rumah Allah) atau Baitul 'Atiq (rumah kemerdekaan). Dibangun berupa tembok bersegi empat yang terbuat dari batu-batu besar bewarna kebiru-biruan yang berasal dari pegunungan sekitar Mekah. Adapun batu-batu yang digunakan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail untuk membangun Ka'bah berasal dari 6 bukit, yaitu : Bukit Abu Qubaisy, Thur Sina, Al-Quds, Radhwa, Warqam dan bukit Uhud. Ka'bah dibagun diatas dasar suatu pondasi yang kokoh terbuat dari batu marmer, tebalnya sekitar 25 cm. Secara umum data fisik Ka'bah adalah ; Tinggi seluruh dinding 15,00 m ; Lebar dinding utara 10,02m ; Lebar dinding barat 11,58 m ; lebar dinding selatan 10,13 m ; lebar dinding timur 10,22 m.
Nama Dinding
Oleh para pendahulu, dinding-dinding tersebut diberi nama khusus yang ditentukan berdasarkan nama negeri ke arah mana dinding itu menghadap . Kecuali satu sudut dinding yang diberi nama "Rukum Aswad", karena batu itu terletak disana. Adapun keempat dinding atau sudut tersebut adalah
a. sebelah utara Rukun Iraqi (iraq)
b. Sebelah barat Rukun Syam (Suriah)
c. Sebelah selatan Rukun Yamani (Yaman)
d. Sebelah timur Rukun Aswad (Hajar Aswad).
Rukun yang dimaksudkan disini adalah rukun yang mengandung arti harafiah sudut atau pojok. Sudut yangberjumlah empat tersebut yang terdapat pada bangunan Ka'bah merupakan 4 rukun yang diutamakan dalam manasik haji.
Dan keempat dindingnya ditutup oleh semacam kelambu sutera hitam yang disebut "Kiswah" dan tergantung dari atap sampai kaki . Sejak zaman Nabi Ismail , Ka'bah sudah diberi baju (kelambu) atau penutup dari luar yang disebut Kiswah.
Kiswah
Kiswah ini setiap tahun diganti pada saat upacara haji akan dinulai dan untuk lebih menyemarakkan upacara tahunan itu. Kiswah dipasang lapisan dan disambung dengan kain putih untk menjadi tanda bahwa Ka'bah dalam keadaan Ihram. Pada tanggal 10 Zulhijah, ketika Mekkah dalam keadaan sepi karena para jemaah haji masih berada di Mina, Kiswah dan kain penutup makam Ibrahim diganti dengan yang baru.
Kiswah dihiasi dengan tulisan-tulisan ayat-ayat suci Al-Qur'an yang disulam secara khusus dengan benang emas.Salah satu kalimat yang tertera pada sulaman Kiswah adalah kalimat syahadat :
Lafaznya : Allah Jalla Jalalah , la ilaha illallah , Muhammad Rasulullah.
Artinya ; Allah Maha Agung , tiada tuhan selain Allah, Muhammad itu utusan Allah.
Pintu Ka'bah
Pada dinding sebelah timur disamping Hajar aswad terdapat pintu yang diberi nama Al-Burk. Tingginya sekitar 2 m dan dibuat dari campuran logam, emas dan perak. Dipintu itu dituliskan ayat-ayat al-Qur'an, tentang Ka'bah, haji dan shalat serta tauhid. Di dalam Ka'bah terdapat 3 buah tiang untuk menopang atap , dan sebuah tangga melalui pintu kecil untuk naik ke atas atap.
Multazam
Adalah sebuah lokasi kecil di Hajar Aswad (dinding sebelah timur) di pojok sebelah timu kira-kira satu setengah meter dari lantai dasar. Dinding antara Hajar Aswad dengan pintu Ka'bah, yang lebarnya kurang dari dua meter itulah, dinamakan "dinding Multazam".
Dilokasi ini merupakan salah satu dari tiga lokasi atau tempat paling mustajab untuk memanjatkan doa kepada allah . Umumnya jamaah yang sellesai thawaf berebut untuk medapat kesempatan mencurahkan segala isi hati dan menghadap Allah dengan doa-doa yang telah lama dipersiapkan, sehingga air mata bercucuran sambil mengucapkan doa yang telah lama dinantikan ini.
Almijan.
Terletak di dekat pintu , kira-kira di hadapan makam (batu tempat berdiri) Nabi Ibrahim. Diman atempat itu banyak dipergunakan oranag untuk shalat, yang disebut almijan. Dipercaya disinilah Nabi Ibrahim dan puteranya (Nabi Ismail) , berdiri sejenak sebelum bekerja pada saat membuat (renovasi Ka'bah).
Matwaf
Merupakan tempat atau lokasi thawaf di sekeliling Ka'bah diberi lantai marmer. Sebenarnya hanya sebatas inilah ukuran luas Masjidil Haram di masa Rasulullah. Tempat ini kini dinamakan Matwaf atau tempat thawaf.
Maqam Ibrahim.
Pintu Bani Syaibah di sebelah timur laut Ka'bah adalah tempat masuk resmi ke tempat thawaf. Antara pintu ini dan Ka'bah terdapat sebuah rumah kecil berkubah hijau, berdinding terali besi . Inilah yang disebut Maqam Ibrahim, tempat utama untuk mengerjakanshalat. Disebut tempat utama karena di lokasi inilah imam beridiri untuk semua macam shalat jamaah di Masjidil Haram.
Makam empat imam
Tidak seberapa jauh dari dinding Hajar Aswad terdapat rumah kecil tempat sumur Zam-Zam yang sekarang berada dibawah lantai dan di sebelah atasnya adalah. Makam Imam Syafi'i. dan tiga maka m lagi makam Imam Hanafi, terletak disebebalh barat. Makam Imam Hanafi di sebelah tenggara dan makam Imam Maliki disebelah utara. Dahulu tempat-tempat ini dipergunakan oleh imam tiap madzab pada waktu shalat lima waktu, sehingga tiap waktu shalat diadakan 4 kali berjamaah menurut madzab masing-masing. Cara bermadzab ini sekarang telah ditiadakan.
Rehabitilasi Ka'bah.
Dama sejarahnya Ka'bah telah mengalami sedikitnya 10 kali pembangunan renovasi atau rehabilitasi. Yaitu , oleh
1. para malaikat
2. Nabi Adam
3. Syits bin Adam
4. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
5. Suku Amaliqah
6. Suku Jurhum
7. Qushay bin Kitab
8. Abdul Muthalib
9. Bangsa Quraisy
10. Abdullah bin Zubair.
Setelah quraisy , rehabilitasi dilakukan lagi pad atahun 683 M oleh Abdullah bin Zubair. Dan diteruskan oleh Hajjaj bin Yusuf Al-Tsaqafi. Adapun bentuk yang bisa kita temui sekarang adalah hasil dari pembangunan Sultan Murad IV Al-Usmani (1630 M).
Allahu a'lam
Sumber : Buku pintar haji dan umrah HM Iwan Gayo
Kamis, 17 Maret 2011
Dalam kesulitan ada kemudahan
Firman Allah, “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. “ (Qs. Al-Insyirah : 5-6). Maksud ayat ini, adalah bahwa kemudahan datang bersama dengankesulitan dan bukan setelahnya karena setiap kesulitan danmusibah selalu membawa kemudahan. Tidak ada musibah yang hanya berisi kesulitan. Tidak ada kondisi krisis tanpa ada kemudahan. Sungguh rahmat Allah SWT yang diberikan kepada kita sangatlah besar. Setiap Allah menurunkan bencana, maka selalu disertai keleluasaan. Allah akan mengganti dengan yang lebih baik Allah tidak akan mengambil apapun dari manusia kecuali Dia akan menggantinya dengan yang lebih baik. Itu akan terjadi apabila anda bersabar dan ridha dengan keputusan-Nya. Janganlah merasa sedih atas suatu musibah, karena setiap musibah yang ditakdirkan allah merupakan sebuah ujian yang telah disiapkan imbalannya berupa pahala besar yaitu surga. Biasakan untuk melihat sisi positif yang ada di balik musibah. Siapa saja yang tetap beriman ketika terkena musibah dasn kesulitan di dunia akan mendapat balasan yang sempurna di akhirat nanti. Siapa saja yang tidak berkurang ketaatannya kepada Allah dan malah meningkat walaupun berbagai kesulitan menghadangnya, akan merasakan kenyamanan di akhirat. Saudaraku, apapun yang hilang adalah perantara untuk mendatangkan keuntungan. Sesungguhnya dalam setipa musibah terdapat isyarat bahwa orang itu akan mendapatkan sesuatu dari pencipta-Nya. Semua nikmat dan musibah yang telah ditetapkan allah akan mengenai kita, pasti tidak akan meleset. Setiap cobaan mempunyai pahala sesuai dengan berat ringannya.Apabila kita tidak beriman kepada takdir, diri kita tidak akan pernah merasa tenang, jiwa tidak akan tentram dan kegalauan selalu datang. Kita terima dengan rela sesuatu yang telah ditetapkan, sebelum kita dikendalikan dengan amarah, penyesalan dan ratapan. Tenangkanlah diri anda dan yakinlah anda telah berusaha yang terbaik. Diujung kesusahan pasti ada kemudahan. Firman Allah, “ Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga , padahal belum datang kepadamu sebagaimanan halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu ? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang bersamanya :’Bilakah datangnya pertolongan Allah?’ Ingatlah , sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (Qs. 2 ;214). Orang yang ditakdirkan masuk surga, pasti akan merasakan banyak kesulitan. Allah tidak akan memberikan masalah yang tidak sanggup dipikul oleh hambanya. Besarnya masalah yang menmpa sesorang setara dengan kemampuannya. Sebagaimana Firman Allah ,” Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala yang diusahakannya dan ia mendapat siksa yang dikerjakannya.” (Qs. 2 : 286) Firman Allah, “ Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak kejahatan dengan kebaikan, dan sebagian dari apa yang telah Kami rezekikan kepada mereka, mereka nafkahkan.”. (Qs. 28 : 54). Cobaan , justru akan mengangkat derajat orang-orangshalih dan meningkatkan pahalla mereka. Dari riwayat Bukhari : Saatbin Abi Waqqash berkata :’Aku pernah bertanya, ‘Wahai Rasulullah! Siapakah orang yang paling berat cobaanya?’ Beliau menjawab,”Para Nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian yang sesudah mereka secara berturut menurut tingkat keshalihannya. Sesorang akan diberi ujian sesuai kadar agamanya. Bial ia kuat, akan ditambah cobaan baginya. Kalau ia lemah dalam agamanya, akan diringankan cobaan baginya, sampai ia berjalan di muka bumi ini tanpa dosa sedikitpun.” Allahu a'lam sumber : Hendra Setiawan, Agar selalu ditolong Allah.
Selasa, 15 Maret 2011
taubat ,pintu yg selalu terbuka
Segala penyakit pasti ada obatnya. Begitu pula dengan dosa, pastilah ada penghapus-nya. Dengan banyak berzikir dan beristighfar dalam keseharian kita , akan membuka hati yang tertutupi noda dosa yang sering kita lakukan. Bertaubat dengan segenap keikhlasan hati dapat membuka jati diri kita yang berfitrah suci. Dengan kesucian jiwa dan hati mampu merobohkan tembok penghalang dosa-dosa diantara kita dan Allah .
Dari segi bahasa , taubat berarti kembali. Atau dijabarkan sebagai kembali ke pangkuan Allah.Terbukalah hijab yang memisahkan hati kita untuk selalu mendekat pada Allah. Berzikir menjadi salah satu contoh/ alternatif keseharian yang kita lakukan. Namun dzikir ini akan menjadi sia-sia, tetapi hati kita masih ada penyakit-penyakit yang merusak. Dosa akan terampuni jika kita bersungguh-sungguh dalam menjalankan istighfar , lisan dan perbuatan. Kita sebagai hamba-Nya yang lemah , tidak akan sanggup untuk menghindar dari dosa dan kesalahan, baik disengaja atau tidak. Bertaubat dari dosa-dosa, kembali kepada Yang Maha Menutupi aib dan Yang Maha Mengetahui hal-hal yang gaib, adalah awal jalan penempuh. Ini adalah modal utama orang-orang sukses, langkah awal para ahli iradah, kunci istiqamah dan penyucian bagi para muqarrabin.
Firman Allah yang artinya, “ Dan bertaubatlah kepada Allah semuanya, wahai orang-orang yang beriman, semoga kalian mendapat kemenangan “. (Qs An-nur : 31).
Allah menggunakan kata semoga, untuk menunjukkan “ Jika kalian bertaubat untuk mengharapkan kemenangan, sesungguhnya tidak ada yang mengharapkan kemenangan dengan sebenarnya selain orang-orang yang bertaubat.” Semoga Allah menjadikan kita sebagai bagian dari mereka.
Firman Allah SWT yang artinya, “ Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhan-mu dan bertaubat kepada-Nya (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat”. (Qs Hud : 3).
Taubat adalah kembalinya seorang hamba pada Allah SWT, meninggalkan jalan orang-orang yang dimurkai, dan meninggalkan jalan orang-orang yang sesat. Sedangkan orang yang zalim adalah orang yang tidak bertaubat, tidak ada yang lebih zalim darinya, ia tidak tahu siapa Rabbnya dan apa saja hak-Nya.
Dari riwayat hadits HR Al-Bukhary dalam ad Da’awat XI/101 bawa Rasulullah bersabda ,” Wahai manusia bertaubatlah kepada Allah. Demi Allah aku sungguh-sungguh bertaubat kepada-Nya lebih dari tujuhpuluh kali dalam sehari”.
Taubat tidak pernah ada tanpa didahului oelh penyesalan terhadap dosa. Sebab orang yang tidak menyesal atas keburukan yang ia lakukan berarti ia ridha dan menikmatinya. Dalam musnad dinyatakan bahwa sesal itu taubat ( hadits dari Abdullah bin Mas’ud Shahih, dalam musnad I/376. diriwayatkan juga oleh al Hakim IV/243 dinyatakan shahih dan disepakati oleh adz-dzahabiy).
Rasulullah bersabda ,” Barang siapa memperbanyak istighfar (memohon ampun kepada Allah), niscaya allah menjadikannya untuk setiap kesedihannya jalan keluar, dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan allah memberinya rezeki (yang halal) dari arah yang tiada disangka-sangka”. (Hr Imam Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan al-Hakim).
Taubat yang kita lakukan juga tiada berarti jika kita masih melakukan perbuatan dosa. Bersegeralah kita meninggalkan segala perbuatan yang menimbulkan potensi dosa. Disamping itu bersegera bertobat dan memohon ampunan, bila kita merasa melakukan dosa.
Firman Allah yang artinya , “ Dan barangsiapa bertaubat dan beramal shalih, maka sesungguhnya ia telah bertaubat kepada Allah dengan sebenarnya “. ( Qs. Al-Furqan : 71).
Yang tidak kalah pentingnya adalah keikhlasan menggapai ridha Illahi, yang menjadikan dasar bagi kita untuk bertaubat. Meniatkan hati untuk ikhlas , menjadi lebih mudah manakala sejak awal kita sudah meluruskan niat. Mungkin sering dirasakan, orang lain menganggap kita hanya sekedar mencari sesnsasi atau ketenaran , tetapi yakinlah bahwa Allah telah mencatat niat suci kita disisi-Nya .
Dari segi bahasa , taubat berarti kembali. Atau dijabarkan sebagai kembali ke pangkuan Allah.Terbukalah hijab yang memisahkan hati kita untuk selalu mendekat pada Allah. Berzikir menjadi salah satu contoh/ alternatif keseharian yang kita lakukan. Namun dzikir ini akan menjadi sia-sia, tetapi hati kita masih ada penyakit-penyakit yang merusak. Dosa akan terampuni jika kita bersungguh-sungguh dalam menjalankan istighfar , lisan dan perbuatan. Kita sebagai hamba-Nya yang lemah , tidak akan sanggup untuk menghindar dari dosa dan kesalahan, baik disengaja atau tidak. Bertaubat dari dosa-dosa, kembali kepada Yang Maha Menutupi aib dan Yang Maha Mengetahui hal-hal yang gaib, adalah awal jalan penempuh. Ini adalah modal utama orang-orang sukses, langkah awal para ahli iradah, kunci istiqamah dan penyucian bagi para muqarrabin.
Firman Allah yang artinya, “ Dan bertaubatlah kepada Allah semuanya, wahai orang-orang yang beriman, semoga kalian mendapat kemenangan “. (Qs An-nur : 31).
Allah menggunakan kata semoga, untuk menunjukkan “ Jika kalian bertaubat untuk mengharapkan kemenangan, sesungguhnya tidak ada yang mengharapkan kemenangan dengan sebenarnya selain orang-orang yang bertaubat.” Semoga Allah menjadikan kita sebagai bagian dari mereka.
Firman Allah SWT yang artinya, “ Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhan-mu dan bertaubat kepada-Nya (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat”. (Qs Hud : 3).
Taubat adalah kembalinya seorang hamba pada Allah SWT, meninggalkan jalan orang-orang yang dimurkai, dan meninggalkan jalan orang-orang yang sesat. Sedangkan orang yang zalim adalah orang yang tidak bertaubat, tidak ada yang lebih zalim darinya, ia tidak tahu siapa Rabbnya dan apa saja hak-Nya.
Dari riwayat hadits HR Al-Bukhary dalam ad Da’awat XI/101 bawa Rasulullah bersabda ,” Wahai manusia bertaubatlah kepada Allah. Demi Allah aku sungguh-sungguh bertaubat kepada-Nya lebih dari tujuhpuluh kali dalam sehari”.
Taubat tidak pernah ada tanpa didahului oelh penyesalan terhadap dosa. Sebab orang yang tidak menyesal atas keburukan yang ia lakukan berarti ia ridha dan menikmatinya. Dalam musnad dinyatakan bahwa sesal itu taubat ( hadits dari Abdullah bin Mas’ud Shahih, dalam musnad I/376. diriwayatkan juga oleh al Hakim IV/243 dinyatakan shahih dan disepakati oleh adz-dzahabiy).
Rasulullah bersabda ,” Barang siapa memperbanyak istighfar (memohon ampun kepada Allah), niscaya allah menjadikannya untuk setiap kesedihannya jalan keluar, dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan allah memberinya rezeki (yang halal) dari arah yang tiada disangka-sangka”. (Hr Imam Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa’i, Ibnu Majah dan al-Hakim).
Taubat yang kita lakukan juga tiada berarti jika kita masih melakukan perbuatan dosa. Bersegeralah kita meninggalkan segala perbuatan yang menimbulkan potensi dosa. Disamping itu bersegera bertobat dan memohon ampunan, bila kita merasa melakukan dosa.
Firman Allah yang artinya , “ Dan barangsiapa bertaubat dan beramal shalih, maka sesungguhnya ia telah bertaubat kepada Allah dengan sebenarnya “. ( Qs. Al-Furqan : 71).
Yang tidak kalah pentingnya adalah keikhlasan menggapai ridha Illahi, yang menjadikan dasar bagi kita untuk bertaubat. Meniatkan hati untuk ikhlas , menjadi lebih mudah manakala sejak awal kita sudah meluruskan niat. Mungkin sering dirasakan, orang lain menganggap kita hanya sekedar mencari sesnsasi atau ketenaran , tetapi yakinlah bahwa Allah telah mencatat niat suci kita disisi-Nya .
Allahu a'lam
Sumber : Muzakki, Ibn Rajab Al-Hambali dkk dalamTazkiyatun Nafs
Sumber : Muzakki, Ibn Rajab Al-Hambali dkk dalamTazkiyatun Nafs
The speed of trust
Menyitir judul karya Stephen MR Covey, tentang kekuatan memberi kepercayaan kepada orang lain. Dikatakannya bahwa untuk meraih tujuan kehidupan (kebahagiaan) atau tujuan suatu organisasi , maka tidak ada sesuatu yang melebihi kecepatan trust. Trust adalah sifat percaya kepada orang lain yang merupakan cerminan rasa percaya terhadap diri sendiri dan keyakinan yang kuat kepada Tuhan.inilah yang merupakan salah satu unsur utama dari ikhlas.
Pada awalnya untuk percaya (memberikan kepercayaan) kepada orang lain memang berat , kita perlu sedikit-demi berlatih hingga menjadi perilaku kita. Manusia adalah mahluk yang penuh dengan keterbatasan. Oleh karena itu, keyakinan kita, kepercayaan kita dan ketulusan kita dalam memberikan kepercayaan kepada seseorang, akan menjadi penguatnya, yang akan menjaga setiap langkah kita. Seseorang memang tidak akan bisa memaksa orang lain untuk mempercayainya, akan tetapi dia sendirilah harus bisa membuat orang lain percaya kepadanya. Kepercayaan itu bukan untuk diminta, tapi diberikan.
Erbe Sentanu dalam the power of positive feeling, menyatakan bahwa ketika seorang hamba telah mencapai ikhlas , maka saat itulah doa atau niatnya berjabat tangan melakukan kolaborasi dengan energi vibrasi quanta. Dijelaskan bahwa melalui kuantum yang tiada terlihat, maka kekuatan Tuhan-lah yang sebenarnya sedang bekerja. Jika sudah demikian tiada satu kekuatanpun dia alam semesta ini yang bisa menghalangi-Nya.
Pendapat yang umum terjadi di sekitar kita, adalah bahwa dalam kehidupan ini seseorang harus berjuang meraih semua keinginannya dengan berusaha keras, mem-banting tulang dst.
Sebagaimana firman-Nya , yang artinya ,” Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya ,” (Qs. Ath-thalaq : 3).
Suatu hal yang pasti, Allah menjanjikan berbagai kemudahan atau kesuksesan akan datang menghampiri jika dalam ikhtiarnya itu seorang hamba sanggup bersyukur, menikmati proses , dan menyerahkan seluruh urusan dan kepentingannya hanya kepada-Nya.
Sebagaimana Firman Allah, yang artinya : ...Apabila engkau telah mempunyai ketetapan , maka berserah dirilah kepada Allah, “ (Qs. Ali-Imran : 159).
Saudaraku, dalam keseharian jika kita mempercayai seseorang, maka kita bisa berharap penuh padanya. Misalnya kita percaya masakan restoran x paling enak , maka kita berharap pesanan katering kita padanya tentu akan enak pula hasilnya. Jadi, lewat trust (percaya) kita menaruh harapan. Dan ternyata antara percaya (trust) dan takut (fear), kita akan menyerahkan segala sesuatunya (submission).
Begitu pula , jika kita meyakini serta takut dan berharap akan karunia Allah SWT , maka otomatis kita lebih mudah berserah diri kepada Allah.
Hadits riwayat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda yang artinya ,” Berdoalah kalian kepada Allah dengan meyakini bahwa Allah akan mengabulkan doa kalian “, (Hr At Timidzi, dihasankan oleh Al-Albani).
Hadits riwayat Ibn Abbas, bahwa Rasulullah bersabda yang artinya ,” Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah ,” (Hr At Timidzi dan Ahmad).
Ikhlas adalah suatu ketrampilan , yang lebih bercirikan silent operation dari pikiran dan perasaan yang tak nampak namun sangat powerfull. Ikhlas merupakan ketrampilan untuk menciptakan peristiwa keikhlasan dalam hati yang terdalam. Memang benar hati adalah laksana telaga, dan perasaan adalah air ditempat itu. Kalbu adalah saat kita menampung segalanya, dan mari kita jadikan hati ini sebagai telaga yang luas yang mampu meredam setiap kepahitan dan mengubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.
Dalam tingkat kuantum,kualitas keikhlasan akan benar-benar terasa didalam hati dan terukur secara objektif, sehingga menumbuhkan keyakinan. Nasib seseorang mencerminkan karakternya, sementara karakter berasal dari semua kebiasaan dant indakannya. Tindakan-tindakan ini berasal dari pikiran dan bermuara di perasaanya. Nasib , karakter dan tindakan adalah sesuatu yang tampak oleh indera.Sedangkan pikiran dan perasaan dalah energi kuantum yang tak tampak oleh indera.
Bila anda telah menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan, mengapa masih menyimpan kecemasan? Ini menandakan penyerahan diri kita belum sempurna, kita belum sepenuhnya meyakini kuasa Tuhan. Percayakan semua persoalan kita kepada-Nya , dan tunggulah keajaiban pasti akan datang.
Untuk meraih kesuksesan (kebahagiaan) sejati maka kita perlu berpindah dari permainan mengeluh dan menyalahkan pihak lain menuju permainan menerima dan dan bersyukur. Tuhan telah memberikan kebahagiaan dalam diri kita semenjak lahir. Dan kita tinggal menyetelnya untuk selalu masuk ke frekuensi itu. Frekuensi syukur , disitu terkandung rasa cinta terhadap apa yang telah kita punyai sebagai anugerah besar dari-Nya. Dengan begitu kita akan selalu menjadi manusia yang sukses.
Pada awalnya untuk percaya (memberikan kepercayaan) kepada orang lain memang berat , kita perlu sedikit-demi berlatih hingga menjadi perilaku kita. Manusia adalah mahluk yang penuh dengan keterbatasan. Oleh karena itu, keyakinan kita, kepercayaan kita dan ketulusan kita dalam memberikan kepercayaan kepada seseorang, akan menjadi penguatnya, yang akan menjaga setiap langkah kita. Seseorang memang tidak akan bisa memaksa orang lain untuk mempercayainya, akan tetapi dia sendirilah harus bisa membuat orang lain percaya kepadanya. Kepercayaan itu bukan untuk diminta, tapi diberikan.
Erbe Sentanu dalam the power of positive feeling, menyatakan bahwa ketika seorang hamba telah mencapai ikhlas , maka saat itulah doa atau niatnya berjabat tangan melakukan kolaborasi dengan energi vibrasi quanta. Dijelaskan bahwa melalui kuantum yang tiada terlihat, maka kekuatan Tuhan-lah yang sebenarnya sedang bekerja. Jika sudah demikian tiada satu kekuatanpun dia alam semesta ini yang bisa menghalangi-Nya.
Pendapat yang umum terjadi di sekitar kita, adalah bahwa dalam kehidupan ini seseorang harus berjuang meraih semua keinginannya dengan berusaha keras, mem-banting tulang dst.
Sebagaimana firman-Nya , yang artinya ,” Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya ,” (Qs. Ath-thalaq : 3).
Suatu hal yang pasti, Allah menjanjikan berbagai kemudahan atau kesuksesan akan datang menghampiri jika dalam ikhtiarnya itu seorang hamba sanggup bersyukur, menikmati proses , dan menyerahkan seluruh urusan dan kepentingannya hanya kepada-Nya.
Sebagaimana Firman Allah, yang artinya : ...Apabila engkau telah mempunyai ketetapan , maka berserah dirilah kepada Allah, “ (Qs. Ali-Imran : 159).
Saudaraku, dalam keseharian jika kita mempercayai seseorang, maka kita bisa berharap penuh padanya. Misalnya kita percaya masakan restoran x paling enak , maka kita berharap pesanan katering kita padanya tentu akan enak pula hasilnya. Jadi, lewat trust (percaya) kita menaruh harapan. Dan ternyata antara percaya (trust) dan takut (fear), kita akan menyerahkan segala sesuatunya (submission).
Begitu pula , jika kita meyakini serta takut dan berharap akan karunia Allah SWT , maka otomatis kita lebih mudah berserah diri kepada Allah.
Hadits riwayat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda yang artinya ,” Berdoalah kalian kepada Allah dengan meyakini bahwa Allah akan mengabulkan doa kalian “, (Hr At Timidzi, dihasankan oleh Al-Albani).
Hadits riwayat Ibn Abbas, bahwa Rasulullah bersabda yang artinya ,” Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau meminta tolong, minta tolonglah kepada Allah ,” (Hr At Timidzi dan Ahmad).
Ikhlas adalah suatu ketrampilan , yang lebih bercirikan silent operation dari pikiran dan perasaan yang tak nampak namun sangat powerfull. Ikhlas merupakan ketrampilan untuk menciptakan peristiwa keikhlasan dalam hati yang terdalam. Memang benar hati adalah laksana telaga, dan perasaan adalah air ditempat itu. Kalbu adalah saat kita menampung segalanya, dan mari kita jadikan hati ini sebagai telaga yang luas yang mampu meredam setiap kepahitan dan mengubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.
Dalam tingkat kuantum,kualitas keikhlasan akan benar-benar terasa didalam hati dan terukur secara objektif, sehingga menumbuhkan keyakinan. Nasib seseorang mencerminkan karakternya, sementara karakter berasal dari semua kebiasaan dant indakannya. Tindakan-tindakan ini berasal dari pikiran dan bermuara di perasaanya. Nasib , karakter dan tindakan adalah sesuatu yang tampak oleh indera.Sedangkan pikiran dan perasaan dalah energi kuantum yang tak tampak oleh indera.
Bila anda telah menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan, mengapa masih menyimpan kecemasan? Ini menandakan penyerahan diri kita belum sempurna, kita belum sepenuhnya meyakini kuasa Tuhan. Percayakan semua persoalan kita kepada-Nya , dan tunggulah keajaiban pasti akan datang.
Untuk meraih kesuksesan (kebahagiaan) sejati maka kita perlu berpindah dari permainan mengeluh dan menyalahkan pihak lain menuju permainan menerima dan dan bersyukur. Tuhan telah memberikan kebahagiaan dalam diri kita semenjak lahir. Dan kita tinggal menyetelnya untuk selalu masuk ke frekuensi itu. Frekuensi syukur , disitu terkandung rasa cinta terhadap apa yang telah kita punyai sebagai anugerah besar dari-Nya. Dengan begitu kita akan selalu menjadi manusia yang sukses.
Allahu a'lam
Sumber : Erbe Sentanu , the power of positive feeling
Sumber : Erbe Sentanu , the power of positive feeling
Senin, 07 Maret 2011
shalat Dhuha
Tentang keutamaan shalat Dhuha, telah diriwayatkan beberapa hadits yang diantaranya sebagai berikut. Dari Abu Dzar ra, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, yang artinya , “Bagi masing-masing ruas[1] dari anggota tubuh salah seorang di antara kalian harus dikeluarkan sedekah. Setiap tasbih (Subhanallah) adalah sedekah, setiap tahmid (Alhamdulillah) adalah sedekah, setiap tahtil (Laa Ilaaha Illallaah) adalah sedekah, menyuruh untuk berbuat baik pun juga sedekah, dan mencegah kemunkaran juga sedekah. Dan semua itu bisa disetarakan ganjarannya dengan dua rakaat shalat Dhuha”. (Hr : Muslim[2].
Hadits Abud Darda dan Abu Dzar ra, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda, yang artinya ," dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahamulia, dimana Dia berfirman, “Wahai anak Adam, ruku’lah untuk-Ku empat rakaat di awal siang, niscaya Aku mencukupimu di akhir siang” ( Hr.At-Tirmidzi[3]. Dari Abu Hurairah ra, dia bercerita, dia berkata :”Tidak ada yang memelihara shalat Dhuha kecuali orang-orang yang kembali kepada Allah (Awwaab)”. Dan dia mengatakan, “Dan ia merupakan shalatnya orang-orang yang kembali kepada Allah (Awwaabin)” ( riwayat Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim.) [4]
Hukum Shalat Dhuha
Hadits-hadits terdahulu dan juga yang semisalnya menjelaskan bahwa shalat Dhuha pada waktu Dhuha (pagi hari) merupakan suatu hal yang baik lagi disukai. [5]
Selain itu, di dalam hadits-hadits tersebut juga terkandung dalil yang menunjukkan disyariat-kannya kaum muslimin untuk senantiasa mengerjakannya. [6]. Dan tidak ada riwayat yang menujukkan diwajibkannya shalat Dhuha
Waktu Shalat Dhuha
Waktu shalat Dhuha dimulai sejak terbit matahari sampai zawal (condong). Dan waktu terbaik untuk mengerjakan shalat Dhuha adalah pada saat matahari terik. Dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah sebagai berikut.
Adapun permulaan waktunya, telah ditunjukkan oleh hadits Abud Darda dan Abu Dzar ra terdahulu. Letak syahidnya di dalam hadits tersebut adalah ; “Ruku-lah untuk-Ku dari awal siang sebanyak empat rakaat”.
Demikian juga riwayat yang datang dari Anas ra, dia bercerita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, yang artinya , “Barangsiapa mengerjakan shalat shubuh dengan berjama’ah lalu duduk berdzikir kepada Allah sampai matahari terbit dan kemudian mengerjakan shalat dua raka’at [7], maka pahala shalat itu baginya seperti pahala haji dan umrah, sepenuhnya, sepenuhnya, sepenuhnya” [8]
Dari Abu Umamah, dia bercerita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya ," Barangsiapa mengerjakan shalat Shubuh berjama’ah di masjid, lalu dia tetap berada di dalamnya sehingga dia mengerjakan shalat Dhuha, maka pahalanya seperti orang yang menunaikan ibadah haji atau orang yang mengerjakan umrah, sama persis (sempurna) seperti ibadah haji dan umrahnya”. (Hr.Ath-Thabrani.)
Dan dalam sebuah riwayat disebutkan, “Barangsiapa mengerjakan shalat shubuh dengan berjama’ah, kemudian dia duduk berdzikir kepada Allah sampai matahari terbit…” (riwayat Ath-Thabrani).[9]
Adapun keluarnya waktu shalat Dhuha pada waktu zawal, karena ia merupakan shalat Dhuha (pagi).
Sedangkan waktu utamanya telah ditunjukkan oleh apa yang diriwayatkan dari Zaid bin Arqam, bahwasanya dia pernah melihat suatu kaum yang mengerjakan shalat Dhuha. Lalu dia berkata “Tidaklah mereka mengetahui bahwa shalat selain pada saat ini adalah lebih baik, karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda. “Shalat awaabiin (orang-orang yang kembali kepada Allah) adalah ketika anak-anak unta sudah merasa kepanasan”[10]. Diriwayatkan oleh Muslim [11]
Disyariatkan kepada orang muslim untuk mengerjakan shalat Dhuha dengan dua, empat, enam, delapan atau dua belas rakaat. Jika mau, dia boleh mengerjakannya dua rakaat dua rakaat.
Adapun shalat Dhuha yang dikerjakan dua rakaat telah ditunjukkan oleh hadits Abu Dzar ra, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya , “Bagi masing-masing ruas dari anggota tubuh salah seorang di antara kalian harus dikeluarkan sedekah …Dan semua itu setara dengan ganjaran dua rakaat shalat Dhuha” ( riwayat Muslim).[12]
Sedangkan shalat Dhuha yang dikerjakan empat rakaat, telah ditunjukkan oleh Abu Darda dan Abu Dzar ra, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Allah yang Mahaperkasa lagi Mahamulia, dimana Dia berfirman :”Wahai anak Adam, ruku’lah untuk-Ku empat rakaat di awal siang, niscaya Aku akan mencukupimu di akhir siang” ( riwayat At-Tirmidzi.) [13]
Shalat Dhuha yang dikerjakan enam rakaat, ditunjukkan oleh hadits Anas bin Malik ra : “Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengerjakan shalat Dhuha enam rakaat” (riwayat At-Tirmidzi dalam Asy-Syamaa-il.) [14]
Dan shalat Dhuha yang dikerjakan delapan rakaat ditunjukkan oleh hadits Ummu Hani, di mana dia bercerita :”Pada masa pembebasan kota Makkah, dia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berada di atas tempat tinggi di Makkah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beranjak menuju tempat mandinya, lalu Fathimah memasang tabir untuk beliau. Selanjutnya, Fatimah mengambilkan kain beliau dan menyelimutkannya kepada beliau. Setelah itu, beliau mengerjakan shalat Dhuha delapan rekaat” [15] ( Diriwayatkan Asy-Syaikhani.) [16]
Sedangkan shalat Dhuha yang dikerjakan dua belas rakaat ditunjukkan oleh hadits Abu Darda ra, di mana dia bercerita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya , “Barangsiapa mengerjakan shalat Dhuha dua rakaat, maka dia tidak ditetapkan termasuk orang-orang yang lengah. Barangsiapa shalat empat rakaat, maka dia tetapkan termasuk orang-orang yang ahli ibadah. Barangsiapa mengerjakan enam rakaat maka akan diberikan kecukupan pada hari itu. Barangsiapa mengerjakan delapan rakaat, maka Allah menetapkannya termasuk orang-orang yang tunduk dan patuh. Dan barangsiapa mengerjakan shalat dua belas rakaat, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di Surga. Dan tidaklah satu hari dan tidak juga satu malam, melainkan Allah memiliki karunia yang danugerahkan kepada hamba-hamba-Nya sebagai sedekah. Dan tidaklah Allah memberikan karunia kepada seseorang yang lebih baik daripada mengilhaminya untuk selalu ingat kepada-Nya” (riwayat Ath-Thabrani)[17]
Dapat dikatakan bahwa berdasarkan hadits-hadits ini, diarahkan kemutlakan yang diberikan Sayyidah Aisyah Radhiyallahu ‘anha saat ditanya oleh Mu’adzah :”Berapa rakaat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat Dhua?” Dia menjawab : “Empat rakaat dan bisa juga lebih, sesuai kehendak Allah” [18]
Dan shalat Dhuha yang dikerjakan dua rakaat dua rakaat, telah ditunjukkan oleh keumuman sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :”Shalat malam dan siang itu dua rakaat dua rakaat” [19]
Dan seorang muslim boleh mengerjakan shalat Dhuha empat rakaat secara bersambungan , sebagaimana layaknya shalat wajib empat rakaat. Hal itu ditunjukkan oleh kemutlakan lafazh hadits-hadits mengenai hal tersebut yang telah disampaikan sebelumnya, seperti sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :”Ruku’lah untuk-Ku dari permulaan siang empat rakaat”. Dan juga seperti sabda beliau :”Barangsiapa mengerjakan shalat (Dhuha) empat rakaat maka dia ditetapkan termasuk golongan ahli ibadah”
Wallahu a’lam
sumber : Disalin dari Bughyatul Mutathawwi Fii Shalaatit Tathawwu, (Edisi Indonesia Meneladani Shalat-Shalat Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) , Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i]
catatan :
[1]. Kata sulaamaa adalah bentuk mufrad (tunggal) dan jamaknya adalah as-sulaamiyaatu yang berarti ruas jari-jemari. Kemudian kata itu dipergunakan untuk seluruh tulang dan ruas badan. Lihat kitab, Syarh Muslim, An-Nawawi V/233
[2]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Muslim, di dalam kitab Shalaatut Musaafirin wa Qashruha, bab Istihbaabu Shalaatidh Dhuha wa Anna Aqallaha Rak’aatani wa Akmalaha Tsamaanu Raka’aatin wa Ausathuha Arba’u Raka’aatin au Sittin wal Hatstsu ‘alal Muhaafazhati ‘alaiha, (hadits no. 720). Lihat juga kitab, Jami’ul Ushuul (IX/436)
[3]. Hadits hasan. Diriwayatkan oleh Ahmad di dalam kitab, Al-Musnad (VI/440 dan 451). Dan juga diriwayatkan oleh At-Tirmidzi di dalam Kitaabush Shalaah, bab Maa Jaa-a fii Shalaatidh Dhuha, (hadits no. 475)
Mengenai hadits ini, At-Tirmidzi mengatakan : ‘Hasan gharib” Dan dinilai shahih oleh Syaikh Ahmad Syakir di dalam tahqiqnya pada At-Tirmidzi. Juga dinilai shahih oleh Al-Albani di dalam kitab, Shahih Sunan At-Tirmidzi, (I/147). Serta dinilai hasan oleh muhaqqiq kitab, Jaami’ul Ushuul (IX/4370.
[4]. Hadits hasan. Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (II/228), Al-Hakim di dalam kitab Al-Mustadrak (I/314), dan lafazh di atas milik keduanya. Diriwayatkan juga oleh Ath-Thabrani di dalam kitab Al-Ausath (II/279-Majma’ul Bahrain) tanpa ucapan :”Dan ia adalah shalatnya orang-orang yang kembali kepada Allah (Awwaabiin)”.
Dan hadits di atas dinilai shahih oleh Al-Hakim dengan syarat Muslim. Dan dinilai hasan oleh Al-Albani di dalam kitab, Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah (hadits no. 1994).
[5]. Majmuu’al Al-Fataawaa (XXII/284)
[6]. Dan inilah yang tampak, yang ditunjukkan oleh hadits-hadits terdahulu. (Nailul Authaar III/77).
Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah setelah menetapkan kesepakatan para ulama tas sunnahnya bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengerjakan shalat Dhuha secara terus menerus, kemudian menetapkan hukum sunnatnya, dimana dia mengatakan : “Muncul pertanyaan : ‘Apakah yang lebih baik, mengerjakan secara terus menerus ataukah tidak secara terus menerus seperti yang dilakukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Inilah di antara yang mereka pedebatkan”. Dan yang lebih tepat adalah dengan mengatakan ;”Barangsiapa mengerjakan qiyaamul lail secara terus menerus, maka tidak perlu lagi baginya untuk mengerjakan shalat Dhuha secara terus menerus. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan barangsiapa yang tertidur sehingga tidak melakukan qiyamul lail, maka shalat Dhuha bisa menjadi pengganti bagi qiyamul lail” Majmu Al-Fataawaa (XXII/284).
Dapat saya katakan, (tetapi) lahiriyah nash menunjukkan disunnatkannya secara mutlak untuk mengerjakan shalat Dhuha secara terus menerus. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meninggalkan suatu amalan padahal beliau sangat suka untuk mengerjakannya karena beliau takut hal tersebut akan dikerjakan secara terus menerus oleh umat manusia sehingga akan diwajibkan kepada mereka. Dan inilah illat (alasan) tidak dikerjakannya shalat Dhuha secara terus menerus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan demikian, nash-nash itu secara mutlak seperti apa adanya. Hal yang serupa seperti itu telah diisyaratkan oleh Sayyidah Aisyah Radhiyallahu ‘anha, lihat kitab Jaami’ul Ushuul (VI/108-109).
[7]. Ath-Thibi mengatakan : “Shalat ini disebut shalat Isyraq, yaitu permulaan shalat Dhuha. Dia nukil di dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi (I/405)
Dapat saya katakan, telah saya sampaikan kepada anda mengenai hal itu yang lebih luas dari sekedar isyarat ini. Lihat pembahasan tentang shalat Isyraq sebelumnya.
[8] Hadits hasan lighairihi. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi di dalam Kitaabush Shalah, bab Dzikru Maa Yustahabbu minal Julus fil Masjid Ba’da Shalaatish Shubhi Hatta Taathlu’a Asy-Syams
Mengenai hadits ini, At-Tirmidzi mengatakan :”Hasan gharib”. Dengan beberapa syahidnya, hadits ini dinilai hasan oleh Al-Mubarakfuri di dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi (I/406). Dan disepakati oleh Syaikh Akhmad Syakir di dalam tahqiqnya pada At-Tirmidzi (II/481). Juga dinilai hasan oleh Al-Albani di dalam kitab Shahih Sunan At-Tirmidzi (I/182). Dan dengan beberapa syahidnya, dinilai hasan oleh muhaqqiq kitab Jaami’ul Ushuul (IX/401).
Dapat saya katakan, di antara syahidnya adalah hadist berikutnya.
[9]. Hadits hasan. Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani di dalam kitab Al-Mu’jamul Kabiir (VIII/174), 181 dan 209)
Sanad hadits di atas dinilai jayyid oleh Al-Mundziri dan Al-Haitsami. Dan dinilai hasa oleh Al-Albani di dalam kitab Shahih At-Targhiib wa Tarhiib (I/189). Dan lihat juga kitab, Majmu’uz Zawaa’id (X/104)
[10]. Di dalam kitab, Syarh An-Nawawi (VI/30). Imam Nawawi mengatakan : Ar-Ramdhaa’ berarti kerikil yang menjadi panas oleh sinar matahari. Yaitu, ketika anak-anak unta sudah merasa panas. Al-Fushail berarti anak unta yang masih kecil”. Lihat juga, Nailul Authaar (II/81)
[11]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab Shalaatul Musaafirin wa Qasruha, bab Shalatut Awaabiin Hiina Tarmudhil Fihsaal, hadits no. 748.
[12]. Takhrijnya telah diberikan sebelumnya
[13]. Takhrijnya telah diberikan sebelumnya
[14]. Hadits shahih lighairihi. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi di dalam kitab Asy-Syamaa’il, bab Shalatudh Dhuha, (hadits no. 273) hadits ini dinilai shahih lighairihi di dalam kitab, Mukhtashar Asy-Syamaailil Muhammadiyyah, (hal. 156). Beberapa sahid dan jalannya telah disebutkan di dalam kitab Irwaaul Ghaliil (II/216).
[15]. Di dalam hadits tersebut terdapat bantahan bagi orang yang mengaku bahwa shalat ini adalah shalat al-fath (pembebasan), bukan shalat Dhuha. Lihat kitab, Zaadul Ma’ad (III/4100 dan juga Aunul Ma’buud (I/497)
[16]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam beberapa tempat di antaranya : Kitaabut Tahajjud, bab Shalaatudh Dhuhaa fis Safar (hadits no. 1176). Dan juga Muslim di dalam Kitaabul Haidh, bab Tasturuk Mughtasil bi Tsaubin au Nahwahu (hadits no. 336). Dan lafazh di atas adalah miliknya. Dan lihat juga kitab Jaami’ul Ushuul (VI/110).
[17]. Hadits ini disebutkan oleh Al-Haitsami di dalam kitab Majma’uz Zawaa’id (II/237) dan dia mengatakan : Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani di dalam kitab Al-Kabiir. Di dalamnya terdapat Musa bin Ya’qub Az-Zam’i. Dinilai tsiqah oleh Ibnu Mu’in dan Ibnu Hibban serta dinilai dha’if oleh Ibnul Madini dan lain-lainnya. Dan sisa rijalnya adalah tsiqah.
Dapat saya katakan, Musa bin Ya’qub seorang yang shaduq, yang mempunyai hafalan buruk, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab, At-Taqriib (hal. 554). Dan diriwayatkan oleh Al-Bazzar di dalam kitab Kasyful Astaar (II/334), yang diperkuat oleh syahid dari Abu Dzar. Dan disebutkan oleh Al-Mundziri di dalam kitab At-Targhiib. Hadits Abud Darda dan Abu Dzar Radhiyalahu ‘anhuma dinilai hasan oleh Al-Albani di dalam kitab Shahih At-Targhiib wat Tarhiib (I/279).
[18]. Hadits hasan. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab Shalatul Musafirin wa Qasruha, bab Istihbaabu Shaalatid Dhuha wa Anna Aqallaha Rak’ataani wa Akmalaha Tsamaanu Rak’atin wa Ausathuha Arba’u Rak’atin au Sittin wa Hatstsu ‘alal Muhaafazhati Alaiha, (hadits no. 719).
[19]. Hadits shahih. Takhrijnya sudah diberikan sebelumnya
Peringatan.
Ada sebuah riwayat untuk hadits Ummu Hani terdahulu dengan lafazh : “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam pernah mengerjakan shalat Dhuha delapan rakaat. Beliau mengucapkan salam setiap dua rakaat’. Dan hadits Ummu Hani asalnya terdapat di dalam kitab Ash-Shahihain, tetapi tidak dengan lafazh ini.
Dan diriwayatkan oleh Abud Dawud di dalam Kitaabush Shalaah, bab Shalatudh Dhuha (hadits no. 1234, II/234).
Dan dalam sanad yang ada pada keduanya terdapat Iyadh bin Abdillah. Yang meriwayatkan darinya adalah Abdullah bin Wahb. Mengenai pribadi Iyadh ini. Abu Hatim mengatakan :”Dia bukan seorang yang kuat”. Dan Ibnu Hibban menyebutnya di dalam deretan tsiqat. As-Saaji mengatakan : “Darinya, Wahb bin Abdillah meriwayatkan beberapa hadits yang di dalamnya masih mengandung pertimbangan”. Yahya bin Ma’in mengatakan :”Dia seorang yang haditsnya dha’if”. Abu Shalih mengatakan ;”Ditegaskan, dia memiliki kesibukan yang luar biasa di Madinah, di dalam haditsnya terdapat sesuatu” Al-Bukhari mengatakan : “Haditsnya munkar” Tahdziibut Tahdziib (VIII/201).
Dapat saya katakan, haditsnya di sini diriwayatkan oleh Ibnu Wahb, darinya. Yang tampak secara lahiriyah dari keadaan orang ini, bahwa dia tidak dimungkinkan untuk meriwayatkan seorang diri, sedangkan lafazh ini dia riwayatkan sendiri. Wallahu a’lam
Dengan lafazh ini, hadits ini dinilai dha’if (lemah) oleh Al-Albani di dalam komentarnya terhadap kitab Shahih Ibni Khuzaimah (II/234). Dalam penjelasannya, dia menguraikan secara rinci illatnya di dalam kitab. Tamamul Minnah (hal. 258-259)
Hadits Abud Darda dan Abu Dzar ra, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda, yang artinya ," dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahamulia, dimana Dia berfirman, “Wahai anak Adam, ruku’lah untuk-Ku empat rakaat di awal siang, niscaya Aku mencukupimu di akhir siang” ( Hr.At-Tirmidzi[3]. Dari Abu Hurairah ra, dia bercerita, dia berkata :”Tidak ada yang memelihara shalat Dhuha kecuali orang-orang yang kembali kepada Allah (Awwaab)”. Dan dia mengatakan, “Dan ia merupakan shalatnya orang-orang yang kembali kepada Allah (Awwaabin)” ( riwayat Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim.) [4]
Hukum Shalat Dhuha
Hadits-hadits terdahulu dan juga yang semisalnya menjelaskan bahwa shalat Dhuha pada waktu Dhuha (pagi hari) merupakan suatu hal yang baik lagi disukai. [5]
Selain itu, di dalam hadits-hadits tersebut juga terkandung dalil yang menunjukkan disyariat-kannya kaum muslimin untuk senantiasa mengerjakannya. [6]. Dan tidak ada riwayat yang menujukkan diwajibkannya shalat Dhuha
Waktu Shalat Dhuha
Waktu shalat Dhuha dimulai sejak terbit matahari sampai zawal (condong). Dan waktu terbaik untuk mengerjakan shalat Dhuha adalah pada saat matahari terik. Dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah sebagai berikut.
Adapun permulaan waktunya, telah ditunjukkan oleh hadits Abud Darda dan Abu Dzar ra terdahulu. Letak syahidnya di dalam hadits tersebut adalah ; “Ruku-lah untuk-Ku dari awal siang sebanyak empat rakaat”.
Demikian juga riwayat yang datang dari Anas ra, dia bercerita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, yang artinya , “Barangsiapa mengerjakan shalat shubuh dengan berjama’ah lalu duduk berdzikir kepada Allah sampai matahari terbit dan kemudian mengerjakan shalat dua raka’at [7], maka pahala shalat itu baginya seperti pahala haji dan umrah, sepenuhnya, sepenuhnya, sepenuhnya” [8]
Dari Abu Umamah, dia bercerita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya ," Barangsiapa mengerjakan shalat Shubuh berjama’ah di masjid, lalu dia tetap berada di dalamnya sehingga dia mengerjakan shalat Dhuha, maka pahalanya seperti orang yang menunaikan ibadah haji atau orang yang mengerjakan umrah, sama persis (sempurna) seperti ibadah haji dan umrahnya”. (Hr.Ath-Thabrani.)
Dan dalam sebuah riwayat disebutkan, “Barangsiapa mengerjakan shalat shubuh dengan berjama’ah, kemudian dia duduk berdzikir kepada Allah sampai matahari terbit…” (riwayat Ath-Thabrani).[9]
Adapun keluarnya waktu shalat Dhuha pada waktu zawal, karena ia merupakan shalat Dhuha (pagi).
Sedangkan waktu utamanya telah ditunjukkan oleh apa yang diriwayatkan dari Zaid bin Arqam, bahwasanya dia pernah melihat suatu kaum yang mengerjakan shalat Dhuha. Lalu dia berkata “Tidaklah mereka mengetahui bahwa shalat selain pada saat ini adalah lebih baik, karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda. “Shalat awaabiin (orang-orang yang kembali kepada Allah) adalah ketika anak-anak unta sudah merasa kepanasan”[10]. Diriwayatkan oleh Muslim [11]
Disyariatkan kepada orang muslim untuk mengerjakan shalat Dhuha dengan dua, empat, enam, delapan atau dua belas rakaat. Jika mau, dia boleh mengerjakannya dua rakaat dua rakaat.
Adapun shalat Dhuha yang dikerjakan dua rakaat telah ditunjukkan oleh hadits Abu Dzar ra, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya , “Bagi masing-masing ruas dari anggota tubuh salah seorang di antara kalian harus dikeluarkan sedekah …Dan semua itu setara dengan ganjaran dua rakaat shalat Dhuha” ( riwayat Muslim).[12]
Sedangkan shalat Dhuha yang dikerjakan empat rakaat, telah ditunjukkan oleh Abu Darda dan Abu Dzar ra, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari Allah yang Mahaperkasa lagi Mahamulia, dimana Dia berfirman :”Wahai anak Adam, ruku’lah untuk-Ku empat rakaat di awal siang, niscaya Aku akan mencukupimu di akhir siang” ( riwayat At-Tirmidzi.) [13]
Shalat Dhuha yang dikerjakan enam rakaat, ditunjukkan oleh hadits Anas bin Malik ra : “Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengerjakan shalat Dhuha enam rakaat” (riwayat At-Tirmidzi dalam Asy-Syamaa-il.) [14]
Dan shalat Dhuha yang dikerjakan delapan rakaat ditunjukkan oleh hadits Ummu Hani, di mana dia bercerita :”Pada masa pembebasan kota Makkah, dia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berada di atas tempat tinggi di Makkah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam beranjak menuju tempat mandinya, lalu Fathimah memasang tabir untuk beliau. Selanjutnya, Fatimah mengambilkan kain beliau dan menyelimutkannya kepada beliau. Setelah itu, beliau mengerjakan shalat Dhuha delapan rekaat” [15] ( Diriwayatkan Asy-Syaikhani.) [16]
Sedangkan shalat Dhuha yang dikerjakan dua belas rakaat ditunjukkan oleh hadits Abu Darda ra, di mana dia bercerita, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya , “Barangsiapa mengerjakan shalat Dhuha dua rakaat, maka dia tidak ditetapkan termasuk orang-orang yang lengah. Barangsiapa shalat empat rakaat, maka dia tetapkan termasuk orang-orang yang ahli ibadah. Barangsiapa mengerjakan enam rakaat maka akan diberikan kecukupan pada hari itu. Barangsiapa mengerjakan delapan rakaat, maka Allah menetapkannya termasuk orang-orang yang tunduk dan patuh. Dan barangsiapa mengerjakan shalat dua belas rakaat, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di Surga. Dan tidaklah satu hari dan tidak juga satu malam, melainkan Allah memiliki karunia yang danugerahkan kepada hamba-hamba-Nya sebagai sedekah. Dan tidaklah Allah memberikan karunia kepada seseorang yang lebih baik daripada mengilhaminya untuk selalu ingat kepada-Nya” (riwayat Ath-Thabrani)[17]
Dapat dikatakan bahwa berdasarkan hadits-hadits ini, diarahkan kemutlakan yang diberikan Sayyidah Aisyah Radhiyallahu ‘anha saat ditanya oleh Mu’adzah :”Berapa rakaat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat Dhua?” Dia menjawab : “Empat rakaat dan bisa juga lebih, sesuai kehendak Allah” [18]
Dan shalat Dhuha yang dikerjakan dua rakaat dua rakaat, telah ditunjukkan oleh keumuman sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :”Shalat malam dan siang itu dua rakaat dua rakaat” [19]
Dan seorang muslim boleh mengerjakan shalat Dhuha empat rakaat secara bersambungan , sebagaimana layaknya shalat wajib empat rakaat. Hal itu ditunjukkan oleh kemutlakan lafazh hadits-hadits mengenai hal tersebut yang telah disampaikan sebelumnya, seperti sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :”Ruku’lah untuk-Ku dari permulaan siang empat rakaat”. Dan juga seperti sabda beliau :”Barangsiapa mengerjakan shalat (Dhuha) empat rakaat maka dia ditetapkan termasuk golongan ahli ibadah”
Wallahu a’lam
sumber : Disalin dari Bughyatul Mutathawwi Fii Shalaatit Tathawwu, (Edisi Indonesia Meneladani Shalat-Shalat Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) , Muhammad bin Umar bin Salim Bazmul, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i]
catatan :
[1]. Kata sulaamaa adalah bentuk mufrad (tunggal) dan jamaknya adalah as-sulaamiyaatu yang berarti ruas jari-jemari. Kemudian kata itu dipergunakan untuk seluruh tulang dan ruas badan. Lihat kitab, Syarh Muslim, An-Nawawi V/233
[2]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Muslim, di dalam kitab Shalaatut Musaafirin wa Qashruha, bab Istihbaabu Shalaatidh Dhuha wa Anna Aqallaha Rak’aatani wa Akmalaha Tsamaanu Raka’aatin wa Ausathuha Arba’u Raka’aatin au Sittin wal Hatstsu ‘alal Muhaafazhati ‘alaiha, (hadits no. 720). Lihat juga kitab, Jami’ul Ushuul (IX/436)
[3]. Hadits hasan. Diriwayatkan oleh Ahmad di dalam kitab, Al-Musnad (VI/440 dan 451). Dan juga diriwayatkan oleh At-Tirmidzi di dalam Kitaabush Shalaah, bab Maa Jaa-a fii Shalaatidh Dhuha, (hadits no. 475)
Mengenai hadits ini, At-Tirmidzi mengatakan : ‘Hasan gharib” Dan dinilai shahih oleh Syaikh Ahmad Syakir di dalam tahqiqnya pada At-Tirmidzi. Juga dinilai shahih oleh Al-Albani di dalam kitab, Shahih Sunan At-Tirmidzi, (I/147). Serta dinilai hasan oleh muhaqqiq kitab, Jaami’ul Ushuul (IX/4370.
[4]. Hadits hasan. Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (II/228), Al-Hakim di dalam kitab Al-Mustadrak (I/314), dan lafazh di atas milik keduanya. Diriwayatkan juga oleh Ath-Thabrani di dalam kitab Al-Ausath (II/279-Majma’ul Bahrain) tanpa ucapan :”Dan ia adalah shalatnya orang-orang yang kembali kepada Allah (Awwaabiin)”.
Dan hadits di atas dinilai shahih oleh Al-Hakim dengan syarat Muslim. Dan dinilai hasan oleh Al-Albani di dalam kitab, Silsilah Al-Ahaadiits Ash-Shahiihah (hadits no. 1994).
[5]. Majmuu’al Al-Fataawaa (XXII/284)
[6]. Dan inilah yang tampak, yang ditunjukkan oleh hadits-hadits terdahulu. (Nailul Authaar III/77).
Sedangkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah setelah menetapkan kesepakatan para ulama tas sunnahnya bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengerjakan shalat Dhuha secara terus menerus, kemudian menetapkan hukum sunnatnya, dimana dia mengatakan : “Muncul pertanyaan : ‘Apakah yang lebih baik, mengerjakan secara terus menerus ataukah tidak secara terus menerus seperti yang dilakukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam? Inilah di antara yang mereka pedebatkan”. Dan yang lebih tepat adalah dengan mengatakan ;”Barangsiapa mengerjakan qiyaamul lail secara terus menerus, maka tidak perlu lagi baginya untuk mengerjakan shalat Dhuha secara terus menerus. Sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan barangsiapa yang tertidur sehingga tidak melakukan qiyamul lail, maka shalat Dhuha bisa menjadi pengganti bagi qiyamul lail” Majmu Al-Fataawaa (XXII/284).
Dapat saya katakan, (tetapi) lahiriyah nash menunjukkan disunnatkannya secara mutlak untuk mengerjakan shalat Dhuha secara terus menerus. Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meninggalkan suatu amalan padahal beliau sangat suka untuk mengerjakannya karena beliau takut hal tersebut akan dikerjakan secara terus menerus oleh umat manusia sehingga akan diwajibkan kepada mereka. Dan inilah illat (alasan) tidak dikerjakannya shalat Dhuha secara terus menerus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan demikian, nash-nash itu secara mutlak seperti apa adanya. Hal yang serupa seperti itu telah diisyaratkan oleh Sayyidah Aisyah Radhiyallahu ‘anha, lihat kitab Jaami’ul Ushuul (VI/108-109).
[7]. Ath-Thibi mengatakan : “Shalat ini disebut shalat Isyraq, yaitu permulaan shalat Dhuha. Dia nukil di dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi (I/405)
Dapat saya katakan, telah saya sampaikan kepada anda mengenai hal itu yang lebih luas dari sekedar isyarat ini. Lihat pembahasan tentang shalat Isyraq sebelumnya.
[8] Hadits hasan lighairihi. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi di dalam Kitaabush Shalah, bab Dzikru Maa Yustahabbu minal Julus fil Masjid Ba’da Shalaatish Shubhi Hatta Taathlu’a Asy-Syams
Mengenai hadits ini, At-Tirmidzi mengatakan :”Hasan gharib”. Dengan beberapa syahidnya, hadits ini dinilai hasan oleh Al-Mubarakfuri di dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi (I/406). Dan disepakati oleh Syaikh Akhmad Syakir di dalam tahqiqnya pada At-Tirmidzi (II/481). Juga dinilai hasan oleh Al-Albani di dalam kitab Shahih Sunan At-Tirmidzi (I/182). Dan dengan beberapa syahidnya, dinilai hasan oleh muhaqqiq kitab Jaami’ul Ushuul (IX/401).
Dapat saya katakan, di antara syahidnya adalah hadist berikutnya.
[9]. Hadits hasan. Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani di dalam kitab Al-Mu’jamul Kabiir (VIII/174), 181 dan 209)
Sanad hadits di atas dinilai jayyid oleh Al-Mundziri dan Al-Haitsami. Dan dinilai hasa oleh Al-Albani di dalam kitab Shahih At-Targhiib wa Tarhiib (I/189). Dan lihat juga kitab, Majmu’uz Zawaa’id (X/104)
[10]. Di dalam kitab, Syarh An-Nawawi (VI/30). Imam Nawawi mengatakan : Ar-Ramdhaa’ berarti kerikil yang menjadi panas oleh sinar matahari. Yaitu, ketika anak-anak unta sudah merasa panas. Al-Fushail berarti anak unta yang masih kecil”. Lihat juga, Nailul Authaar (II/81)
[11]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab Shalaatul Musaafirin wa Qasruha, bab Shalatut Awaabiin Hiina Tarmudhil Fihsaal, hadits no. 748.
[12]. Takhrijnya telah diberikan sebelumnya
[13]. Takhrijnya telah diberikan sebelumnya
[14]. Hadits shahih lighairihi. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi di dalam kitab Asy-Syamaa’il, bab Shalatudh Dhuha, (hadits no. 273) hadits ini dinilai shahih lighairihi di dalam kitab, Mukhtashar Asy-Syamaailil Muhammadiyyah, (hal. 156). Beberapa sahid dan jalannya telah disebutkan di dalam kitab Irwaaul Ghaliil (II/216).
[15]. Di dalam hadits tersebut terdapat bantahan bagi orang yang mengaku bahwa shalat ini adalah shalat al-fath (pembebasan), bukan shalat Dhuha. Lihat kitab, Zaadul Ma’ad (III/4100 dan juga Aunul Ma’buud (I/497)
[16]. Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam beberapa tempat di antaranya : Kitaabut Tahajjud, bab Shalaatudh Dhuhaa fis Safar (hadits no. 1176). Dan juga Muslim di dalam Kitaabul Haidh, bab Tasturuk Mughtasil bi Tsaubin au Nahwahu (hadits no. 336). Dan lafazh di atas adalah miliknya. Dan lihat juga kitab Jaami’ul Ushuul (VI/110).
[17]. Hadits ini disebutkan oleh Al-Haitsami di dalam kitab Majma’uz Zawaa’id (II/237) dan dia mengatakan : Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani di dalam kitab Al-Kabiir. Di dalamnya terdapat Musa bin Ya’qub Az-Zam’i. Dinilai tsiqah oleh Ibnu Mu’in dan Ibnu Hibban serta dinilai dha’if oleh Ibnul Madini dan lain-lainnya. Dan sisa rijalnya adalah tsiqah.
Dapat saya katakan, Musa bin Ya’qub seorang yang shaduq, yang mempunyai hafalan buruk, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab, At-Taqriib (hal. 554). Dan diriwayatkan oleh Al-Bazzar di dalam kitab Kasyful Astaar (II/334), yang diperkuat oleh syahid dari Abu Dzar. Dan disebutkan oleh Al-Mundziri di dalam kitab At-Targhiib. Hadits Abud Darda dan Abu Dzar Radhiyalahu ‘anhuma dinilai hasan oleh Al-Albani di dalam kitab Shahih At-Targhiib wat Tarhiib (I/279).
[18]. Hadits hasan. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab Shalatul Musafirin wa Qasruha, bab Istihbaabu Shaalatid Dhuha wa Anna Aqallaha Rak’ataani wa Akmalaha Tsamaanu Rak’atin wa Ausathuha Arba’u Rak’atin au Sittin wa Hatstsu ‘alal Muhaafazhati Alaiha, (hadits no. 719).
[19]. Hadits shahih. Takhrijnya sudah diberikan sebelumnya
Peringatan.
Ada sebuah riwayat untuk hadits Ummu Hani terdahulu dengan lafazh : “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam pernah mengerjakan shalat Dhuha delapan rakaat. Beliau mengucapkan salam setiap dua rakaat’. Dan hadits Ummu Hani asalnya terdapat di dalam kitab Ash-Shahihain, tetapi tidak dengan lafazh ini.
Dan diriwayatkan oleh Abud Dawud di dalam Kitaabush Shalaah, bab Shalatudh Dhuha (hadits no. 1234, II/234).
Dan dalam sanad yang ada pada keduanya terdapat Iyadh bin Abdillah. Yang meriwayatkan darinya adalah Abdullah bin Wahb. Mengenai pribadi Iyadh ini. Abu Hatim mengatakan :”Dia bukan seorang yang kuat”. Dan Ibnu Hibban menyebutnya di dalam deretan tsiqat. As-Saaji mengatakan : “Darinya, Wahb bin Abdillah meriwayatkan beberapa hadits yang di dalamnya masih mengandung pertimbangan”. Yahya bin Ma’in mengatakan :”Dia seorang yang haditsnya dha’if”. Abu Shalih mengatakan ;”Ditegaskan, dia memiliki kesibukan yang luar biasa di Madinah, di dalam haditsnya terdapat sesuatu” Al-Bukhari mengatakan : “Haditsnya munkar” Tahdziibut Tahdziib (VIII/201).
Dapat saya katakan, haditsnya di sini diriwayatkan oleh Ibnu Wahb, darinya. Yang tampak secara lahiriyah dari keadaan orang ini, bahwa dia tidak dimungkinkan untuk meriwayatkan seorang diri, sedangkan lafazh ini dia riwayatkan sendiri. Wallahu a’lam
Dengan lafazh ini, hadits ini dinilai dha’if (lemah) oleh Al-Albani di dalam komentarnya terhadap kitab Shahih Ibni Khuzaimah (II/234). Dalam penjelasannya, dia menguraikan secara rinci illatnya di dalam kitab. Tamamul Minnah (hal. 258-259)
Minggu, 06 Maret 2011
Promosi ber-Hadiah
Sering suatu strategi perusahaan untuk meningkatkan angka penjualan produk, melakukan penawaran dengan metode hadiah. Bentuk promosi seperti ini bisa kita dapatkan di pasaran, dengan beragam jenis dan kiatnya. Dalam kegiatan pemasaran yang kompleks dan saling berkaitan yang satu dengan yang lainya, seperti promosi dan penjualan hendaknya dikelola dengan baik untuk mencapai tujuan perusahaan, yaitu laba.
Promosi berfungsi untuk meningkatkan volume penjualan juga sebagai strategi untuk menjangkau pembeli yang menjadi tujuan. Sedangkan penjualan adalah pemindahan barang dan jasa yang dilakukan oleh penjual. Pada umumnya perusahaan yang ingin mempercepat peningkatan volume penjualan akan melakukan untuk mengadakan kegiatan promosi melalui iklan , personal selling dan publisitas. Kita membahas salah satu kegiatan promosi dalam kajian keislaman atau fikih. Tinjauan pembahasan promosi dengan hadiah ini , diharapkan dapat menjadi bahan perenungan atas semaraknya berbagai jenis “hadiah”. Jangan sampai terjatuh dalam upaya terselubung menuju tipu muslihat dan perjudian.
PANDANGAN FIKIH
Berkaitan dengan hadiahnya tersebut, bisa ditinjau dari dua sudut pandang.
A. Untuk mendapatkan hadiah atau terlibat dalam undian tersebut, disyaratkan dengan membeli produk tertentu.
Promosi berfungsi untuk meningkatkan volume penjualan juga sebagai strategi untuk menjangkau pembeli yang menjadi tujuan. Sedangkan penjualan adalah pemindahan barang dan jasa yang dilakukan oleh penjual. Pada umumnya perusahaan yang ingin mempercepat peningkatan volume penjualan akan melakukan untuk mengadakan kegiatan promosi melalui iklan , personal selling dan publisitas. Kita membahas salah satu kegiatan promosi dalam kajian keislaman atau fikih. Tinjauan pembahasan promosi dengan hadiah ini , diharapkan dapat menjadi bahan perenungan atas semaraknya berbagai jenis “hadiah”. Jangan sampai terjatuh dalam upaya terselubung menuju tipu muslihat dan perjudian.
PANDANGAN FIKIH
Berkaitan dengan hadiahnya tersebut, bisa ditinjau dari dua sudut pandang.
A. Untuk mendapatkan hadiah atau terlibat dalam undian tersebut, disyaratkan dengan membeli produk tertentu.
1). Hadiah tersebut, tidak semua konsumen bisa mendapatkannya. Dengan kata lain, ada yang mendapatkan hadiah tersebut dan ada juga yang tidak.
Cara promosi berhadiah seperti ini tidak diperbolehkan atau haram. Alasannya, di dalamnya mengandung unsur maysir dan qimar. Sebab, setiap konsumen sudah mengeluarkan biaya, tetapi belum atau tidak mendapatkan kepastian dalam hal mendapatkan hadiahnya. Sehingga i, tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan hadiah dan siapa yang tidak. Dari sisi ini juga mengandung unsur gharar.
2). Semua Mendapatkan Hadiah
Metode ini terbebas dari ketidakpastian dan jahalah (tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan hadiah).Jadi, jika semua konsumen mendapatkan hadiah, maka jenis promosi seperti ini masih diperbolehkan, karena tidak termasuk ke dalam maysir ataupun qimar. Hadiah seperti ini termasuk sebagai discount, atau sebagai pemberian secara cuma-cuma (atau Hadiah dalam bahasa Arab).
Dalam promosi menggunakan hadiah ini, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Hadiahnya diketahui secara pasti
2. Tidak ada unsur penipuan atau mengelabui konsumen
3. Tidak ada penambahan harga jual produk
4. Bila ada penambahan harga karena hadiah tsb, pihak produsen harus memberitahukan.
5. Tidak bersifat memaksa konsumen atau memanfaatkan mereka, karena siapa pun ternyata membutuhkan produk yang dimaksud manakala tidak ada hadiahnya. Terhadap konsumen harus diberikan pilihan, membayar lebih dan mendapatkan hadiah sekaligus, atau membayar dengan harga biasa, tetapi tidak mendapatkan hadiah.
B. Ditinjau dari segi keberhasilannya, yaitu hadiah yang tidak ada kepastian apakah konsumen akan mendapatkan atau tidak. Dari sudut pandang ini, maka hadiah tersebut ada dua macam.
1). Untuk mendapatkan hadiah atau ikut undian diharuskan membayar sejumlah biaya tertentu. Jenis ini hukumnya haram, karena termasuk memakan harta orang lain secara batil. Dan lagi, setiap orang yang terlibat, ia membayar sama kepada penyedia hadiah, tetapi masing-masing tidak memiliki kepastian akan mendapatkan hadiah atau tidak. Demikian inilah bentuk maysir atau qimar.
Cara promosi berhadiah seperti ini tidak diperbolehkan atau haram. Alasannya, di dalamnya mengandung unsur maysir dan qimar. Sebab, setiap konsumen sudah mengeluarkan biaya, tetapi belum atau tidak mendapatkan kepastian dalam hal mendapatkan hadiahnya. Sehingga i, tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan hadiah dan siapa yang tidak. Dari sisi ini juga mengandung unsur gharar.
2). Semua Mendapatkan Hadiah
Metode ini terbebas dari ketidakpastian dan jahalah (tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan hadiah).Jadi, jika semua konsumen mendapatkan hadiah, maka jenis promosi seperti ini masih diperbolehkan, karena tidak termasuk ke dalam maysir ataupun qimar. Hadiah seperti ini termasuk sebagai discount, atau sebagai pemberian secara cuma-cuma (atau Hadiah dalam bahasa Arab).
Dalam promosi menggunakan hadiah ini, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Hadiahnya diketahui secara pasti
2. Tidak ada unsur penipuan atau mengelabui konsumen
3. Tidak ada penambahan harga jual produk
4. Bila ada penambahan harga karena hadiah tsb, pihak produsen harus memberitahukan.
5. Tidak bersifat memaksa konsumen atau memanfaatkan mereka, karena siapa pun ternyata membutuhkan produk yang dimaksud manakala tidak ada hadiahnya. Terhadap konsumen harus diberikan pilihan, membayar lebih dan mendapatkan hadiah sekaligus, atau membayar dengan harga biasa, tetapi tidak mendapatkan hadiah.
B. Ditinjau dari segi keberhasilannya, yaitu hadiah yang tidak ada kepastian apakah konsumen akan mendapatkan atau tidak. Dari sudut pandang ini, maka hadiah tersebut ada dua macam.
1). Untuk mendapatkan hadiah atau ikut undian diharuskan membayar sejumlah biaya tertentu. Jenis ini hukumnya haram, karena termasuk memakan harta orang lain secara batil. Dan lagi, setiap orang yang terlibat, ia membayar sama kepada penyedia hadiah, tetapi masing-masing tidak memiliki kepastian akan mendapatkan hadiah atau tidak. Demikian inilah bentuk maysir atau qimar.
Di sisi lain, terkadang konsumen membeli produk tersebut bukan karena memerlukan, tetapi semata-mata karena hadiah dibalik undiannya. Yang seperti ini diharamkan, karena mengandung unsur perjudian.
Adapun apabila produknya dapat dijual dengan harga yang biasa (tidak dinaikkan), dan ternyata konsumen juga membelinya karena membutuhkannya, bukan semata-mata karena hadiahnya, maka dalam memandang kasus seperti ini, para ulama berbeda pendapat.
Pendapat Pertama
Apabila kemungkinan dari undian tersebut antara untung (mendapatkan hadiah) dan selamat (tidak sampai merugi jika tidak mendapatkan hadiah), maka hukumnya diperbolehkan, sepanjang konsumen membelinya karena membutuhkannya, baik konsumen itu mengetahui tentang adanya undian tersebut maupun tidak.
Adapun jika konsumen mengetahui tentang undian tersebut, lalu ia membeli produk tersebut agar bisa ikut undian, maka hukumnya haram. Sebab, nantinya akan timbul kemungkinan beruntung mendapatkan hadiah, atau merugi karena tidak mendapatkan hadiah.[1]
Pendapat Kedua
Memandang bahwa yang lebih utama, undian seperti ini adalah haram. Pendapat ini beralasan dengan beberapa hal.
Adapun apabila produknya dapat dijual dengan harga yang biasa (tidak dinaikkan), dan ternyata konsumen juga membelinya karena membutuhkannya, bukan semata-mata karena hadiahnya, maka dalam memandang kasus seperti ini, para ulama berbeda pendapat.
Pendapat Pertama
Apabila kemungkinan dari undian tersebut antara untung (mendapatkan hadiah) dan selamat (tidak sampai merugi jika tidak mendapatkan hadiah), maka hukumnya diperbolehkan, sepanjang konsumen membelinya karena membutuhkannya, baik konsumen itu mengetahui tentang adanya undian tersebut maupun tidak.
Adapun jika konsumen mengetahui tentang undian tersebut, lalu ia membeli produk tersebut agar bisa ikut undian, maka hukumnya haram. Sebab, nantinya akan timbul kemungkinan beruntung mendapatkan hadiah, atau merugi karena tidak mendapatkan hadiah.[1]
Pendapat Kedua
Memandang bahwa yang lebih utama, undian seperti ini adalah haram. Pendapat ini beralasan dengan beberapa hal.
1. Tujuan ketika membeli produk adalah urusan hati, dan ini tidak bisa diketahui begitu saja.
2. Undian seperti ini merupakan celah yang membawa kepada taruhan atau perjudian
3. Undian ini lebih mengandung unsur gharar, sebab ketika konsumen membeli produk, ia merasa mendapatkan hadiah.
4. Dalam undian seperti ini, juga menimbulkan efek negatif adanya unsur judi. Misalnya memicu sifat iri dengki sesama konsumen, dan mengkondisikan konsumen untuk malas dan mengharapkan sesuatu yang khayal
5. Menggiring konsumen untuk membeli produk tersebut, walaupun ia tidak benar-benar membutuhkannya, sehingga menimbulkan perbuatan israf dan menyia-nyiakan harta.
6. Membuka celah untuk melakukan tipu daya dan mengelabui orang lain.
Tarjihnya, yang lebih utama adalah haram.
2). Untuk mendapatkan hadiah atau terlibat dalam undian, konsumen tidak dibebankan biaya apapun.
Jenis undian seperti ini dipebolehkan. Sebab, hadiah yang disediakan oleh konsumen layaknya pemberian cuma-cuma dan atas kerelaan produsen. Wallahu ‘alam
RAGAM HADIAH DAN HUKUMNYA
2. Undian seperti ini merupakan celah yang membawa kepada taruhan atau perjudian
3. Undian ini lebih mengandung unsur gharar, sebab ketika konsumen membeli produk, ia merasa mendapatkan hadiah.
4. Dalam undian seperti ini, juga menimbulkan efek negatif adanya unsur judi. Misalnya memicu sifat iri dengki sesama konsumen, dan mengkondisikan konsumen untuk malas dan mengharapkan sesuatu yang khayal
5. Menggiring konsumen untuk membeli produk tersebut, walaupun ia tidak benar-benar membutuhkannya, sehingga menimbulkan perbuatan israf dan menyia-nyiakan harta.
6. Membuka celah untuk melakukan tipu daya dan mengelabui orang lain.
Tarjihnya, yang lebih utama adalah haram.
2). Untuk mendapatkan hadiah atau terlibat dalam undian, konsumen tidak dibebankan biaya apapun.
Jenis undian seperti ini dipebolehkan. Sebab, hadiah yang disediakan oleh konsumen layaknya pemberian cuma-cuma dan atas kerelaan produsen. Wallahu ‘alam
RAGAM HADIAH DAN HUKUMNYA
Hadiah dalam konteks promosi memiliki banyak ragam dan corak. Sekurang-kurang ada tiga jenis.
A. Hadiah yang mensyaratkan sesuatu untuk mendapatkannya. Jenis ini di pasaran tak lepas dari beberapa kemungkinan.
A. Hadiah yang mensyaratkan sesuatu untuk mendapatkannya. Jenis ini di pasaran tak lepas dari beberapa kemungkinan.
1). Hadiah disertakan bersama produk yang dijual. Hadiah seperti ini ada dua bentuk.
a). Hadiah yang bentuk dan jenisnya diketahui. Sebagai gambaran, untuk setiap pembelian satu pack teh, konsumen berhak mendapatkan hadiah satu buah gelas. Hukum promosi dengan hadiah seperti ini diperbolehkan. Kedudukan hadiahnya sendiri, ibarat pemberian secara suka rela atau bentuk lain dari discount. Dan di lain pihak, setiap konsumen akan mendapatkannya. Selain itu, dalam promosi hadiah seperti ini tidak mengandung unsur gharar.
Tetapi apabila bentuknya berupa dua item produk yang disatukan dengan harga penjualan yang tidak bisa dipisahkan, maka hukumnya tidak diperbolehkan. Sebab, ini bukan hadiah ataupun discount. Ini sekedar cara untuk melariskan barang yang kurang laku atau tidak laku, dan menggiring konsumen untuk membelinya. Dalam promosi jenis ini, menimbulkan kondisi ‘adamut-taradhi (tidak ada kerelaan) dari kedua belah pihak, khususnya konsumen.[2]
b). Bentuk dan jenisnya tidak diketahui. Jenis hadiah seperti ini ada dua bentuk.
- Hadiah mengandung pada setiap produk yang dijual. Hukum promosi seperti ini tidak diperbolehkan karena beberapa hal, yaitu: hadiahnya tidak diketahui, hadiahnya berpengaruh pada harga produk, mengandung unsur gharar, yaitu konsumen akan menduga bahwa hadiahnya adalah sesuatu yang berharga, dan juga mengkondisikan konsumen berlaku isrâf.
- Hadiah mengandung pada sebagian produk saja. Promosi seperti ini hukumnya haram juga. Alasannya: konsumen membeli produk untuk mendapatkan hadiah, tetapi ternyata sebagian dari mereka tidak mendapatkannya, mengandung unsur gharar karena hadiahnya berpengaruh kepada harga jual produk, harga produk lebih tinggi dibandingkan ketika tidak ada hadiahnya, tetapi produsen tidak memberitahukannya, telah mengkondisikan konsumen untuk berlaku isrâf karena memburu hadiah, menimbulakan sifat iri dengki di antara konsumen.[3]
2). Undian berhadiah.
Sebagai gambaran, konsumen membeli suatu produk, atau belanja di pusat perbelanjaan , dan lain sebagainya. Setelah membayar, konsumen akan mendapatkan kupon untuk mengikuti undian yang diadakan oleh produsen, yang penarikan undiannya akan dilakukan pada tanggal yang sudah ditentukan.
a). Hadiah yang bentuk dan jenisnya diketahui. Sebagai gambaran, untuk setiap pembelian satu pack teh, konsumen berhak mendapatkan hadiah satu buah gelas. Hukum promosi dengan hadiah seperti ini diperbolehkan. Kedudukan hadiahnya sendiri, ibarat pemberian secara suka rela atau bentuk lain dari discount. Dan di lain pihak, setiap konsumen akan mendapatkannya. Selain itu, dalam promosi hadiah seperti ini tidak mengandung unsur gharar.
Tetapi apabila bentuknya berupa dua item produk yang disatukan dengan harga penjualan yang tidak bisa dipisahkan, maka hukumnya tidak diperbolehkan. Sebab, ini bukan hadiah ataupun discount. Ini sekedar cara untuk melariskan barang yang kurang laku atau tidak laku, dan menggiring konsumen untuk membelinya. Dalam promosi jenis ini, menimbulkan kondisi ‘adamut-taradhi (tidak ada kerelaan) dari kedua belah pihak, khususnya konsumen.[2]
b). Bentuk dan jenisnya tidak diketahui. Jenis hadiah seperti ini ada dua bentuk.
- Hadiah mengandung pada setiap produk yang dijual. Hukum promosi seperti ini tidak diperbolehkan karena beberapa hal, yaitu: hadiahnya tidak diketahui, hadiahnya berpengaruh pada harga produk, mengandung unsur gharar, yaitu konsumen akan menduga bahwa hadiahnya adalah sesuatu yang berharga, dan juga mengkondisikan konsumen berlaku isrâf.
- Hadiah mengandung pada sebagian produk saja. Promosi seperti ini hukumnya haram juga. Alasannya: konsumen membeli produk untuk mendapatkan hadiah, tetapi ternyata sebagian dari mereka tidak mendapatkannya, mengandung unsur gharar karena hadiahnya berpengaruh kepada harga jual produk, harga produk lebih tinggi dibandingkan ketika tidak ada hadiahnya, tetapi produsen tidak memberitahukannya, telah mengkondisikan konsumen untuk berlaku isrâf karena memburu hadiah, menimbulakan sifat iri dengki di antara konsumen.[3]
2). Undian berhadiah.
Sebagai gambaran, konsumen membeli suatu produk, atau belanja di pusat perbelanjaan , dan lain sebagainya. Setelah membayar, konsumen akan mendapatkan kupon untuk mengikuti undian yang diadakan oleh produsen, yang penarikan undiannya akan dilakukan pada tanggal yang sudah ditentukan.
Hukum promosi seperti ini adalah haram karena termasuk qimâr. Konsumen tidak diperbolehkan terlibat dalam undian-undian seperti ini. Alasannya:
- Konsumen mengeluarkan biaya untuk mengikuti undian ini, baik dalam bentuknya membeli produk tertentu atau membeli kuponnya secara langsung.
- Mengandung unsur gharar, karena tidak diketahui siapa yang akan beruntung dan siapa yang tidak beruntung (gagal).
- Membuat konsumen berlaku isrâf dengan membeli barang yang tidak dibutuhkannya, atau lain sebagainya.
- Menimbulkan fitnah iri dengki dan lain-lain.
Dalam permasalahan ini, Syaikh Bin Bâz pernah ditanya dengan pertanyaan :
(1) Bagaimana hukum mengikuti undian yang tidak memungut biaya apapun. Dan kalaupun tidak mendapatkan hadiah, ia tidak akan mendapatkan kerugian apapun.
(2) Bagaimana (hukum) belanja di suatu pusat perbelanjaan agar mendapatkan kupon untuk mengikuti undian yang diadakannya?
Syaikh Bin Bâz menjawab:
Mengikuti undian seperti ini termasuk ke dalam qimâr. Dan itu merupakan maysir yang dilarang Allah dalam firman-Nya "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu dalam khamr dan berjudi itu, serta menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat. Maka, berhentilah kamu (dari melakukan pekerjaan itu). (Qs al-Ma’idah : 90, 91)".[4]
3). Undian berhadiah yang dikemas, seolah-olah dengan menunjukkan lomba ilmiah.
Sebagai contoh, misalnya, oleh produsen, dalam suatu produk dilampirkan (disertakan) undian dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan ilmiah, namun tingkat kesulitan dari pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat rendah atau sangat mudah untuk menjawabnya, sehingga anak kecil pun sanggup menjawabnya. Bukan itu saja, bahkan terkadang di lembaran lainnya, atau bentuk lainnya, disertakan jawabannya. Jadi, undian ini tidak benar-benar menjadi sebuah kompetisi ilmiah, tetapi sebuah promosi untuk meningkatkan angka penjualan saja.
Atau tujuan lain, misalnya, mempropagandakan yang ada di balik pertanyan-pertanyaan yang diajukan, atau maksud lainnya lagi. Sebutlah sebagai contoh, yaitu undian dan kupon yang disertakan secara berseri oleh sebuah koran harian selama sebulan penuh.
Promosi undian seperti ini termasuk qimâr, sehingga tidak diperbolehkan atau haram. Undian seperti ini, pada prakteknya juga sama dengan undian-undian pada poin (2).
4). Investasi (Saham Berhadiah).
Yang dimaksud dengan investasi (saham berhadiah) ialah, salah satu produk bank. Yaitu berupa lembaran saham atau tawaran investasi kepada masyarakat dengan harga tertentu, dan konsumen sendiri bisa mencairkan investasinya ini sewaktu-waktu. Setiap konsumen yang membeli, ia diikutkan ke dalam undian dengan bukti lembaran saham tadi, yang penarikannya dilakukan setiap bulan.
Hukum promosi dengan undian seperti ini juga termasuk dalam kategori qimâr yang diharamkan. Selain itu, bisa jadi di dalamnya terkandung unsur riba, yaitu investasi yang ditanamkan nasabah akan mendapatkan faidah (manfaat) berupa bunga dari pihak bank. Atau hadiahnya itu sendiri diambil dari bunga simpanan para nasabah.
B. Hadiah Yang Tidak Mensyaratkan Apapun Untuk Mendapatkannya.
Bentuk undian berhadiah seperti ini bisa saja sebagai berikut.
1). Undian yang diadakan oleh penyelenggara, baik produsen, toko, mall, maupun pabrik, tanpa mensyaratkan apapun kepada konsumen yang hendak mengikutinya; misalnya tidak dengan membeli produk tertentu, belanja di toko tertentu, atau membeli kupon tertentu. Ini seolah-olah pemberian cuma-cuma dari pihak penyelenggara.
2). Sebuah promosi yang dilakukan oleh suatu instansi atau lainnya dengan cara membagikan kupon undian atau perlombaan, atau membagikan kupon berseri secara berurutan, tanpa mengambil pungutan atau timbal balik apapun kepada konsumen, dan tanpa adanya unsur yang membedakan antara konsumen yang satu dengan lainnya dalam pembagiannya. Seolah-olah dibagikan secara acak agar undian ini segara sampai kepada konsumen. Selanjutnya, pada tahap akhir diadakan pengundian atau penarikan kupon untuk menentukan pemenangnya.
Hukum undian berhadiah seperti ini diperbolehkan, sebab tidak di dalamnya tidak mengandung unsur perjudian untung rugi layaknya qimâr atau maysir. Selain itu, juga tidak mengandung unsur gharar. Pihak penyelenggara, ibarat orang yang memberikan sumbangan secara suka rela. Lalu orang yang terlibat dalam undian memiliki dua kemungkinan, yaitu beruntung mendapatkan hadiah, atau jika tidak mendapatkan hadiah, ia tidak mengalami kerugian, karena pada orang yang mengikuti undian ini tidak dibebani sesuatu apapun sebelumnya; tidak harus membeli produk, tidak harus berbelanja di tempat tertentu, dan juga tidak harus membeli kupon undiannya.
C. Hadiah Pada Perlombaan Atau Kompetisi Ilmiah.
Yang dimaksud kompetisi ilmiah adalah musâbaqah ilmiah dalam beragam disiplin ilmu, baik Al-Qur`an, hadits, fikih, dan lain sebagainya. Termasuk di dalamnya, yaitu kompetisi ilmiah dalam rangka khidmah kepada disiplin ilmu tertentu yang bermanfaat. Hukum kompetisi atau musâbaqah itu sendiri diperbolehkan.[6]
Sementara itu, dalam memandang hukum hadiah yang mengandung pada perlombaan ilmiah ini, para ulama terbagi ke dalam dua pendapat.
Pendapat Pertama : Melarangnya.
Yaitu tidak memperbolehkan adanya hadiah dalam musâbaqah ilmiah. Pendapat ini dipegang oleh mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali dalam salah satu pendapatnya. [7]
Dalilnya adalah hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Tidak ada perlombaan (memperebutkan sesuatu), kecuali dalam memanah, pacuan onta, atau kuda".[8]
Yang dimaksud dengan memperebutkan sesuatu dalam hadits ini dibatasi hanya dalam tiga perlombaan saja. Adapun kompetisi ilmiah, tidak termasuk salah satu dari tiga hal tersebut.
Pendapat Kedua : Membolehkannya.
Pendapat ini dipegang oleh mazhab Hanafi dan salah satu pendapat dari mazhab Hambali. Pendapat ini juga dirâjihkan oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul-Qayyim. [9]
Dalil pendapat ini ialah:
1. Sebuah hadits yang diriwayatkan melalui jalur Ibnu 'Abbas berkaitan dengan firman Allah Ta’ala: “Alif lâm-mîm. Telah dikalahkan Romawi, di negeri yang terdekat…” [Ar-Rûm/30:1-3].
Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhu berkata,"Pada saat itu orang-orang musyrik menginginkan Persia yang mengalahkan Romawi, sebab mereka sama-sama penyembah berhala. Sedangkan kaum Muslimin sendiri menginginkan Romawi yang mengalahkan Persia, sebab orang-orang Romawi adalah Ahlul-Kitab.
Lalu mereka menceritakan hal ini kepada Abu Bakar. Selanjutnya Abu Bakar menceritakan hal ini kepada orang-orang musyrik. Mereka pun berujar: “Tentukanlah tempo antara kami dan engkau. Apabila kami yang benar atau menang, maka kami berhak mendapatkan anu dan anu. Dan apabila engkau yang benar, maka engkau berhak anu dan anu,” lalu disepakatilah tempo tersebut selama lima tahun. Ternyata setelah lima tahun berlalu, ucapan mereka tidak terbukti. Lalu hal ini diceritakan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda: “Mengapa tidak kalian tentukan temponya sekitar sepuluh tahun?”[10]
Di sini kedua belah pihak menyediakan hadiah untuk lawannya apabila menang. Mengenai masalah ini, tidak ada dalil yang menerangkanya telah dimansukh.
2. Agama ditegakkan juga dengan hujjah dan ijtihad. Apabila perlombaan dengan alat-alat jihad diperbolehkan, maka kompetisi ilmiah lebih utama lagi untuk diperbolehkan.
Ibnul Qayyim berkata,"Oleh karena itu, musâbaqah dalam bidang keilmuan yang bisa membukakan hati, memuliakan dan meninggikan Islam, (maka) lebih utama lagi bolehnya.”[11]
Allah a'lam
- Konsumen mengeluarkan biaya untuk mengikuti undian ini, baik dalam bentuknya membeli produk tertentu atau membeli kuponnya secara langsung.
- Mengandung unsur gharar, karena tidak diketahui siapa yang akan beruntung dan siapa yang tidak beruntung (gagal).
- Membuat konsumen berlaku isrâf dengan membeli barang yang tidak dibutuhkannya, atau lain sebagainya.
- Menimbulkan fitnah iri dengki dan lain-lain.
Dalam permasalahan ini, Syaikh Bin Bâz pernah ditanya dengan pertanyaan :
(1) Bagaimana hukum mengikuti undian yang tidak memungut biaya apapun. Dan kalaupun tidak mendapatkan hadiah, ia tidak akan mendapatkan kerugian apapun.
(2) Bagaimana (hukum) belanja di suatu pusat perbelanjaan agar mendapatkan kupon untuk mengikuti undian yang diadakannya?
Syaikh Bin Bâz menjawab:
Mengikuti undian seperti ini termasuk ke dalam qimâr. Dan itu merupakan maysir yang dilarang Allah dalam firman-Nya "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu dalam khamr dan berjudi itu, serta menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat. Maka, berhentilah kamu (dari melakukan pekerjaan itu). (Qs al-Ma’idah : 90, 91)".[4]
3). Undian berhadiah yang dikemas, seolah-olah dengan menunjukkan lomba ilmiah.
Sebagai contoh, misalnya, oleh produsen, dalam suatu produk dilampirkan (disertakan) undian dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan ilmiah, namun tingkat kesulitan dari pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat rendah atau sangat mudah untuk menjawabnya, sehingga anak kecil pun sanggup menjawabnya. Bukan itu saja, bahkan terkadang di lembaran lainnya, atau bentuk lainnya, disertakan jawabannya. Jadi, undian ini tidak benar-benar menjadi sebuah kompetisi ilmiah, tetapi sebuah promosi untuk meningkatkan angka penjualan saja.
Atau tujuan lain, misalnya, mempropagandakan yang ada di balik pertanyan-pertanyaan yang diajukan, atau maksud lainnya lagi. Sebutlah sebagai contoh, yaitu undian dan kupon yang disertakan secara berseri oleh sebuah koran harian selama sebulan penuh.
Promosi undian seperti ini termasuk qimâr, sehingga tidak diperbolehkan atau haram. Undian seperti ini, pada prakteknya juga sama dengan undian-undian pada poin (2).
4). Investasi (Saham Berhadiah).
Yang dimaksud dengan investasi (saham berhadiah) ialah, salah satu produk bank. Yaitu berupa lembaran saham atau tawaran investasi kepada masyarakat dengan harga tertentu, dan konsumen sendiri bisa mencairkan investasinya ini sewaktu-waktu. Setiap konsumen yang membeli, ia diikutkan ke dalam undian dengan bukti lembaran saham tadi, yang penarikannya dilakukan setiap bulan.
Hukum promosi dengan undian seperti ini juga termasuk dalam kategori qimâr yang diharamkan. Selain itu, bisa jadi di dalamnya terkandung unsur riba, yaitu investasi yang ditanamkan nasabah akan mendapatkan faidah (manfaat) berupa bunga dari pihak bank. Atau hadiahnya itu sendiri diambil dari bunga simpanan para nasabah.
B. Hadiah Yang Tidak Mensyaratkan Apapun Untuk Mendapatkannya.
Bentuk undian berhadiah seperti ini bisa saja sebagai berikut.
1). Undian yang diadakan oleh penyelenggara, baik produsen, toko, mall, maupun pabrik, tanpa mensyaratkan apapun kepada konsumen yang hendak mengikutinya; misalnya tidak dengan membeli produk tertentu, belanja di toko tertentu, atau membeli kupon tertentu. Ini seolah-olah pemberian cuma-cuma dari pihak penyelenggara.
2). Sebuah promosi yang dilakukan oleh suatu instansi atau lainnya dengan cara membagikan kupon undian atau perlombaan, atau membagikan kupon berseri secara berurutan, tanpa mengambil pungutan atau timbal balik apapun kepada konsumen, dan tanpa adanya unsur yang membedakan antara konsumen yang satu dengan lainnya dalam pembagiannya. Seolah-olah dibagikan secara acak agar undian ini segara sampai kepada konsumen. Selanjutnya, pada tahap akhir diadakan pengundian atau penarikan kupon untuk menentukan pemenangnya.
Hukum undian berhadiah seperti ini diperbolehkan, sebab tidak di dalamnya tidak mengandung unsur perjudian untung rugi layaknya qimâr atau maysir. Selain itu, juga tidak mengandung unsur gharar. Pihak penyelenggara, ibarat orang yang memberikan sumbangan secara suka rela. Lalu orang yang terlibat dalam undian memiliki dua kemungkinan, yaitu beruntung mendapatkan hadiah, atau jika tidak mendapatkan hadiah, ia tidak mengalami kerugian, karena pada orang yang mengikuti undian ini tidak dibebani sesuatu apapun sebelumnya; tidak harus membeli produk, tidak harus berbelanja di tempat tertentu, dan juga tidak harus membeli kupon undiannya.
C. Hadiah Pada Perlombaan Atau Kompetisi Ilmiah.
Yang dimaksud kompetisi ilmiah adalah musâbaqah ilmiah dalam beragam disiplin ilmu, baik Al-Qur`an, hadits, fikih, dan lain sebagainya. Termasuk di dalamnya, yaitu kompetisi ilmiah dalam rangka khidmah kepada disiplin ilmu tertentu yang bermanfaat. Hukum kompetisi atau musâbaqah itu sendiri diperbolehkan.[6]
Sementara itu, dalam memandang hukum hadiah yang mengandung pada perlombaan ilmiah ini, para ulama terbagi ke dalam dua pendapat.
Pendapat Pertama : Melarangnya.
Yaitu tidak memperbolehkan adanya hadiah dalam musâbaqah ilmiah. Pendapat ini dipegang oleh mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali dalam salah satu pendapatnya. [7]
Dalilnya adalah hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Tidak ada perlombaan (memperebutkan sesuatu), kecuali dalam memanah, pacuan onta, atau kuda".[8]
Yang dimaksud dengan memperebutkan sesuatu dalam hadits ini dibatasi hanya dalam tiga perlombaan saja. Adapun kompetisi ilmiah, tidak termasuk salah satu dari tiga hal tersebut.
Pendapat Kedua : Membolehkannya.
Pendapat ini dipegang oleh mazhab Hanafi dan salah satu pendapat dari mazhab Hambali. Pendapat ini juga dirâjihkan oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul-Qayyim. [9]
Dalil pendapat ini ialah:
1. Sebuah hadits yang diriwayatkan melalui jalur Ibnu 'Abbas berkaitan dengan firman Allah Ta’ala: “Alif lâm-mîm. Telah dikalahkan Romawi, di negeri yang terdekat…” [Ar-Rûm/30:1-3].
Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhu berkata,"Pada saat itu orang-orang musyrik menginginkan Persia yang mengalahkan Romawi, sebab mereka sama-sama penyembah berhala. Sedangkan kaum Muslimin sendiri menginginkan Romawi yang mengalahkan Persia, sebab orang-orang Romawi adalah Ahlul-Kitab.
Lalu mereka menceritakan hal ini kepada Abu Bakar. Selanjutnya Abu Bakar menceritakan hal ini kepada orang-orang musyrik. Mereka pun berujar: “Tentukanlah tempo antara kami dan engkau. Apabila kami yang benar atau menang, maka kami berhak mendapatkan anu dan anu. Dan apabila engkau yang benar, maka engkau berhak anu dan anu,” lalu disepakatilah tempo tersebut selama lima tahun. Ternyata setelah lima tahun berlalu, ucapan mereka tidak terbukti. Lalu hal ini diceritakan kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau bersabda: “Mengapa tidak kalian tentukan temponya sekitar sepuluh tahun?”[10]
Di sini kedua belah pihak menyediakan hadiah untuk lawannya apabila menang. Mengenai masalah ini, tidak ada dalil yang menerangkanya telah dimansukh.
2. Agama ditegakkan juga dengan hujjah dan ijtihad. Apabila perlombaan dengan alat-alat jihad diperbolehkan, maka kompetisi ilmiah lebih utama lagi untuk diperbolehkan.
Ibnul Qayyim berkata,"Oleh karena itu, musâbaqah dalam bidang keilmuan yang bisa membukakan hati, memuliakan dan meninggikan Islam, (maka) lebih utama lagi bolehnya.”[11]
Allah a'lam
sumber : Syaikh Muhammad bin Ali Al-Kamili , majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun XI/1428H/2007. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
catatan :
[1]. Syaikh Shalih Ali Syaikh seputar masalah Al-Qimar wa Shuwaruhu Al-Muharramah
[2]. Al-Qimâr wal-Musabaqat wal-Jawa’iz, Rafiq al-Mishri, hlm. 67.
[3]. Al-Qimâr wal-Musabaqat wal-Jawa’iz, , Majmu’ Fatawa, Syaikh Bin Bâz (4/201).
[4]. Majmu’ Fatawa wa Maqalât Mutanawwi’ah, Syaikh Bin Bâz (4/203).
[5]. Muhammad bin 'Abdul 'Azizi Al-Musnad (4/443).
[6]. Al-Musabaqat wa Ahkamuha fisy-Syari’ah Al-Islamiyyah, Dr. Sa’d bin Nashir Al-Syatsri, hlm. 187.
[7]. Al-Umm, Imam Syafi’i (4/326), Mawahib Al-Jalil, Khalil Ar-Ru’aini (4/609), Raudhatuth-Thalibin, An-Nawawi (7/532), dan Al-Mughni, Ibnu Qudamah (11/532).
[8]. HR Abu Dawud, no. 2574, Tirmidzi, no. 1700, Nasâ’i, no. 3587, Ibnu Majah, no. 2878, dan Imam Ahmad, no. 7433, 5052. Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani dalam Al-Irwa’, no. 1506.
[9]. Hasyiyah Ibnu ‘Abidin (6/403), Majmu’ Fatâwâ, Ibn Taimiyyah (32/227), al-Furusiyyah, Ibnul-Qayyim, hlm. 97, dan al-Inshaf, Al-Mawardi (6/91).
[10]. HR Tirmidzi, no. 3191-3194, dan beliau t berkata: "Hadits ini hasan shahih”.
[11]. Al-Furusiyyah, Ibnul-Qayyim, hlm. 97.
catatan :
[1]. Syaikh Shalih Ali Syaikh seputar masalah Al-Qimar wa Shuwaruhu Al-Muharramah
[2]. Al-Qimâr wal-Musabaqat wal-Jawa’iz, Rafiq al-Mishri, hlm. 67.
[3]. Al-Qimâr wal-Musabaqat wal-Jawa’iz, , Majmu’ Fatawa, Syaikh Bin Bâz (4/201).
[4]. Majmu’ Fatawa wa Maqalât Mutanawwi’ah, Syaikh Bin Bâz (4/203).
[5]. Muhammad bin 'Abdul 'Azizi Al-Musnad (4/443).
[6]. Al-Musabaqat wa Ahkamuha fisy-Syari’ah Al-Islamiyyah, Dr. Sa’d bin Nashir Al-Syatsri, hlm. 187.
[7]. Al-Umm, Imam Syafi’i (4/326), Mawahib Al-Jalil, Khalil Ar-Ru’aini (4/609), Raudhatuth-Thalibin, An-Nawawi (7/532), dan Al-Mughni, Ibnu Qudamah (11/532).
[8]. HR Abu Dawud, no. 2574, Tirmidzi, no. 1700, Nasâ’i, no. 3587, Ibnu Majah, no. 2878, dan Imam Ahmad, no. 7433, 5052. Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani dalam Al-Irwa’, no. 1506.
[9]. Hasyiyah Ibnu ‘Abidin (6/403), Majmu’ Fatâwâ, Ibn Taimiyyah (32/227), al-Furusiyyah, Ibnul-Qayyim, hlm. 97, dan al-Inshaf, Al-Mawardi (6/91).
[10]. HR Tirmidzi, no. 3191-3194, dan beliau t berkata: "Hadits ini hasan shahih”.
[11]. Al-Furusiyyah, Ibnul-Qayyim, hlm. 97.
Kamis, 03 Maret 2011
Pengaruh Ibadah thd diri
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah: Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para Rasul-Nya. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, lahir maupun bathin.
Firman Allah , yang artinya , " Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Qs. Adz-Dzaariyaat : 56-58]
Ibadah bagi hamba beriman , seharusnya sudah menjadi kebutuhan pokok sehari-hari yg tidak bisa ditinggalkan. Namun disayangkan apabila ada yang menganggapnya sebagai kewajiban saja, belum menjadi kebutuhan.
Sebenarnya Efek Ibadah selain sebuah kewajiban kita kepada sang Khaliq, juga memiliki efek penyembuhan baik fisik maupun psikis. Lebih dari 300 kajian ilmiah menunjukkan nilai medis dari keterikatan kepada agama (meliputi kehadiran pada peribadatan, Sembahyang, mempelajari kitab suci, dan peran serta aktif pada komunitas spiritual). Manfaat yang dirasakan termasuk meningkatnya kemampuan mencega dan mengatasi gangguan mental (seperti depressi, hasrat bunuh diri dan kecemasan), penyakit medis dan operasi (contoh; serangan jantung, cancer), dan ketergantugan, penghilangan rasa sakit dan ketidakberdayaan; dan kemampuan bertahan hidup . Ditemukan pula tindakan spiritual (contoh : do’a , dan psikoterapi berbasis agama) meningkatkan kemampuan untuk bangkit dalam penyembuhan.( Dale Matthews:, 2000).
Sebagaimana penelitian yang dilakukan di Allama Iqbal Medical College, Lahore, tentang Efek ‘Shalat Tahajjud dalam mengatasi depressi. Pada studi ini grup eksperimen melakukan membaca Quran, dan berdzikir, sedangkan group lainna diminta elakukan tugas-tugas rumah. Hamilton Depression Rating Scale digunakan untuk mengukur hasilnya . Menakjubkan 25 dari 32 pasien pada kelompok eksperimen memperlihatkan penyembuhan dari keadaan depressi. Di kelompok control menunjukkan tidak ada perubahan (Najati &.Loewenthal: 2000). Keteraturan melakukan shalat berakibat kepada kestabilan emosi (Ade Irma, 2003).
Studi lain yang dilakukan oleh Asep Haerul Gani (1993) dan Emo Kastama (1994) di Pondok Pesantren Suryalaya menunjukkan bahwa ritual wudhu, mandi tawbat, shalat wajib, shalat sunat, shalat tahajjud, dzikir Jahar , dzikir khofiy dan do’a mempunyai efek penyembuhan. Gina Adisthie Pramono (2003) menemukan intensitas dzikir berhubungan dengan kematangan emosi. Muhammad Iqbal (2003) menemukan pula bahwa aktifitas Dzikrul Maut memberi pengaruh terhadap berkembagnya sikap positif, mempunyai optimisme dalam hidup, dan memiliki tanggung jawab social.
Efek terapeutik dari ibadah tersebut dapat ditelusuri antara lain dengan mencoba membandingkan proses yang dialami seseorang yang sedang menjalankan ibadah dengan seorang klien yang menjalani hypnotherapy. Seorang yang menalankan ibadah , ia akan masuk ke dalam keadaan single focus, berfokus tunggal pada sang pencipta, semakin ia masuk ke keadaan ini, maka perlahan-lahan ia mulai merasakan ketenangan, nafas semakin melambat dan ritmis, pikiran semakin focus, gelombang otak perlahan turun dari Betha ke Alpha bahkan ke Teta. Keadaan seperti ini dalam hypnotherapy adalah termasuk keadaan hypnotic atau trance yang merupakan prakondisi untuk pembelajaran unconscious.
Hypnotherapy
Hypnosis adalah kata yang mengundang beragam respons. Sikap orang terhadap kata hypnosis menggambarkan struktur pengalamannya. Hypnosis adalah fenomena alamiah sekaligus fenomena ilmiah. Sebagai fenomena alamiah ia ada seumur manusia, ia kita alami setiap hari, meskipun selama ini kita tidak menyadari bahwa itu namanya Hypnosis. Hypnosis juga fenomena ilmiah, ia telah dipelajari sejak lama dan dimanfaatkan untuk pengembangan diri manusia sejak lama. Istilah Hypnosis merupakan kependekan dari Neurohypnosis (Neuro=Syaraf, Hypnos=Dewa Tidur) diperkenalkan pertama kalinya oleh James Braid, seorang dokter ahli medis yang menjalankan kegiatan operasi dan melakukan proses kekebalan (anaestesi) hanya dengan mengunakan kekuatan kata. Pada awalnya Braid, sang dokter menyangka bahwa ada kinerja syaraf di otak yang tidur sehingga tubuh mampu merasakan kekebalan sekalipun mengalami tindakan operasi.
Firman Allah , yang artinya , " Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Qs. Adz-Dzaariyaat : 56-58]
Ibadah bagi hamba beriman , seharusnya sudah menjadi kebutuhan pokok sehari-hari yg tidak bisa ditinggalkan. Namun disayangkan apabila ada yang menganggapnya sebagai kewajiban saja, belum menjadi kebutuhan.
Sebenarnya Efek Ibadah selain sebuah kewajiban kita kepada sang Khaliq, juga memiliki efek penyembuhan baik fisik maupun psikis. Lebih dari 300 kajian ilmiah menunjukkan nilai medis dari keterikatan kepada agama (meliputi kehadiran pada peribadatan, Sembahyang, mempelajari kitab suci, dan peran serta aktif pada komunitas spiritual). Manfaat yang dirasakan termasuk meningkatnya kemampuan mencega dan mengatasi gangguan mental (seperti depressi, hasrat bunuh diri dan kecemasan), penyakit medis dan operasi (contoh; serangan jantung, cancer), dan ketergantugan, penghilangan rasa sakit dan ketidakberdayaan; dan kemampuan bertahan hidup . Ditemukan pula tindakan spiritual (contoh : do’a , dan psikoterapi berbasis agama) meningkatkan kemampuan untuk bangkit dalam penyembuhan.( Dale Matthews:, 2000).
Sebagaimana penelitian yang dilakukan di Allama Iqbal Medical College, Lahore, tentang Efek ‘Shalat Tahajjud dalam mengatasi depressi. Pada studi ini grup eksperimen melakukan membaca Quran, dan berdzikir, sedangkan group lainna diminta elakukan tugas-tugas rumah. Hamilton Depression Rating Scale digunakan untuk mengukur hasilnya . Menakjubkan 25 dari 32 pasien pada kelompok eksperimen memperlihatkan penyembuhan dari keadaan depressi. Di kelompok control menunjukkan tidak ada perubahan (Najati &.Loewenthal: 2000). Keteraturan melakukan shalat berakibat kepada kestabilan emosi (Ade Irma, 2003).
Studi lain yang dilakukan oleh Asep Haerul Gani (1993) dan Emo Kastama (1994) di Pondok Pesantren Suryalaya menunjukkan bahwa ritual wudhu, mandi tawbat, shalat wajib, shalat sunat, shalat tahajjud, dzikir Jahar , dzikir khofiy dan do’a mempunyai efek penyembuhan. Gina Adisthie Pramono (2003) menemukan intensitas dzikir berhubungan dengan kematangan emosi. Muhammad Iqbal (2003) menemukan pula bahwa aktifitas Dzikrul Maut memberi pengaruh terhadap berkembagnya sikap positif, mempunyai optimisme dalam hidup, dan memiliki tanggung jawab social.
Efek terapeutik dari ibadah tersebut dapat ditelusuri antara lain dengan mencoba membandingkan proses yang dialami seseorang yang sedang menjalankan ibadah dengan seorang klien yang menjalani hypnotherapy. Seorang yang menalankan ibadah , ia akan masuk ke dalam keadaan single focus, berfokus tunggal pada sang pencipta, semakin ia masuk ke keadaan ini, maka perlahan-lahan ia mulai merasakan ketenangan, nafas semakin melambat dan ritmis, pikiran semakin focus, gelombang otak perlahan turun dari Betha ke Alpha bahkan ke Teta. Keadaan seperti ini dalam hypnotherapy adalah termasuk keadaan hypnotic atau trance yang merupakan prakondisi untuk pembelajaran unconscious.
Hypnotherapy
Hypnosis adalah kata yang mengundang beragam respons. Sikap orang terhadap kata hypnosis menggambarkan struktur pengalamannya. Hypnosis adalah fenomena alamiah sekaligus fenomena ilmiah. Sebagai fenomena alamiah ia ada seumur manusia, ia kita alami setiap hari, meskipun selama ini kita tidak menyadari bahwa itu namanya Hypnosis. Hypnosis juga fenomena ilmiah, ia telah dipelajari sejak lama dan dimanfaatkan untuk pengembangan diri manusia sejak lama. Istilah Hypnosis merupakan kependekan dari Neurohypnosis (Neuro=Syaraf, Hypnos=Dewa Tidur) diperkenalkan pertama kalinya oleh James Braid, seorang dokter ahli medis yang menjalankan kegiatan operasi dan melakukan proses kekebalan (anaestesi) hanya dengan mengunakan kekuatan kata. Pada awalnya Braid, sang dokter menyangka bahwa ada kinerja syaraf di otak yang tidur sehingga tubuh mampu merasakan kekebalan sekalipun mengalami tindakan operasi.
Di kemudian hari, Braid memperkenalkan nama Neurophnology, akan tetapi istilah Hypnosis sudah kadung sohor. Hypnotherapy adalah terapi yang memanfaatkan hypnosis. Secara umum prosedur penanganan terapi menggunakan hypnosis adalah :
1. Membina hubungan dengan klien/Atau diri sendiri
2. Melakukan diagnosa dan menentukan keadaan yang diinginkan terjadi pada diri
3. Penjelasan mengenai hypnosis dan Inform Concent
4. Membimbing diri untuk masuk kekeadaan yang tenang, fokus dan trance (Induksi)
5. Membimbing diri untuk melakukan pembelajaran / penyembuhan dengan kata (Sugesti),
6. Mengembalikan diri ke keadaan normal
Ibadah sebagai Hypnotherapy
Tujuan penciptaan manusia dan jin adalah untuk mengabdi kepada Allah (Al-Quran: Adz-Dzaariyaat : 56-58). Keikhlasan yang berarti melakukan segala sesuatu dengan tujuan Allah itu sendiri adalah sebagai keutamaan . Keikhlasan adalah menjadi tema sentral, manusia dibimbing untuk melepaskan diri dari kelekatan kepada dirinya dan hal di luar dirinya sehingga membebaskan dirinya menuju Allah. Ibadah atau pengabdian dalam Islam ditunjukkan cara dan langkahnya oleh Muhammad bin Abdullah SAW. Setiap ragkaian ibadah mengharuskan satunya jismani, nafsani dan ruhani. Pengabdian ini dinyatakan dalam bentuk itiqad dalam hati, ucapan di lidah dan gerak laku. Hadis Qudsi menyatakan “Hai Anak Adam, Luangkanlah waktumu untuk beribadah kepadaKu – Aku penuhi dadamu dengan kekayaan dan aku bendun kemiskinanmu. Bila tidak engkau perbuat, AKu penuhi tanganmu dengan kesibukan sementara tidak kubendung kemiskinanmu” (Al Arabi, 1994)
Dzikir
Dzikir dalam bahasa Arab artinya mengingat. Mengingat Allah atau dzikrullah merupakan hal yang perlu dilakukan manusia untuk kepentingan manusia sendiri, yaitu ia diingat sang pencipta (QS Al BAqarah:152) mendapatkan hati yang tenteram (QS Ar Ra’d:28) memperoleh keuntungan (QS Al Jumuah:10).
2. Melakukan diagnosa dan menentukan keadaan yang diinginkan terjadi pada diri
3. Penjelasan mengenai hypnosis dan Inform Concent
4. Membimbing diri untuk masuk kekeadaan yang tenang, fokus dan trance (Induksi)
5. Membimbing diri untuk melakukan pembelajaran / penyembuhan dengan kata (Sugesti),
6. Mengembalikan diri ke keadaan normal
Ibadah sebagai Hypnotherapy
Tujuan penciptaan manusia dan jin adalah untuk mengabdi kepada Allah (Al-Quran: Adz-Dzaariyaat : 56-58). Keikhlasan yang berarti melakukan segala sesuatu dengan tujuan Allah itu sendiri adalah sebagai keutamaan . Keikhlasan adalah menjadi tema sentral, manusia dibimbing untuk melepaskan diri dari kelekatan kepada dirinya dan hal di luar dirinya sehingga membebaskan dirinya menuju Allah. Ibadah atau pengabdian dalam Islam ditunjukkan cara dan langkahnya oleh Muhammad bin Abdullah SAW. Setiap ragkaian ibadah mengharuskan satunya jismani, nafsani dan ruhani. Pengabdian ini dinyatakan dalam bentuk itiqad dalam hati, ucapan di lidah dan gerak laku. Hadis Qudsi menyatakan “Hai Anak Adam, Luangkanlah waktumu untuk beribadah kepadaKu – Aku penuhi dadamu dengan kekayaan dan aku bendun kemiskinanmu. Bila tidak engkau perbuat, AKu penuhi tanganmu dengan kesibukan sementara tidak kubendung kemiskinanmu” (Al Arabi, 1994)
Dzikir
Dzikir dalam bahasa Arab artinya mengingat. Mengingat Allah atau dzikrullah merupakan hal yang perlu dilakukan manusia untuk kepentingan manusia sendiri, yaitu ia diingat sang pencipta (QS Al BAqarah:152) mendapatkan hati yang tenteram (QS Ar Ra’d:28) memperoleh keuntungan (QS Al Jumuah:10).
Sejumlah hadis Qudsi memandang Dzikir sebagai bentuk syukur, bentuk persahabatan antara makhluk dan khalik, Dzikir dapat dilakukan dengan beragam cara. Dzikir dapat dilakukan dengan meneguhkan hati untuk selalu menggetarkan IsmuDzat “Allah- Allah-Allah”. Dzikir dapat dilakukan dengan memusatkan perhatian pada melisankan kalimatkalimat yang membesarkan Allah. Dzikir dapat dilakukan dengan memfokuskan perhatian dan pikiran pada gerakan tubuh dan ujaran. Dzikir dapat dilakukan dengan hati, dzikir dapat dilakukan dengan lisan dan dzikir dapat pula dilakukan dengan seluruh gerak tubuh. Pada dasarnya semua kegiatan pengabdian adalah kegiatan dzikir, sehingga dapat dikatakan kegiatan ritual yang kehilangan unsure dzikirnya maka ia batal dengan sendirinya.
Dzikir dengan berbagai bentuknya nyata merupakan bentuk latihan pikiran untuk fokus hanya kepada satu hal, yaitu mengingat Allah.Semakin keadaan fokus ini diperoleh, keadaan tenang, nyaman dapat diperoleh dengan sendirinya . Bahkan dalam majlis-majlis dzikir, semakin masuk seseorang ke dalam dzikirnya, ia menunjukkan tanda-tanda trance seperti denyut nadi melambat, pernapasan berubah, nyaman dan relaks, refleks, perubahan pada mata / menutup mata, tubuh tidak mampu bergerak, Catalepsy, perubahan mutu suara, perubahan indra, otot, tubuh, ilusi pada tubuh, time distortion (Asep Haerul Gani, 1993). Dzikir yang dilakukan dengan baik , tidak hanya menenangkan juga memberikan efek kepada penyembuhan tubuh (Indra Purwa, 2004)
Wudhu
Wudhu adalah bagian dari kegiatan bersuci dan merupakan perintah Allah. Kedudukan wudhu sama pentingnya dengan kedudukan Shalat. Perintah berwudhu turun bersamaan dengan perintah wajib shalat.
Wudhu
Wudhu adalah bagian dari kegiatan bersuci dan merupakan perintah Allah. Kedudukan wudhu sama pentingnya dengan kedudukan Shalat. Perintah berwudhu turun bersamaan dengan perintah wajib shalat.
Allah berfirman, yang artinya ," Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka basuhlah mukamu, kedua tanganmu sampai siku dan sapulah kepalamu serta basuhlah kedua kakimu sampai mata kaki."(Q.S. Al-Maidah : 6).
Wudhu adalah bagian dari perilaku menyucikan diri.
Wudhu adalah bagian dari perilaku menyucikan diri.
Dalam Al Quran, bersuci dipandang sederajat dengan perilaku mendekatkan diri kepada Ilahi. “...sesungguhnya Allah SWT menyukai orang - orang yang bertaubat dan orang - orang yang mensucikan diri.". (Al- Baqarah ;222) .
Wudhu yang dicontohkan oleh Nabi yang pada setiap gerakan seluruh anggota badan focus pada merasakan aliran air dan hati yang tertuju kepada Ilahiy .
Fokusnya perhatian kepada aliran air yang membasuh telapak tangan, rongga mulut dan gigi, hidung, wajah, kepala, telinga, kaki hingga telapak kaki membawa tubuh masuk ke keadaan yang lebih relaks, nyaman dan tenteram. Wudhu yang sempurna dilakukan dengan memadukan wudhu dhohir dan wudhu bathin dengan hati yang selalu mengingatNya.
Hadits riwayat al Daruqutni dan al Baihaqi “Wudhunya orang yang dzikir kepada Allah menyucikan seluruh adannya dan bila tidak berdzikir, hanya menyucikan anggota badannya saja” (M.Samba Nasir, 2005)
Shalat
Shalat adalah suatu ibadah yang terdiri dari perkataan-perkataan dan perbuatan - perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbiratul Ihram dan disudahi dengan Salam disertai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Shalat adalah sarana seorang hamba untuk berkomunikasi dengan Allah.
Fokusnya perhatian kepada aliran air yang membasuh telapak tangan, rongga mulut dan gigi, hidung, wajah, kepala, telinga, kaki hingga telapak kaki membawa tubuh masuk ke keadaan yang lebih relaks, nyaman dan tenteram. Wudhu yang sempurna dilakukan dengan memadukan wudhu dhohir dan wudhu bathin dengan hati yang selalu mengingatNya.
Hadits riwayat al Daruqutni dan al Baihaqi “Wudhunya orang yang dzikir kepada Allah menyucikan seluruh adannya dan bila tidak berdzikir, hanya menyucikan anggota badannya saja” (M.Samba Nasir, 2005)
Shalat
Shalat adalah suatu ibadah yang terdiri dari perkataan-perkataan dan perbuatan - perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbiratul Ihram dan disudahi dengan Salam disertai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Shalat adalah sarana seorang hamba untuk berkomunikasi dengan Allah.
Shalat mempunyai manfaat antara lain sebagai sarana untuk
• memohon pertolongan (Al Baqarah:45)
• wahana untuk mengingat Allah (Thaha : 14) dan
• mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar" (Al Ankabut : 45).
Shalat merupakan penghubung antara hamba dengan Tuhannya. Ia merupakan sebesar besarnya tanda iman dan seagung agungnya syiar agama.
Shalat merupakan tanda syukur atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepada hambanya. Ia merupakan ibadah yang membuktikan keislaman seseorang.
Shalat adalah ibadah yang sangat mendekatkan hamba kepada Khaliqnya, sebagaimana Rasulullah bersabda, yang artinya "Sedekat-dekat hamba kepada Tuhannya ialah dikala hamba itu bersujud (didalam Shalat).
• memohon pertolongan (Al Baqarah:45)
• wahana untuk mengingat Allah (Thaha : 14) dan
• mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar" (Al Ankabut : 45).
Shalat merupakan penghubung antara hamba dengan Tuhannya. Ia merupakan sebesar besarnya tanda iman dan seagung agungnya syiar agama.
Shalat merupakan tanda syukur atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepada hambanya. Ia merupakan ibadah yang membuktikan keislaman seseorang.
Shalat adalah ibadah yang sangat mendekatkan hamba kepada Khaliqnya, sebagaimana Rasulullah bersabda, yang artinya "Sedekat-dekat hamba kepada Tuhannya ialah dikala hamba itu bersujud (didalam Shalat).
Maka banyak-banyaklah berdo'a didalam sujud itu"Rasulullah SAW memodelkan pemanfaatanshalat untuk kesehatan lahir.
Abu Hurairah sahabat Nabi yang sedang sakit perut dianjurkan oleh Nabi SAW “ Berdirilah! Lantas tunaikan Shalat! Karena sesungguhnya di dalam ritual shalat terdapat kesembuhan”.
Abu Hurairah sahabat Nabi yang sedang sakit perut dianjurkan oleh Nabi SAW “ Berdirilah! Lantas tunaikan Shalat! Karena sesungguhnya di dalam ritual shalat terdapat kesembuhan”.
Rasulullah juga mencontohkan menggunakan shalat untuk mendapatkan ketenangan dan ketenteraman dan kenyamanan Sahabat Hudzaifah dalam HR Abu Dawud mengatakan “
Jika Nabi shallaLlahu Alaihi Wasallam merasa gundah karena sebuah perkara, maka beliau akan menunaikan shalat “Di kali lain Nabi berkata kepada Bilal menjelang shalat “Wahai Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat” Shalat yang dicontohkan oleh Nabi mempunyai ciri tuma’ninah (tenang/relaks).
Jika Nabi shallaLlahu Alaihi Wasallam merasa gundah karena sebuah perkara, maka beliau akan menunaikan shalat “Di kali lain Nabi berkata kepada Bilal menjelang shalat “Wahai Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat” Shalat yang dicontohkan oleh Nabi mempunyai ciri tuma’ninah (tenang/relaks).
Tumaninah ini diperoleh dengan mempelambat gerak dan hanya mengalihkan posisi tubuh ke gerakan berikutnya bila semua persendian telah kembali kepada tempatnya. (Abu Sangkan, 2004).
Perhatian yang terfokus kepada gerakan saja dan membuat lama dalam sebuah gerakan shalat membuat diri menjadi relaks. Saat bacaan Quran dan Doa-do’a diujarkan, Bacaan Quran yang puitis dan doa-doa yang diulang-ulang menjadi ritmis .Kesemuanya membangkitkan efek yang menenangkan. Sebuah keniscayaan bila semakin seseorang memperlambat dan melamakan fokusnya pada ketenangan ini, maka ia semakin mudah pula masuk ke dalam keadaan trance ketika shalat.
Do’a
Doa (Ad du’a) secara asal kata berarti ibadah, istighotsah memohon bantuan dan pertolongan, permintaan, permohonan , percakapan, memanggil dan memuji .
Adapun pengertian doa secara istilah ialah melahirkan kehinaan dan kerendahan diri serta menyatakan hajat dan ketundukan kepada Allah (Ariyanto, 2006).
Al Quran menunjukkan bahwa Du’a adalah wahana dialog makhluk untuk meminta kepada sang Khaliq Du’a adalah permohonan yang pasti dikabulkan oleh sang Kholik ( QS Al - Baqoroh:186; Ghafir:60; ),
Do’a
Doa (Ad du’a) secara asal kata berarti ibadah, istighotsah memohon bantuan dan pertolongan, permintaan, permohonan , percakapan, memanggil dan memuji .
Adapun pengertian doa secara istilah ialah melahirkan kehinaan dan kerendahan diri serta menyatakan hajat dan ketundukan kepada Allah (Ariyanto, 2006).
Al Quran menunjukkan bahwa Du’a adalah wahana dialog makhluk untuk meminta kepada sang Khaliq Du’a adalah permohonan yang pasti dikabulkan oleh sang Kholik ( QS Al - Baqoroh:186; Ghafir:60; ),
Dalam sebuah hadis Qudsi , Allah berfirman “ Akulah raja. Siapa gerangan berdoa kepadaKu, maka Ak kabulkan; Siapa gerangan memohon kepadaKu, maka Kuanugerahi; siapa gerangan meminta kepada ampun kepadaKu, maka Aku ampuni. “ (Al Arabi, 1994)
Imam Ghazali seperti dikutip Achmad Mubarok (2007) menyatakan ada sepuluh adab yang harus diperhatikan ketika seseorang berdoa kepada Allah yaitu :
(1) Memilih waktu yang tepat untuk mengajukan doa
(2) Memilih saat yang baik
(3) Lakukan berdoa sambil menghadap kiblat dan menengadahkan tangan ke atas
(4) merendahkan suaranya, antara terdengar dan tidak (oleh telinga).
(5) Alamiah tidak memaksakan diri menggunakan kalimat-kalimat puitis
(6) sambil menunduk, merendah, cemas tetapi berharap dikabulkan
(7) yakin bahwa Tuhan mendengar dan akan mengabulkan doa kita
(8) usahakan mengulang doa, sekurang-kurangnya tiga kali
(9) memulai doa dengan pujian kepada Allah, dan
(10) serius bertaubat, menghindari melakukan kejahatan, dan penuh perhatian Do’a adalah sumsum ibadah.
Imam Ghazali seperti dikutip Achmad Mubarok (2007) menyatakan ada sepuluh adab yang harus diperhatikan ketika seseorang berdoa kepada Allah yaitu :
(1) Memilih waktu yang tepat untuk mengajukan doa
(2) Memilih saat yang baik
(3) Lakukan berdoa sambil menghadap kiblat dan menengadahkan tangan ke atas
(4) merendahkan suaranya, antara terdengar dan tidak (oleh telinga).
(5) Alamiah tidak memaksakan diri menggunakan kalimat-kalimat puitis
(6) sambil menunduk, merendah, cemas tetapi berharap dikabulkan
(7) yakin bahwa Tuhan mendengar dan akan mengabulkan doa kita
(8) usahakan mengulang doa, sekurang-kurangnya tiga kali
(9) memulai doa dengan pujian kepada Allah, dan
(10) serius bertaubat, menghindari melakukan kejahatan, dan penuh perhatian Do’a adalah sumsum ibadah.
Do’a adalah bentuk komunikasi antara manusia dengan Allah. Rumusan rumusan do’a Nabi Muhammad SAW dan rumusan-rumusan do’a Nabi-nabi sebelumnya yang ditandai di Al Quran menunjukkan ungkapan pengakuan, gejolak hati, kehinaan, ketidakberdayaan , harapan dan keyakinan bahwa Allah akan memberikan kekuatan dan dayauntuk melakukan tindakan. Rumusan do’a selalu mempunyai intensi positif, do’a diucapkan berulang-ulang. Do’a diucapkan setelah seseorang masuk ke dalam keadaan yang sangat relaks dan sangat nyaman dan setelah ia fokus.
Memaafkan
Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah memaafkan .
Memaafkan adalah perilaku yang dicontokan oleh para nabi. Uniknya di dalam Al Quran tidak ada perintah meminta maaf kepada sesama manusia. Perintah yang ada justru adalah perintah memaafkan.
Memaafkan satu sama lain bahkan memaafkan sang musuh adalah hal yang diajarkan Islam. Sejumlah ayat dalam Al Quran menghimbau pentingnya mempunyai sikap memaafkan (al- Shura:37&40; al-Nahl:126-127; 7:199; An Nuur:22 ; At Taghaabun:14; 42:43; Ali Imraan:134)
Nabi Muhammad dalam sebuah hadis menyatakan bahwa ia diperintahkan Allah untuk melakukan 9 hal, satu diantaranya adalah memaafkan kepada orang yang telah berbuat keliru kepadanya.
Nabi adalah teladan sempurna manusia pemaaf.
Memaafkan
Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah memaafkan .
Memaafkan adalah perilaku yang dicontokan oleh para nabi. Uniknya di dalam Al Quran tidak ada perintah meminta maaf kepada sesama manusia. Perintah yang ada justru adalah perintah memaafkan.
Memaafkan satu sama lain bahkan memaafkan sang musuh adalah hal yang diajarkan Islam. Sejumlah ayat dalam Al Quran menghimbau pentingnya mempunyai sikap memaafkan (al- Shura:37&40; al-Nahl:126-127; 7:199; An Nuur:22 ; At Taghaabun:14; 42:43; Ali Imraan:134)
Nabi Muhammad dalam sebuah hadis menyatakan bahwa ia diperintahkan Allah untuk melakukan 9 hal, satu diantaranya adalah memaafkan kepada orang yang telah berbuat keliru kepadanya.
Nabi adalah teladan sempurna manusia pemaaf.
Pada saat seperti itu Nabi berdoa “ Wahai Allah, bimbinglah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan.” Pada saat dalam keadaan kejayaan pun di tengah para musuhnya Nabi menunjukkan sifat yang pemaaf
“ Apa yang kalian pikirkan akan kulakukan sekarang?”
Mereka memohon pengampunan.
Nabi mengatakan , “Saat ini aku ingin mengatakan apa yang dikatakan Yusuf AS kepada saudaranya ‘Tidak ada kesalahan padamu saat ini. Pergilah Anda semua bebas.”.
Nabi SAW bekata “ Bersatulah dengan orang yang memisahkan diri darimu, dan maafkanlah orang yang berbuat salah padamu, berilah orang yang mengambil milikmu, dan berbuat baiklah kepada orang yang berbuat buruk padamu” (Imam Ja’far As Sodiq, 1994, h 161)
Sifat pemaaf adalah sifat manusia yang dicintai Allah dan sifat para nabi. Suatu kali Nabi bersabda “Adakah di antara kalian mampu menjadi seperti Abu Damdam ?
Wahai Rasulullah, siapakah Abu Damdam ?
Salah seorang nenek moyangmu yang pada saat bangun tidur pada pagi hari akan mengatakan “Wahai Tuhan , saya telah memaafkan orangorang yang menghancurkan kehormatanku”. (Imam Ja’far As Sodiq, 1994, h 161)
Penelitian-penelitian mutakhir menunjukkan bahwa kemampuan memaafkan berkaitan erat dengan kualitas pribadi yang sehat, positif , kreatif dan memperoleh kepuasan hidup.
Kemampuan memaafkan berkaitan erat dengan emosi yang stabil, kemampuan membuat persetujuan, daya untuk fokus kepada orang lain dan komitmen kepada tata nilai keagamaan (McCullough, Root, Tabak & Witvliet; 2006) .
Bono&McCullough (2006) menemukan hasil bahwa memaafkan mempunyai efek yang membuat baik pada hal fisik, psikologis dan hubungan antar manusia.
Selain itu dengan melakukan memaafkan san pemaaf tidak hanya memperoleh keten-teraman ia juga mampu mendapatkan pendekatan yang lebih kreatif untuk melakukan perubahan.
Tsang, McCullough& Fincham (2006) menemukan hubungan erat antara keakraban, komitmen dan memaafkan. Ditemukan pula hubungan antara memaafkan dengan kepuasan pernikahan.
Iklhas
Saat sahabat bertanya kepada Rasulullah sang kota ilmu ada satu pertanyaan, yang Rasullullah tidak langsung menjawabnya.
''Wahai Baginda Rasul apa yang dimaksud dengan ikhlas?'' tanya seorang sahabatnya. Setelah berdiam, Rasulullah memusatkan perhatian, dan menyampaikan pertanyaan serupa kepada Malaikat Jibril As. ''Aku bertanya kepada Jibril As tentang ikhlas, apakah ikhlas itu?''
Lalu Jibril bertanya kepada Tuhan Yang Maha Suci tentang ikhlas, apakah sebenarnya?
Allah SWT menjawab Jibril dengan berfirman, ''Suatu rahasia dari rahasia-KU yang Aku tempatkan di hati “
Imam al-Qusyairi an-Naisabury menyatakan bila seseorang memiliki sifat ikhlas, ia akan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup.
Apa yang dilakukan semata-mata untuk Allah meski yang dia perbuat untuk mengurangi penderitaan sesama manusia. Ia akan selalu membantu orang, dengan alasan karena Allah memang Dzat yang senang membantu.
“ Apa yang kalian pikirkan akan kulakukan sekarang?”
Mereka memohon pengampunan.
Nabi mengatakan , “Saat ini aku ingin mengatakan apa yang dikatakan Yusuf AS kepada saudaranya ‘Tidak ada kesalahan padamu saat ini. Pergilah Anda semua bebas.”.
Nabi SAW bekata “ Bersatulah dengan orang yang memisahkan diri darimu, dan maafkanlah orang yang berbuat salah padamu, berilah orang yang mengambil milikmu, dan berbuat baiklah kepada orang yang berbuat buruk padamu” (Imam Ja’far As Sodiq, 1994, h 161)
Sifat pemaaf adalah sifat manusia yang dicintai Allah dan sifat para nabi. Suatu kali Nabi bersabda “Adakah di antara kalian mampu menjadi seperti Abu Damdam ?
Wahai Rasulullah, siapakah Abu Damdam ?
Salah seorang nenek moyangmu yang pada saat bangun tidur pada pagi hari akan mengatakan “Wahai Tuhan , saya telah memaafkan orangorang yang menghancurkan kehormatanku”. (Imam Ja’far As Sodiq, 1994, h 161)
Penelitian-penelitian mutakhir menunjukkan bahwa kemampuan memaafkan berkaitan erat dengan kualitas pribadi yang sehat, positif , kreatif dan memperoleh kepuasan hidup.
Kemampuan memaafkan berkaitan erat dengan emosi yang stabil, kemampuan membuat persetujuan, daya untuk fokus kepada orang lain dan komitmen kepada tata nilai keagamaan (McCullough, Root, Tabak & Witvliet; 2006) .
Bono&McCullough (2006) menemukan hasil bahwa memaafkan mempunyai efek yang membuat baik pada hal fisik, psikologis dan hubungan antar manusia.
Selain itu dengan melakukan memaafkan san pemaaf tidak hanya memperoleh keten-teraman ia juga mampu mendapatkan pendekatan yang lebih kreatif untuk melakukan perubahan.
Tsang, McCullough& Fincham (2006) menemukan hubungan erat antara keakraban, komitmen dan memaafkan. Ditemukan pula hubungan antara memaafkan dengan kepuasan pernikahan.
Iklhas
Saat sahabat bertanya kepada Rasulullah sang kota ilmu ada satu pertanyaan, yang Rasullullah tidak langsung menjawabnya.
''Wahai Baginda Rasul apa yang dimaksud dengan ikhlas?'' tanya seorang sahabatnya. Setelah berdiam, Rasulullah memusatkan perhatian, dan menyampaikan pertanyaan serupa kepada Malaikat Jibril As. ''Aku bertanya kepada Jibril As tentang ikhlas, apakah ikhlas itu?''
Lalu Jibril bertanya kepada Tuhan Yang Maha Suci tentang ikhlas, apakah sebenarnya?
Allah SWT menjawab Jibril dengan berfirman, ''Suatu rahasia dari rahasia-KU yang Aku tempatkan di hati “
Imam al-Qusyairi an-Naisabury menyatakan bila seseorang memiliki sifat ikhlas, ia akan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup.
Apa yang dilakukan semata-mata untuk Allah meski yang dia perbuat untuk mengurangi penderitaan sesama manusia. Ia akan selalu membantu orang, dengan alasan karena Allah memang Dzat yang senang membantu.
Sahabat Anas Ibnu Malik menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, ''Belenggu tidak akan masuk ke dalam hati seorang Muslim jika ia menetapi tiga perkara; ikhlas beramal hanya bagi Allah, memberikan nasihat yang tulus kepada seorang penguasa dan tetap berkumpul dengan masyarakat Muslim.''
Sedemikian tingginya dan beratnya sifat ini menjadi pola hidup seseorang, , ''jika seseorang masih melihat keikhlasan dalam sikap ikhlasnya, maka keikhlasannya masih memerlukan keikhlasan lagi,'' kata Abu Ya'qub as-Susi.
''Amalnya tak lagi memberi ruang bagi lahirnya pujian atau cercaan,'' kata Dzun Nun al- Mishry..
''Ia akan melupakan amalnya ketika dia beramal,'' kata Abu Utsman al-Maghriby.
Kekhlasan adalah kebebasan dari keterkaitan pada sesuatu selain Allah.
Dalam berkarya, ia mempunyai jiwa yang merdeka, tidak dipicu oleh rasa takut seperti sang budak, tidak pula didorong oleh hasrat untung seperti sang pedagang.
Sikap ikhlas ini pula yang membuat seseorang mampu fokus, kreatif, menyembuhkan diri sendiri, bahagia dan merdeka.
wallahu'alam
Sumber : dari beberapa sumber bacaan.
''Amalnya tak lagi memberi ruang bagi lahirnya pujian atau cercaan,'' kata Dzun Nun al- Mishry..
''Ia akan melupakan amalnya ketika dia beramal,'' kata Abu Utsman al-Maghriby.
Kekhlasan adalah kebebasan dari keterkaitan pada sesuatu selain Allah.
Dalam berkarya, ia mempunyai jiwa yang merdeka, tidak dipicu oleh rasa takut seperti sang budak, tidak pula didorong oleh hasrat untung seperti sang pedagang.
Sikap ikhlas ini pula yang membuat seseorang mampu fokus, kreatif, menyembuhkan diri sendiri, bahagia dan merdeka.
wallahu'alam
Sumber : dari beberapa sumber bacaan.
Langganan:
Postingan (Atom)