Dalam shahih Bukhari, Rasulullah berdoa, yang artinya ,” Ya Allah, hamba berlindung pada-Mu dari kecemasan, kesedihan, lemah jiwa, kemalasan, kebodohan , bakhil, banyak hutang dan dari genggaman orang lain ,” (Hr Bukhari dari Anas ibn Malik, Jihad wa as-Sair ).
Sedih memang tidak diperintahkan Allah dan Rasul-Nya , bahkan Allah dan Rasul-Nya melarangnya. Mengapa dilarang ? Karena rasa sedih sama sekali tidak memberikan manfaat atau menolah mudharat. Bahkan tidak memiliki faedah. Dan tentu saja, Allah tidak pernah memerintahkan setiap perbuatan yang tidak bermanfaat. (Ibn Taimiya ,at-Tuhfah al-Iraqiyah).
Saudaraku, rasa sedih adalah kerikil tajam yang menggerus keimanan. Tidak sebagai penguat iman dan bukan sebagai energi bagi orang-orang yang berjuang di jalan Allah. Kesedihan adalah musibah. Dan untuk terbebas dari bahaya tersebut, kita ahrus meminta perlindungan dari Allah.
Rasulullah meminta perlindungan kepada Allah dari delapan penyakit yang berpasangan. Salah satunya adalah kesedihan dan kecemasan. Kedua penyakit ini muncul dalam hati.
Dimana kesedihan adalah penyakit yang berkaitan dengan masa lalu, sedang kecemasan berkaitan dengan masa depan adalah kecemasan. (Al Fawa’id).
Kesedihan dan kecemasan dapat dikelompokkan dalam dua bagian :
1. Kesedihan dan kecemasan yang timbul dari ujian dalam beragama.
2. Kesedihan dan kecemasan yang timbul dari ujian dunia.
Rasa sedih dan cemas bisa muncul saat lalai atau tidak optimal dalam beribadah memnuhi hak-hak Allah yang menjadi kewajiban seorang hamba, atau pada saat melakukan dosa.
Kesedihan dan kecemasan diatas selalu mengalami pasang surut. Akan semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya iman dan semakin menurun dengan berkurangnya iman. Yang jelas kesedihan dan kecemasan jenis ini tidak menyebabkan penderitanya mengalami kesempitan hati. Bahkan bisa mempertebal keimanan dan ketundukan jiwa kepada Dzat Yang Maha Pencipta.
Saudaraku berkat kesedihan dan kecemasan ini, dosa-dosa berguguran.
Sebagaimana hadit riwayat Abu Sa’id dan Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang artinya ,” Tidaklah seorang mukmin diladan keletihan, penyakit, kecemasan, kesedihan, rasa sakit dan kegalauan , sampai duri yang menusuknya, melainkan Allah akan mengampuni sebagian dari kesalahan dan dosa dengan semua yang melandanya , “ (Hr. Muttafaq ‘alaih).
Saudaraku, terkadang kesedihan diiringi pahala yang akan dikaruniakan kepada si penderita. Bukan hanya itu, ia akan dianugerahi pujian, bukan karena kesedihan yang diderita , melainkan karena pahalanya. Seorang hamba yang bersedih karena musibah yang melanda agamanya dan kaum muslimin, karena hatinya yang mencintai kebiakn dan membci keburukan , maka kesedihan ini dibalas dengan pahala.
Jadi orang beriman akan bersedih manakala merasa kurang optimal dalam beribadah kepada Rabb-nya atau berlebihan dalam bermaksiat dst.
Adapun bentuk kesedihan lainnya adalah kesedihan dan kecemasan yang timbul dari ujian dunia. Misalnya : perasaan takut , gelisah, lapar , sakit , mati dan persoalan lainnya .
Apabila kesedihan semacam ini menimpa seorang hamba, maka sama sekali tidak menghapuskan dosa dan kesalahannya, kecuali jika ia bersabar dalam menghadapinya.
Sebagaimana firman-Nya , yang artinya ,” Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan ‘ inna lillahi wa inna ilaihi raji’un , ‘ (Qs. Al-Baqarah : 155-156).
Saudaraku, karena dengan sabar dan terus menerus mengharap karunia Allah dan mengingat-Nya, hati akan bertambah lapang dan tidak menyempit menghadapi ujian yang dialami.
Sebaliknya , jika seorang hamba tidak bersabar atas musibah yang menimpa, dan tidak mengharap pahala dan karunia dari Allah, bahkan berburuk sangka kepada Allah, maka kesedihan dan kecemasan akan semakin bertumpuk, dan mempersempit dadanya.
Saudaraku, marilah kita terus menerus beristighfar , bertaubat dan terus berharap pahala dari Allah , sehingga kesedihan dan kecemasan tidak akan menghantarkan kita kepada kesempitan hati. Bahkan sebaliknya , hati menjadi makin lapang.
Sayyid Qutb dalam Fi Zhihal al-Qur’an menyatakan bahwa tanda kelapangan hari seorang hamba dalam menggapai hidayah Allah dapat dilihat dari sikap perbuatan yang konsisten di jalan Allah.
Allahu a’lam
Sumber : Abdullah ibn /husian Syuqail dalam Adh-Dhyq.
Sebagaimana hadit riwayat Abu Sa’id dan Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda, yang artinya ,” Tidaklah seorang mukmin diladan keletihan, penyakit, kecemasan, kesedihan, rasa sakit dan kegalauan , sampai duri yang menusuknya, melainkan Allah akan mengampuni sebagian dari kesalahan dan dosa dengan semua yang melandanya , “ (Hr. Muttafaq ‘alaih).
Saudaraku, terkadang kesedihan diiringi pahala yang akan dikaruniakan kepada si penderita. Bukan hanya itu, ia akan dianugerahi pujian, bukan karena kesedihan yang diderita , melainkan karena pahalanya. Seorang hamba yang bersedih karena musibah yang melanda agamanya dan kaum muslimin, karena hatinya yang mencintai kebiakn dan membci keburukan , maka kesedihan ini dibalas dengan pahala.
Jadi orang beriman akan bersedih manakala merasa kurang optimal dalam beribadah kepada Rabb-nya atau berlebihan dalam bermaksiat dst.
Adapun bentuk kesedihan lainnya adalah kesedihan dan kecemasan yang timbul dari ujian dunia. Misalnya : perasaan takut , gelisah, lapar , sakit , mati dan persoalan lainnya .
Apabila kesedihan semacam ini menimpa seorang hamba, maka sama sekali tidak menghapuskan dosa dan kesalahannya, kecuali jika ia bersabar dalam menghadapinya.
Sebagaimana firman-Nya , yang artinya ,” Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan ‘ inna lillahi wa inna ilaihi raji’un , ‘ (Qs. Al-Baqarah : 155-156).
Saudaraku, karena dengan sabar dan terus menerus mengharap karunia Allah dan mengingat-Nya, hati akan bertambah lapang dan tidak menyempit menghadapi ujian yang dialami.
Sebaliknya , jika seorang hamba tidak bersabar atas musibah yang menimpa, dan tidak mengharap pahala dan karunia dari Allah, bahkan berburuk sangka kepada Allah, maka kesedihan dan kecemasan akan semakin bertumpuk, dan mempersempit dadanya.
Saudaraku, marilah kita terus menerus beristighfar , bertaubat dan terus berharap pahala dari Allah , sehingga kesedihan dan kecemasan tidak akan menghantarkan kita kepada kesempitan hati. Bahkan sebaliknya , hati menjadi makin lapang.
Sayyid Qutb dalam Fi Zhihal al-Qur’an menyatakan bahwa tanda kelapangan hari seorang hamba dalam menggapai hidayah Allah dapat dilihat dari sikap perbuatan yang konsisten di jalan Allah.
Allahu a’lam
Sumber : Abdullah ibn /husian Syuqail dalam Adh-Dhyq.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar