Kita harus meyakini bahwa rizki datangnya dari Allah Azza wa Jalla. Dialah yang memberikannya kepada seluruh makhluk, baik melalui langit maupun bumi, darat maupun laut. Allah berfirman menceritakan pengakuan orang-orang musyrik bahwa rizki datang dari Allah, yang artinya "Katakanlah (Hai Muhammad kepada orang-orang musyrik): "Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan" Maka mereka menjawab:"Allah". Maka katakanlah:"Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?" (Qs. Yunus:31).
Syaikh Abdur Rahmân bin Nashir as-Sa’di menjelaskan, bahwa rizki duniawi maupun rizki ukhrawi tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan taqdir dan kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Sebagaimana Allah Azza wa Jalla berfirman, yang artinya ," Dan Allah memberi rizki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas" (Qs.al-Baqarah :212)
Seluruh hamba baik yang beriman maupun yang mendustakanr, mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan rizki duniawi serta kesenangannya. Akan tetapi rizki yang bersifat hati; berupa ilmu, keimanan, rasa cinta kepada Allah, rasa takut dan harapan kepada Allah serta rizki-rizki lain yang bersifat hati, hanya dianugerahkan oleh Allah Azza wa Jalla kepada orang-orang yang Dia cintai .
Dan salah satu di antara sifat atau nama Allah yang sangat indah adalah ar-Razzâq. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala , yang artinya ," Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rizki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh" (Qs. adz-Dzariyat :58).
Imam Ibnu Mandah memuat nama ar-Razzâq dalam kitabnya at-Tauhid wa Ma’rifat Asmâ’i Allah Azza wa Jalla wa Sifatihi ’alâ al-Ittifâq wa at-Tafarrud.
Hadits riwayat Abdullah bin Mas’ud ra , menyatakan bahwa "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam membacakan kepadaku (firman Allah Ta’ala, yang artinya): “Sesungguhnya Aku adalah ar-Razzâq (Maha Pemberi rizki), yang Maha Kuat lagi Maka Kokoh.” [HR Abu Dawud, at-Tirmidzi dll]
Imam at-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini sebagai hadits Hasan Shahîh . Syaikh al-Albâni rahimahullah juga mengatakan, hadits ini shahîh matannya.
Imam Mubarakfûri, dalam Tuhfah al-Ahwadziy bi Syarhi Jaami’ at-Tirmidzi mengatakan: Ini adalah qira’ah (salah satu bacaan terhadap Al-Qur`ân dari) Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu. Sedangkan bacaan yang mutawatir adalah (yang terdapat dalam Mushaf, yaitu), yang artinya "Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rizki Yang Mempunyai Kekuatan lagi sangat Kokoh" [Qs. adz-Dzariyât :58]
Ar-Razzâq adalah salah satu di antara nama Allah Azza wa Jalla yang sangat indah. Dari nama ini dapat dimengerti bahwa Allah Azza wa Jalla Maha menganugerahkan rizki kepada setiap hamba-Nya yang Dia kehendaki.
Rizki Allah Subhanahu wa Ta'ala ada yang bersifat duniawi dan ada yang bersifat ukhrawi. Namun semuanya berdasarkan kehendak-Nya. Baik beriman maupun tidak beriman, mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan rizki duniawi, bahkan binatang sekalipun.
Bahkan seringkali orang yang mendustakan Allah justeru lebih banyak mendapatkan perolehan duniawi. Karena itu, jika seorang muslim hanya menitik beratkan usaha serta hidupnya untuk mendapatkan rizki duniawi serta perolehan dan sukses duniawi, maka apa bedanya ia dengan orang kafir dan binatang.
Sebagaimana firman-Nya, yang artinya ," Siapa yang menghendaki kehidupan sekarang (duniawi) maka Kami segerakan baginya di (dunia ini) apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka jahanam ; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha kearah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman, maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik. Kapada masing-masing (golongan) , baik (golongan ) ini (yang menginginkan dunia) maupun (golongan) itu (yang menginginkan akhirat), Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu . Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi., " (Qs. Al-Isra' : 18-20).
Mestinya, mencari rizki duniawi bagi seorang mukmin, tidak lepas dari misi dalam rangka peribadatan kepada Allah Azza wa Jalla. Jadi yang menjadi perhatian utamanya adalah mendapatkan rizki ukhrawi serta rizki-rizki yang dapat mengantarkannya kepada kebahagiaan ukhrawi.
Sebagaimana firman-Nya, yang artinya ," Dan janganlah engkau tujukan pandangan matamu kepada kenikmatan yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan dari mereka , (sebagai) bunga kehidupan dunia , agar Kami uji mereka dengan (kesenangan) itu. Karunia Tuhanmu labih baik dan lebih kekal." (Qs. Maryam : 131)
Imam Ibnu al-Qayyim) menjelaskan bahwa sikap hidup, meskipun mendapatkan perolehan dunia dan kesenangannya, namun tidak akan ia pergunakan untuk bersenang-senang semata, dan tidak akan ia pergunakan untuk menghilangkan kebaikan-kebaikannya selama hidup di dunia. Tetapi akan ia pergunakan perolehan dunia itu untuk memperkuat diri dalam mencari bekal di akhiratnya .
Di samping itu, kaum Muslimin harus bersyukur kepada Allah terhadap segala rizki yang telah dianugerahkan-Nya. Antara lain dengan menginfakkan sebagian harta yang telah didapatnya itu kepada orang-orang yang membutuhkan. Baik infak yang berbentuk wajib, seperti zakat jika sudah mampu, nafkah kepada isteri, sanak famili serta hewan peliharaan. Sebagaimana dikemukakan oleh Syaikh Abdur-Rahmân bin Nashir as-Sa’di rahimahullah dalam Kitab Tafsirnya, Taisîr al-Karîm ar-Rahmân.
Sebagaimana firman Allah, yang artinya ," Katakanlah," Sungguh, Tuhanku melapangkan rizki dan membatasinya bagi siapa yang Dia kehendaki diantara hamba-hamba-Nya." dan apa saja yang kamu infakkan, Allah akan menggantinya, dan Dialah pemberi rizki yang terbaik. " (Qs. Saba : 39)
Kaum Muslimin juga hendaknya tidak terfokus pada rizki duniawi, sehingga ketika menghadapi ujian-ujian kehidupan, seperti krisis melonjaknya harga-harga kebutuhan pokok, kekurangan pangan dst tidak terlalu menjadi gundah dan gelisah. Karenanya tidak perlu melakukan hal-hal yang justeru kontra produktif. Tetapi semua dikembalikan kepada taqdir Allah, kemudian melakukan-upaya-upaya positif yang dibenarkan syari’at.
Ingatlah akan firman-Nya, yang artinya ," Siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) , dan mereka tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telajh mereka usahakan (di dunia) , dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.," (Qs. Hud : 15).
Rizki , rizki keimanan, ketaatan, rasa takut, cinta dan berpengharapan kepada Allah, justeru lebih penting dan harus diupayakan untuk mendapatkannya dengan sungguh-sungguh serta dengan selalu memohon pertolongan kepada Allah Azza wa Jalla. Sehingga kehidupan akan menjadi berkah. Bukankah sluruh rizki hanya berasal dari Allah Azza wa Jalla .
Sebagaimana firman-Nya, yang artinya ," Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampun untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi." (Qs. Al-Mu'min : 55).
Allah a'lam . Nas’alullah lana wa lakum at-Taufiq.
sumber : Ustadz Ahmas Faiz Asifuddin , majalah As-Sunnah
pustaka :
1. Al-Jâmi’ ash-Shahîh wa Huwa Sunan at-Tirmidzi, Tahqîq: Kamal Yusuf al-Hût, Dâr al-Fikr.
2. at-Tauhid wa Ma’rifat Asmâ`i Allah Azza wa Jalla wa Sifatihi ’alâ al-Ittifâq wa at-Tafarrud, Tahqîq, Ta’liq dan Takhrij Ahaditsihi: Dr. Ali bin Muhammad bin Nashir al-Faqihi, Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyah, al-Madinah al-Munawarah.
3. Miftah Dâr as Sa’adah, Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah, Taqdim, Ta’liq dan Takhrij: Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi, Muraja’ah: Syaikh Bakr bin 'Abdillah Abu Zaid, Dâr Ibni al-Qayyim, Riyadh dan Dâr Ibnu 'Affân, Cairo, Cet. I, Th. 1425 H/2004 M.
4. Mu’taqad Ahli as-Sunnah wal-Jama’ah fî Asmâ`i Allah al-Husnâ, Dr. Muhammad Khalifah at-Tamimi, Maktabah Adhwâ` as-Salaf, Riyadh.
5.Shahîh Sunan Abi Dawud, Syaikh al-Albâni, Maktabah al-Ma’ârif, Riyadh.
6. Shahîh Sunan at-Tirmidzi, Syaikh al-Albâni, Maktabah al-Ma’ârif, Riyadh.
7. Taisîr al-Karîm ar-Rahmân, Syaikh Abdur Rahmân bin Nashir as-Sa’di.
8. Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarhi Jâmi’ at-Tirmidzi, Imam Mubarakfû
9. Taisir al-Karîm ar-Rahmân
10. Mu’taqad Ahli as-Sunnah wal Jama’ah fî Asmâ’i Allah al-Husnâ. Dr. Muhammad Khalifah at-Tamimi, Maktabah Adhwâ` as-Salaf, Riyadh, Cet. I, 1419 H/1999 M
11. Tahqîq, Ta’liq dan Takhrij Ahaditsihi: Dr. Ali bin Muhammad bin Nashir al-Faqihi, Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyah, al-Madinah al-Munawarah, Cet. II, Th. 1414 H/1994 M, hlm. 291.
12. al-Jâmi’ ash-Shahîh wa Huwa Sunan at-Tirmidzi, Tahqiq: Kamal Yusuf al-Hût, Dâr al-Fikr (V/176), Kitâb al-Qirâ’ât ‘an Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bab 8 : Wamin Sûrah adz-Dzâriyât.
13. Shahîh Sunan at-Tirmidzi, Syaikh al-Albâni, Maktabah al-Ma’ârif, Riyadh, Cet. III, dari terbitan baru 1420 H/2000 M (III/173), dalam Kitab al-Qirâ’ât ‘an Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Bab 8 : Wamin Sûrah adz-Dzariyât. Lihat pula Shahîh Sunan Abi Dawud, Maktabah al-Ma’ârif, Riyadh, Cet. II dari terbitan baru th. 1421 H/2000 M (II/493 no. hadits 3993), Kitab al-Hurûf wa al-Qirâ’ât.
14. Kitab al-Qirâ’ât ‘an Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa sallam, Bab 8 : Wamin Sûrah adz-Dzariyât, jilid VIII/220, no. Hadits 2940.
15. Miftah Dâr as-Sa’adah, karya Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah, Taqdim, Ta’liq dan Takhrij: Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi, Muraja’ah: Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid rahimahullah, Dâr Ibni al-Qayyim, Riyadh, dan Dâr Ibnu 'Affân – Cairo, cet. I – th 1425 H/2004 M - I/197,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar